Rondeaktual.com
Banyak yang tidak tahu bahwa bos tinju RE Boxing Minahasa Utara, Richard Engkeng sudah setahun berurusan dengan ayam. Setelah besar, sebanyak 80 ekor ayam dijual seharga Rp 24 juta.
“Ayam sudah saya jual,” kata Richard Engkeng memulai kisah hidupnya kepada Rondeaktual.com, melalui telepon seluler, hari ini. “Ayam sudah habis. Tinggal dua ekor induk bersama anaknya. Kecil-kecil.”
Richard Engkeng tinggal di Desa Watumutou, Kalawat, Minahasa Utara, Sulawesi Utara, masih menjabat sebagai Wakil Ketua Pengprov Pertina DKI Jakarta bersama Ketua Hengky Silatang.
Pria 59 tahun itu memiliki kisah yang panjang dalam menghadapi pandemic COVID-19. Richard Engkeng tidak pernah lagi pulang ke rumahnya di Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Karena punya keluarga, keluarganya yang datang ke Desa Watutumou.
Sasana tinju RE Boxing yang pernah mengantar petinju terbanyak di pelatnas sudah dihentikan. Sasana tinju yang dibangun persis di sebelah rumahnya di Ciganjur, dibekukan sejak PON XIX/2016 Jabar berakhir.
Ring tinju sudah dilepas. Mess atlet dikosongkan. Richard Engkeng mengaku tidak mau terulang sakit hati dua kali akibat mengurus tinju.
“Bayangkan, saya ini dituduh makan uang petinju. Anak-anak tinju dihasut. Saya mengurus tinju buang uang, bukan makan uang.”
MENGURUS AYAM
Banyak kisah menarik tentang Richard Engkeng. Bukan soal tinju saja yang membuatnya sakit hati, tetapi tentang kisah kehidupnya yang agak unik di Minahasa Utara.
“Saya biasanya Jakarta-Manado-Jakarta. Tetapi, sejak Corona saya takut naik pesawat. Sudah dua tahun tidak pernah melihat Jakarta. Saya takut sama penyakit itu (Covid-19). Saya juga ada jantung (pernah dua kali masuk rumah sakit mahal di Jakarta). Saya pikir, ya sudah, saya di sini saja dulu. Anak saya (Tasya Engkeng) seharusnya sudah ke Jerman. Dibatalkan karena wabah virus Corona. Dia dapat bea siswa dari kampusnya (tata boga).”
Selama era COVID-19 Richar Engkeng tidak bisa ke mana-mana. “Supaya ada hiburan dan tidak stress mikirin Corona, saya piara ayam (sebelumnya piara ikan, pas tengah malam dijarah penduduk). Sejak tahun lalu, saya mulai piara ayam. Kalau pagi, ayam kumpul di depan pintu. Saya kasih makan. Senang melihat ayam rebutan makan. Sore gitu lagi. Ayam datang. Ngumpul di depan rumah, sudah kayak nungguin pembagian sembako pilkada. Saya kasih lagi. Terhibur lagi.”
Ayam yang dipelihara Richard Engkeng bukan sembarang ayam. Satu ekor ayam jantan laku Rp 300 ribu. Itu pun sudah harga paling murah. Kalau dijual eceran bisa mencapai Rp 500 ribu. Ada 80 ekor ayam yang dijual dan uangnya mencapai total Rp 24 juta.
Ayam yang dipelihara Richard Engkeng adalah ayam aduan turunan Filipina dan Bangkok.
Richrad Engkeng mengaku sangat enjoy mengurus ayam. “Senang, meski harus setiap hari menyemprot kotoran ayam. Kesal kalau ayam saya dicuri tetangga.”
Richard Engkeng tidak menyiapkan kandang untuk ayam peliharaannya. Dibiarkan begitu saja. Hanya kandang betina yang disiapakan untuk bertelur dan menetas.
“Inikan (pekarangan rumah) luas dan tembok tinggi. Ayam saya kalau tidur di pohon. Biar hujan biar angin, ayam tetap naik ke atas pohon. Itu alamiah.”
