Rondeaktual.com
Pekan Olahraga Nasional (PON) pertama kali dipertandingkan di Stadion Sriwedari, Surakarta, Jawa Tengah, 23 September hingga 6 Oktober 1948. Tetapi, di beberapa tulisn tentang sejarah PON, disebutkan bahwa PON pertama berlangsung 9 September 1948.
PON pertama berlangsung di tengah kecamuk perang kemerdekaan. Setidaknya ada 13 daerah yang ikut ambil bagian; Surakarta, Yogyakarta, Surabaya, Malang, Kediri, Madiun, Semarang, Pati, Kedu, Magelang, Banyumas, Bandung, dan Jakarta.
PON I/1948 Surakarta menandingkan sembilan cabang olahraga (cabor): atletik, sepakbola, bola keranjang, bulutangkis, tenis, renang, panahan, basket, dan anggar.
Cabor tinju mulai dipertandingkan pada PON IV/1957 Makassar, era Persatuan Tinju dan Gulat (Pertigu).
Pertigu lahir pada 1954 dan dipandang lebih cenderung mengangkat tinju pro sebagai anak emas.
Dua tahun setelah PON Makassar, tinju amatir memisahkan diri dari Pertigu. Ketika itu Pertigu lebih cenderung mengembangkan tinju pro, yang kemudian dikenal dengan tinju pasar malam. Setiap petinju yang naik ring mendapat bayaran. Sehingga sulit membedakan mana petinju pro dan mana petinju yang benar-benar murni amatir.
Setelah pisah dengan Pertigu, tinju amatir melahirkan Persatuan Tinju Amatir Nasional, yang kemudian berubah menjadi Persatuan Tinju Amatir Indonesia. Meski berubah, tetap disingkat sebagai Pertina. Sampai sekarang.
Bagi saya, tidak mudah untuk mendapatkan sejarah tinju PON. Namun, saya merasa beruntung –hidup memang harus selalu merasa beruntung—bisa mengenal seorang tokoh tinju paling senior dan pendiri Sasana Scorpio Jakarta bernama Kid Francis, 87 tahun.
Lewat Sasana Scorpio, Kid Francis berhasil mengantar murid tinjunya sebagai juara Indonesia, seperti; Nixon Gabriel, Daud Jordan, Ricardo Simanungkalit. Kid Francis lebih berperan di tinju pro.
Kid Francis adalah saksi sejarah tinju PON IV/1957 Makassar, khususnya Tim PON DKI Jakarta.
“Tinggal saya satu-satunya yang masih ada,” katanya di kediamannya, Jalan Kramat Pulo D/3, Jakarta Pusat.
Kid Francis lahir di Pinang, Malaysia, 12 November 1933. Ia menjadi salah satu tim PON DKI ke Makassar.
“PON pertama (Surakarta 1948), PON kedua (Jakarta 1951), dan PON ketiga (Medan 1953), tinju belum masuk. Itu saya tahu. Pada PON keempat tahun 1957 di Makassar, tinju pertama kali dipertandingkan. Saya ikut main kelas bulu mewakili DKI Jakarta. DKI ke Makassar dengan lima petinju bersama pelatih Kid Darlim, yang tinggal di Kalipasir (Jakarta Pusat). Saya pulang tanpa medali tapi saya bangga bisa menjadi bagian dari sejarah tinju PON Makassar. Saya masih ingat, ketika bertanding di Lapangan Karebosi, tiba-tiba terdengar suara bom meledak. Penonton lari meninggalkan arena pertandingan. Masing-masing orang menyelamatkan diri,” kenang Kid Francis.
PON IV/Makassar berlangsung pada 28 September hingga 6 Oktober 1957, di situlah tinju mulai dipertandingkan.
Masih menurut saksi sejarah tinju PON Makassar, Kid Francis, pertandingan tinju dipusatkan di Lapangan Karebosi, yang terletak di pusat Kota Makassar. Ada sembilan kelas yang dipertandingkan:
1. Kelas terbang ringan 48 kilogram.
2. Kelas terbang 51 kilogram.
3. Kelas bantam 54 kilogram.
4. Kelas bulu 57 kilogram.
5. Kelas ringan 60 kilogram.
6. Kelas welter ringan 63,5 kilogram.
7. Kelas welter 67 kilogram.
8. Kelas menengah ringan 71 kilogram.
9. Kelas menengah 75 kilogram.
Kalau sekarang, kata Kid Francis, tinju amatir sudah mengenal adanya kelas berat ringan dan kelas berat. Bahkan di tingkat olimpiade ada kelas berat super.
“Saya senang dan bangga bisa menjadi bagian dari sejarah tinju PON Makassar. Saya ikut bertanding tapi tidak juara. Tidak mendapat medali. Semua (Tim PON DKI Jakarta) sudah tidak ada. Saya satu-satunya saksi sejarah tinju PON Makassar yang masih hidup. Sampai sekarang saya masih tetap ingan peristiwa Lapangan Karebosi Makassar,” ujar Kid Francis. Semangat sekali.
Kisah tinju PON di Lapangan Karebosi, seperti yang disampaikan Kid Francis, mengingatkan saya pada Kejuaraan Nasional (Kerjunas) Elite 2015, yang berlangsung di Lapangan Karebosi.
Di sana, di Lapangan Karebosi, yang paling saya ingat adalah peristiwa kontroversial yang memicu kemarahan penonton. Pertandingan sempat dihentikan selama beberapa menit, sebelum memasuki partai berikutnya.
Maluku Utara melancarkan protes atas keputusan yang mematahkan langkah Sunan Amoragam melaju ke pertandingan semifinal kelas terbang.
Melalui Ketua Pengprov Pertina Maluku Utara, Djasman Abubakar, Maluku Utara menyatakan menarik diri dari Kejurnas Elite 2015.