Rondeaktual.com – Dahulu Pertina adalah singkatan dari Persatuan Tinju Amatir Nasional kemudian berubah menjadi Persatuan Tinju Amatir Indonesia dan tetap disingkat Pertina.
Pertina adalah wadah tinju amatir satu-satunya di Tanah Air.
Pertina lahir pada tanggal 30 Oktober 1959.
Hari ini, Jumat, 30 Oktober 2020, Pertina sudah berusia 61 tahun. Dirgahayu Pertina.
Sebelum Pertina lahir, sudah ada organisasi tinju bernama Persatuan Tinju dan Gulat, atau terkenal dengan sebutan Pertigu. Ketika itu tinju dan gulat tidak dapat dipisahkan karena pembinaannya secara bersamaan.
Pertigu lahir pada tahun 1954 dan dipimpin oleh Frans Mendur, yang terkenal dan berhasil mendapatkan pengesahan sebagai badan hukum oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia.
Tetapi, sangat disayangkan, dalam perjalanannya Pertigu ternyata kurang berhasil memberikan kemajuan bagi olahraga tinju amatir. Pertigu lebih didominasi oleh tinju pro, yang penyelenggaraannya dari satu pasar ke pasar malam lainnya. Sehingga muncullah istilah tinju pasar malam. Tinju pasar malam menjadi salah satu tontonan favorit.
Dalam perjalanannya tinju pasar malam tidak memberikan pemisahan yang jelas antara tinju profesional dengan tinju amatir. Bahkan, Pertigu dianggap lebih banyak berperan dalam mengembangkan olahraga tinju bayaran atau tinju profesional.
Pertandingan tinju berlangsung di tempat terbuka atau di pasar malam. Tidak ada tempat yang pas untuk pertandingan tinju kecuali pasar malam, yang ternyata mampu merekrut penonton dalam jumlah besar.
Tinju pasar malam mengharuskan setiap petinju yang hendak naik ring berhak mendapat bayaran dari pihak penyelenggara atau sekarang lebih kesohor dengan sebutan promotor.
Peran promotor sangat menentukan bagi maju dan tidaknya pertandingan tinju profesional. Badan tinju hanya pelaksana, yang rajin mengutip uang dari izin lisensi promotor dan mengutip sekian persen dari bayaran petinju setiap dia bertanding (contest fee).
Tinju pasar malam menjadi sangat terkenal, bahkan sampai sekarang. Tinju masa lalu sangat identik dengan tinju pasar malam. Era tinju pasar malam pernah menampilkan nama besar ketika itu seperti; Kid Darlim (Jakarta), Kid Ballel (Jawa Timur), Kid Manopo (Jakarta), Kid Francis (Jakarta).
Kid Francis, berusia 85, menjadi satu-satunya saksi hidup tinju pasar malam. Kid Francis sekarang menetap di Kramat Pulo, Jakarta Pusat.
Pertigu sangat berhasil mengangkat gengsi tinju pasar malam sebagai salah satu tontonan paling laku. Namun, di dalam tubuh Pertigu tidak ada pemisahan yang jelas tentang tinju amatir dan tinju bayaran. Siapa saja, asal suka asal mau, boleh bertanding.
Pada tahun 1956 muncul gagasan agar tinju amatir keluar dari Pertigu. Tinju amatir ingin berdiri sendiri. Ingin mandiri.
Usul tinju amatir ingin memisahkan diri diterima Ketua Umum Pertigu, Frans Mendur. Sehingga pada penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) IV/1957 Makassar, tinju amatir dapat dipertandingkan.
Kid Francis adalah satu-satunya petinju PON IV/1957 Makassar yang masih ada. “Tinggal saya yang masih hidup,” katanya saat dihubungi Jumat (30/10/2020). “Saya main di kelas bulu dan saya bangga bisa tampil pada PON Makassar, meski tidak memenangkan medali.”
PON Makassar menjadi sejarah penting bagi kebangkitan tinju amatir. Ketika itu tinju amatir melarang petinjunya bertanding dalam tinju bayaran. Setiap petinju yang sudah pernah mengikuti pertandingan tinju bayaran di arena pasar malam dicoret,.Setiap petinju yang terlibat dalam tinju bayaran tidak boleh ikut PON. Hanya petinju yang benar-benar amatir yang boleh bertanding di PON.
Setelah tinju boleh ikut PON, tinju amatir terus berupaya supaya lebih baik dan benar-benar keluar dari Pertigu.
Pada PON V/1961 Bandung, Pertina mulai mengambil peran dan melahirkan juara dari kelas terbang ringan 48 kilogram hingga juara kelas menengah 75 kilogram.
Di masa transisi Pertina belum menandingkan kelas berat ringan dan kelas berat.
