Rondeaktual.com
Petinju asal Maluku Utara, Sunan Amoragam telah melewati debut profesionalnya dengan TKO. Langkah Sunan bisa mengundang petinju lain untuk memulai karir baru di dunia tinju bayaran.
Sunan, peraih medali perunggu kelas bantam Asian Games XVIII di Jakarta pada 2018, naik ring di sasana HS Boxing Camp Ciseeng, Sabtu, 28 Agustus 2021, menang TKO ronde kedua atas Konstantinus Matakur.
Sunan, peraih medali emas kelas terbang PON XIX 2016 Jabar untuk Maluku Utara, tampil di pro kelas bulu. Kelas terbang amatir berbobot 52 kilogram. Kelas bulu pro berbobot 57 kilogram.
Sunan tidak membutuhkan kerja keras dan belum sempat memperlihatkan keterampilan bertinju yang enak ditonton. Tidak ada pukulan beruntun. Tidak ada pukulan yang dahsyat.
Tetapi, tangan kanan Sunan sekali menjatuhkan Konstantinus Matakur dan itu terjadi pada menit pertama ronde kedua.
Konstantunis Matakur adalah pendatang baru (new comers) tinju pro. Terlihat demam panggung ketika ring announcer dengan sengaja mempromosikan Sunan sebagai peraih medali perunggu Asian Games.
Nama besar Sunan Amoragam sebagai bintang tinju amatir menjadi senjata ampuh memukul mental Konstantinus Matakur. Penampilannya tidak seperti sebelumnya; berani, ganas, dan keras.
Setelah knock down, kondisi Konstantinus drop. Serangan cepat Sunan Amoragam mendorong wasit Nus Ririhena menghentikan pertandingan.
Keputusan itu dianggap tergesa-gesa, seakan dibayangi trauma kematian di atas ring.
Seperti ramai diberitakan, tiga hari sebelum laga Sunan-Konstantinus berlangsung, telah datang berita duka yang sangat mendalam. Petinju putri asal Langkat, Sumatera Utara, Rina Diastari meninggal di Rumah Sakit Adam Malik, Medan, Rabu, 25 Agustus 2021, setelah kalah dalam final kelas bantam Kejurda Sumut 2021.
TERINGAT ELLYAS PICAL
Kemenangan cepat Sunan Amoragam, yang tidak diliput oleh wartawan mengingatkan saya akan debut pro Ellyas Pical hampir 40 tahun lampau, tidak diliput oleh wartawan.
Saya satu-satunya yang meliput debut pro Ellyas Pical (Garuda Jaya Jakarta) melawan Eddy Rafael (Scorpio Jakarta) dalam kelas bulu yunior 6 ronde. Elly naik ring dengan berat 54 kilogram dan tidak pernah menjatuhkan lawan. Pada awal ronde keempat, tiba-tiba Eddy menolak meneruskan pertandingan. Eddy kalah berdiri di atas ring GOR Satria Kinajungan, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Minggu, 12 Desember 1981.
Tidak ada wartawan yang datang ke GOR Satria Kinajungan, milik Herman Sarens Soediro. Saya satu-satunya di sana, hampir 40 tahun yang lampau.
Pertandingan Sunan Amoragam versus Konstantinus Matakur dalam Big Fight XVI bersama promotor Martin Daniel tertutup. Saya di sana berdiri di pinggir ring setengah meter dari sudut biru, sudut Konstantinus Matakur.
Sukses untuk Sunan Amoragam, karena telah melewati jalan pertama sebelum menuju puncak karir yang diidam-idamkan, yaitu gelar dunia tinju.
Selain Sunan Amoragam, pada hari yang sama di tempat yang sama dan di atas ring yang sama, ada dua petinju amatir Sulawesi Utara yang melewati debut pronya dengan sukses TKO dan setengah sukses karena berakhir draw.
Di kelas menengah 4 ronde, Orlando Limahelu (Navas Manado) menang TKO ronde kedua atas M Sidiq Pamungkas (Minak Djinggo Banyuwangi).
Kelas ringan 4 ronde, Apris Kakauhe (Navas Manado) draw melawan Dwi Rajawali (Bumane Rancamaya Bogor).
Orlando Limahelu dan April Kakauhe adalah petinju yang sebelumnya bernaung di Pengprov Pertina Sulut. Orlando lolos Pra PON Ternate 2019, setelah dalam final kelas ringan kalah melawan Matius Mandiangan (DKI Jakarta).
Kepergian Orlando Limahelu dan Apris Kakauhe dari amatir ke pro melahirkan surat keberatan dari Pengprov Pertina Sulut, yang ditandatangani oleh Ketua AKBP Drs Reyno F Bangkang, M.Si, dan Sekretaris Maikel Lukas, SE. Surat keberatan ditujukan kepada pimpinan Navas Boxing Camp, Martin Daniel, yang juga promotor untuk kedua petinju.
Terlepas dari Surat Keberatan Pengprov Pertina Sulut, yang jelas tiga mantan petinju amatir telah melewati debut pro dengan dua TKO dan satu draw.