Agar tetap sehat, ayam dikasih vitamin apa?
“Kalau ayam sakit, kakinya diolesin minyak tanah. Itu pengalaman saya waktu masih anak-anak tinggal di Tobelo. Tapi ayam saya tidak pernah sakit. Makan banyak dan sehat.”
Apakah sedang banting setir bisnis ayam atau ternak ayam?
“Tidak. Cuma piara saja. Ini kesenangan di tengah suasana pandemic COVID-19. Tidak ada yang dikerjakan (sudah pensiun dari Marinir). Sudah tidak mengurus atlet lagi. Sudah setop.”
MELIHAT BEBEK BERENANG
Setelah melepas 80 ekor ayam, Richard Engkeng membuka hobi baru dengan piara bebek. Setiap hari hatinya terhibur melihat bebek berenang.
“Bebek saya banyak, di belakang,” ujar Richard Engkeng, promotor tinju dan pernah mendatangkan Jupe-Gaston, Manohara dan ibunya, dan sejumlah artis top Ibu Kota lainnya ke Pantai Firdaus di Desa Kema Dua, Minahasa Utara, miliknya.
“Bebek saya, saya kasih kolam. Biar apa, biar bebek tidak stres. Bebek hidup kalau ada air. Kalau saya bangun pagi dan naik ke atas, rasanya senang sekali melihat bebek bermain di dalam kolam.”
Apakah tidak ada rencana menetaskan telur bebek dengan cara mesin?
“Belum berpikir ke sana. Belum tahu caranya. Nanti saja, kalau memang memungkinkan. Kalau ada orang yang mau mengurus silakan. Nanti saya modali. Beli bebek lagi. Biar makin banyak. Melihat anak bebek dari atas rumah rasanya lebih asyik daripada melihat ayam makan.”
Pekan yang lalu seekor bebek mati di dalam kolam. Richard Engkeng sedih dan setelah investigasi, ternyata tidak ada jalan naik ke atas. Bebek terlalu lama di dalam air dan akhirnya lewat.
“Sudah saya kasih batu. Kalau bebek mau turun atau mau naik, ya lewat tangga batu itu,” ujarnya.
Setelah memelihara ayam dan sekarang bebek, apakah ada rencana, misalnya mengurus burung
“Ha ha ha ….! Burung apa ini?” Menurut Richard Engkeng, burung suka terbang ke mana-mana.
MERAWAT MAMAK SAKIT
Sebelum memelihara ayam, Richard Engkeng terlebih dahulu merawat ibundanya, yang sekarang dalam kondisi kurang sehat.
Sejak dua tahun silam, Richard Engkeng sudah bersama ibunda tercinta.
“Aku sekarang merawat mamak sakit (umur lebih 80 tahun). Mau kapan lagi membalas jasa beliau, yang melahirkan dan membasarkan aku di Tobelo. Mamak aku sudah dua tahun ini di rumah (Desa Watutumou. Sebelumnya tinggal di Bitung bersama cucu). Setelah besar dan sekolah sudah selesai, mereka pergi. Ada yang pulang ke Tobelo. Mereka tidak mau lagi mengurus mamak aku, yang membesarkan mereka. Akulah yang mengurus di saat sakit. Itu bahagianya bukan main.”
MENOLAK PON PAPUA
Bicara tentang tinju, Richard Engkeng dengan tegas menolak PON Papua.
“Sudah saya sampaikan kepada Pak Hengky (Silatang, Ketua Pengprov Pertina DKI Jakarta) bahwa saya menolak PON Papua. Saya tidak mungkin memegang jabatan manajer tinju PON DKI ke Papua.”
Kali ini beda. Sebagai manajer cabor tinju PON DKI pasti dijamin. Peroleh uang saku. Dapat tiket pesawat. Dapat kamar sendiri. Semua dijamin.
“Bukan di situ masalahnya. Saya ini sedang mengurus ibu saya. Aku tidak bisa tinggalkan beliau berhari-hari. PON itu lama. Bisa lebih dua minggu. Mana mungkin aku tinggalin mamak sendiri di rumah.” (finon manullang / ronde aktual)