DAFTAR JUARA PON V/1961 BANDUNG
1. Kelas 48 kg, Noor Alim (Jawa Timur).
2. Kelas 51 kg, Wahyu (Jawa Barat).
3. Kelas 54 kg, Mohamad Kodjin (Jawa Timur).
4. Kelas 57 kg, Bambang Sumulyo (Yogyakarta).
5. Kelas 60 kg, Mas Duki (Jawa Timur).
6. Kelas 63,5 kg, Oey Hoktian (Jawa Barat).
7. Kelas 67 kg, Johanes Latumahina (Jawa Timur).
8. Kelas 71 kg, Firman Pasaribu (DKI Jakarta).
9. Kelas 75 kg, Paruhum Siregar (Sumatera Utara).
Sepanjang sejarah Pertina, masa kepengurusan Saleh Basarah adalah masa emas bagi tinju amatir Indonesia. Sejumlah petinju daerah berhasil mencapai prestasi internasional melalui ajang Piala Presiden.
Saya pernah mencatat sejumlah nama yang menjadi bintang tinju dan menyandang predikat petinju terbaik Piala Presiden. Mereka adalah:
BEST BOXER PP
1. Syamsul Anwar Harahap (DKI Jakarta), kelas welter ringan.
2. Herry Maitimu (Maluku), kelas terbang ringan.
3. Ellyas Pical (Maluku), kelas terbang.
4. Fransisco Lisboa (Bali), kelas welter.
5. Alexander Wassa (Bali), kelas bulu.
6. Adrianus Taroreh (Sulawesi Utara), kelas bulu dan kelas ringan. Adrianus telah pergi mendahului kita, meninggal dunia dalam usia 46 tahun akibat sakit komplikasi di Manado, 5 Februari 2013.
7. Ilham Lahia (Sulawesi Utara), kelas bulu.
8. Ramses Nainggolan (Lampung), kelas bulu.
9. Mohamad Arsyad (Kalimantan Timur), kelas welter. Arsyad telah mendahului kita untuk selamanya, meninggal dunia dalam usia 52 tahun akibat sakit jantung di Samarinda, Senin, 10 Februari 2020.
10. Nemo Bahari (Bali), kelas bulu.
11. Hermensen Ballo (Nusa Tenggara Timur), kelas terbang.
12. Juan Saparipan (DKI Jakarta), kelas bantam.
13. Dadan Amanda (Jawa Barat), kelas bantam.
14. Julio Bria (Bali) kelas terbang.
15. Saputra Samada (Nusa Tenggara Barat), kelas welter.
Dari sekian banyak petinju Indonesia yang berhasil merebut medali emas Piala Presiden, dua di antaranya –Ellyas Pical dan Nico Thomas—menjadi juara dunia tinju profesional. Peristiwa itu sangat bersejarah bagi tinju Tanah Air.
Sementara, sepanjang sejarah tinju amatir, Pertina telah melahirkan juara tingkat Asia.
JUARA ASIAN GAMES
1. Wiem Gommies (Maluku).
Merebut medali emas kelas menengah Asian Geames VI/1970 Bangkok, Thailand.
Merebut medali emas kelas menengah Asian Games VIII/1978 Bangkok.
2. Pino Bahari (Bali), merebut medali emas kelas menengah Asian Games XI/1990 Beijing, Cina.
JUARA ASIA
1. Wiem Gommies (Maluku).
Merebut medali emas kelas menengah Asia V/1971 Teheran, Iran.
2. Frans van Bronckhorst (DKI Jakarta).
Merebut medali emas kelas welter Asia VI/1973 Bangkok, Thailand.
3. Syamsul Anwar Harahap (DKI Jakarta).
Merebut medali emas kelas welter ringan Asia VIII/1977 Jakarta, Indonesia.
4. Benny Maniani (Irian Jaya).
Merebut medali emas kelas berat ringan Asia VIII/1977 Jakarta, Indonesia.
5. Ferry Moniaga (DKI Jakarta).
Merebut medali emas kelas bantam Asia IX/1980 Bombay, India.
6. Hendrik Simangunsong (Sumatera Utara).
Merebut medali emas kelas menengah ringan Asia XVI/1992 Bangkok, Thailand.
Pino Bahari dan Hendrik Simangunsong adalah generasi terakhir yang mampu memberikan medali emas tingkat Asia. Emas Pino dari Asian Games dan emas Hendrik dari Asia.
Hentah mengapa, sejak Pino dan Hendrik merebut medali emas, tidak ada lagi petinju Indonesia yang berhasil merebut medali emas di tingkat Asia.
Untuk kejuaraan dunia atau olimpiade, meski perjalanan Pertina sudah 61 tahun, tetapi sampai sekarang belum ada petinju kita yang berhasil merebut medali.
Semua orang menunggu lahirnya petinju Indonesia pertama yang bisa memenangkan medali dari kejuaraan dunia atau olimpiade. Medali perunggu saja sudah menjadi sejarah bagi perjalan Pertina.
Semoga tercapai.
Finon Manullang, menulis dari Desa Tridayasakti, Jawa Barat.