Rondeaktual.com – Drs. H. Oetojo, 77 tahun, adalah seorang hakim tinju professional paling lama. Beliau tertua di Indonesia.
”Mulai hari ini, Selasa, 11 Mei 2021, saya resmi resign dari tinju. Saya mengundurkan diri,” kata Oetojo kepada Rondeaktual.com, di Jakarta, Selasa, 11 Mei 2021.
Apa yang terjadi? Apakah karena badan tinju pro terlalu banyak di Indonesia? Sekarang ada lima badan tinju pro, yang dimulai dari KTI, ATI, KTPI, FTI, FTPI. Masing-masing badan tinju mengklaim yang terbaik.
Ternyata bukan masalah badan tinju yang menumpuk. “Saya mengundurkan diri karena aturan tinju pro internasional membatasi usia 75 tahun. Saya sudah 77 tahun. Saya harus tahu dirilah. Tidak usah memaksakan diri. Saya mundur. Saya ingin menikmati hidup di usia tua seperti sekarang,” kata Oetojo.
Oetojo, mantan Sekretaris KTI Semarang, lahir di Semarang, 14 Oktober 1943. Mulai menjalankan tugas hakim setelah mengikuti seminar IBF di Surabaya, pada 1985.
Oetojo mengawali karir sebagai pengajar di Semarang. Kemudian masuk organisasi tinju dan terjun ke panggung politik melalui PDI Perjuangan.
“Sejak seminar IBF Surabaya, saya dipanggil untuk tugas hakim. Saya banyak dibantu oleh almarhum Pieter Gedoan. Promotor Tourino Tidar selalu memberi saya kesempatan judge. Saya khusus hakim saja. Saya tidak pernah wasit.”
Oetojo merasa bangga bisa melewati tinju pro selama 40 tahun. Ia telah menjalankan tugas hakim ke hampir seluruh kota dan ke Thailand 11 kali, Australia dua kali, Uzbekistan sekali, Selandia Baru sekali.
Honor hakim internasional 500 dolar AS. “Di sini (Indonesia) juga segitu. Sama 500 dolar. Tetapi promotor sering bayar dengan kurs dolar semau gue. Kacau,” kata Oetojo, mantan anggota DPR-RI 1999-2004.
Suka dan duka, pahit dan manis telah dilewatinya selama 40 tahun. Dari hakim naik menjadi Inspektur Pertandingan.
“Saya pernah tugas hakim kejuaraan Indonesia (kelas menengah yunior antara Elfin Marbun versus Panca Sianturi) di lapangan terbuka, lapangan sepakbola, di Gorontalo (7 Maret 2009). Kita tidak boleh pulang ke Jakarta dan sempat tertahan di hotel selama dua hari. Promotor mengaku sudah tidak punya uang untuk beli tiket. Promotor menyerah sampai akhirnya dia harus utang sana-sini agar rombongan tinju bisa kembali ke Jakarta,” kenang Oetojo.
Selama berkecimpung di tinju pro Tanah Air, Oetojo paling berkesan ketika tugas hakim mewakili Komisi Tinju Indonesia (KTI) ke Banjarmasin, Kalimantan Selatan, 9 Oktober 2011. Pertandingan ditangani oleh Non-M Promotion.
“Paling berkesan waktu di Kalimantan (Selatan) tinju di atas tongkang. Itu satu-satunya di dunia, setahu saya. Tidak ada pertandingan tinju di atas tongkang selain di Kalimantan. Di sana saya tugas hakim untuk partai kejuaraan Indonesia kelas terbang antara Espinus Sabu (RE Boxing Minahasa Utara) melawan Ruben Makanakane (Nelson Nainggolan Jakarta). Dua hakim lainnya adalah Suwarno dan Sumardi. Wasit Erik Suwarna,” ujar Oetojo.
Pertandingan berjalan 12 ronde dan pemenangnya adalah Espinus Sabu.
Setelah mengundurkan diri dari dunia tinju, Oetojo menghabiskan waktunya dengan berbagai kegiatan rumah.
“Saya tidak ke mana-mana. Sekarangkan pandemic COVID-19. Saya memilih sibuk di rumah, supaya bergerak. Jangan diam. Supaya tahu apa yang terjadi di luar, saya setiap hari harus menonton televisi. Cari berita yang bermanfaat. Kalau koran sudah tidak langganan. Sudah lama berhenti baca koran.”
Pekan lalu, Oetojo diminta seorang wasit/hakim agar bergabung dengan badan tinju pro termuda, FTPI, yang saat ini sedang kerja keras untuk membangun tinju lebih maju.
“Tidak saya terima dan tidak saya tolak. Saya sudah resign dari tinju. Sudah selesai,” katanya. “Saya agak menyesal karena begitu banyak badan tinju di Indonesia. Untuk apa sampai lima badan tinju. Kacau balau.” (finon manullang)