Itu merupakan perjalanan yang sukses, khususnya Sunan Amoragam dan Apris Kakauhe. Sedangkan, Orlando Limahelu perlu berpikir ulang mengingat berat badannya mencapai 72 kilogram.
Orlando Limahelu, mantan petinju RE Boxing Camp milik Richard Engkeng yang kemudian pindah ke Sario Boxing Camp Manado milik Olympian Indonesia Bonyx Saweho, seharusnya bertanding di kelas welter yunior 63,5 kilogram melawan Stevanus Tengkor. Namun berat badannya tidak mungkin turun sehingga mendadak harus mendatangkan lawan pengganti M Sidiq Pamungkas dari Minak Djinggo Banyuwangi, Jawa Timur. Sidiq tiba Jumat sore dengan bus malam, setelah semua petinju menjalani tes swab, periksa kesehatan dan timbang badan.
Sunan Amoragam di kelas bulu dan Apris Kakauhe di ringan, adalah kelas yang sangat kompetitif. Tidak sulit untuk menemukan lawan.
Beda dengan kelas menengah 72 kilogram, yang sejak era Kid Ballel hingga era Polly Pasireron, hampir tanpa persaingan. Belum ada sejarahnya kelas menengah Indonesia diisi oleh empat petinju. Kelas menengah selalu menandingkan lawan yang sama. Dia lagi dia lagi.
Polly Pasireron versus Suwarno misalnya, sampai empat kali bertanding kejuaraan Indonesia dan sekali kejuaraan OPBF. Polly-Suwarno berakhir menang-kalah-draw 3-1-1 untuk Polly.
Di tengah kering krontong prestasi tinju Indonesia, saat ini tinju pro sangat membutuhkan kehadiran petinju amatir. Semakin banyak supplay dari amatir semakin bagus untuk merebut prestasi internasional.
Tinju pro, sejak pertengahan dekade 80, telah terbukti bisa merebut gelar juara dunia. Tidak main-main dan boleh dicatat, sudah sembilan petinju Indonesia berhasil merebut gelar juara dunia dari berbagai versi:
1. Ellyas Pical, kelas bantam yunior versi IBF.
2. Tajib Albarado, kelas welter yunior versi WBF.
3. Suwito Lagola, kelas welter versi WBF.
4. Nico Thomas, kelas minimum versi IBF.
5. Chris John, kelas bulu versi WBA.
6. Mohamad Rachman, kelas minimum versi IBF dan versi WBA.
7. Daud Yordan, kelas bulu versi IBO dan kelas welter yunior versi IBA.
8. Tibo Monabesa, kelas terbang ringan versi IBO.
9. Ongen Saknosiwi, kelas bulu versi IBA.
Boleh dicatat, tinju amatir jangan terlalu mudah tergiur masuk tinju pro. Ini pesan yang harus dijaga. Apalagi di tengah ketidakpastian seperti sekarang era COVID-19 telah menghambat penyelenggaraan pertandingan tinju pro. Tidak ada pertandingan kemudian gulungtikar.
Selain masalah pandemic yang tak seorangpun bisa memastikan kapan selesai, tinju pro juga dihambat masalah keuangan. Tinju pro butuh uang besar. Untuk kejuaraan Indonesia termasuk partai tambahan, seorang promotor butuh Rp 125 juta. Kejuaraan dunia bisa 1,5 M.
Peluang petinju pro Indonesia tidak pernah mati untuk kelas-kelas bawah; dari kelas minimum hingga kelas bulu.
Petinju pro Indonesia bisa memenangkan pertandingan sekaligus menjadi juara dunia baru. Masalahnya tidak banyak orang kaya Indonesia yang mau maju sebagai promotor. Orang lebih cenderung memilih maju pilkada.
Sejak 1985, melalui kepalan kidal Ellyas Pical, sudah terbukti petinju Indonesia bisa menjadi juara dunia.
Pekan lalu, sudah terbukti tiga petinju amatir berhasil melewati debut dengan dua TKO dan satu draw.
Setelah kemenangan TKO Sunan Amoragam, siapa yang akan menyusul?
Jika Anda seorang amatir dan ingin masuk pro, simpanlah pesan berikut ini:
1. Jangan mudah percaya dengan janji gelar juara dunia.
2. Pelajari isi surat perjanjian dengan pemilik sasana atau manajer.
3. Pelajari hak dan kewajiban, termasuk pembagian uang tanding, uang hadiah, dan uang sponsor.
4. Wajib menerima termin 30% pada saat menandatangani kontrak pertandingan. Sisa 70% dilunasi setelah timbang badan melalui badan tinju atau Inspektur Pertandingan.
5. Ini yang paling penting; jangan salah memilih promotor. Hampir 85% promotor bergantung pada proposal dari pintu ke pintu.
Lima pesan tadi sangat penting. Selamat menentukan pilihan; tetap setia amatir atau selamat tinggal.
Finon Manullang
Penulis buku Memoar Tinju Profesional