Rondeaktual.com
Sasana tinju Bima Sarinah milik H. Robert Firdaus di Karet Tengsin, Tanah Abang, Jakarta Pusat, dilengkapi fasilitas yang bagus. Kondisi tersebut sangat memungkinkan untuk melahirkan juara.
Sasana Bima Sarinah mempunyai ring dan berbagai peralatan tinju. Dipergunakan setiap hari. Semua disediakan oleh sang pemilik sasana, H. Robert Firdaus, yang juga sebagai Ketua RW di Karet Tengsin.
Di sana ada dua nama yang sudah tidak asing lagi di dalam pertinjuan nasional. Keduanya adalah Erwin Tobing dan Kris Wuritimur dan ditambah Beneditto Sihite yang sedang diorbitkan untuk menjadi asisten pelatih.
Insan tinju pasti mengenal Erwin Tobing dan Kris Wuritimur.
Erwin adalah mantan petinju amatir dari Sarinah Jakarta, salah satu sasana tinju paling bergengsi pada tahun 80-an. Erwin menjadi tim inti DKI Jakarta, yang bertanding di kelas welter sampai kelas menengah pada era Tinju Bulanan di Jakarta, yang diperkenalkan oleh mendiang Boy Bolang.
Kris Wuritimur beda lagi. Kris adalah petinju profesional dari Gemindo Boxing Camp, yang bermarkas di Sentiong, Jakarta Pusat. Kris pernah menjadi juara Indonesia kelas bulu yunior dan sudah pengalaman bertanding keluar negeri era matchmaker mendiang Willy Lasut.
Dalam dua tahun terakhir ini, Erwin Tobing dan Kris Wuritimur menjadi pelatih Bima Sarinah, yang memiliki petinju semuanya anak sekolahan. Hampir 15 petinju usia dini, putra dan putri. Tidak ada petinju jadi. Semua dilatih dari nol. Semua mendapat dukungan dari orangtua masing-masing. Ada yang datang dari Karet Tengsin dan sekitarnya. Ada yang dari Rawamangun, dan datang dengan busway.
Lantas, bagaimana cara melatih anak sekolahan? Menurut Erwin Tobing dan Kris Wuritimur, tidak boleh ada marah dan tidak boleh membentak.
“Dulu, kalau saya melatih petinju harus dengan suara lantang. Membentak itu sudah kebiasaan sehari-hari. Sekarang beda. Kita menangani anak-anak yang masih sekolah. Kita tidak boleh membentak mereka. Namanya anak kecil, ya kita harus mengajak mereka bercanda. Bergurau itu bagus, tetapi kita dari awal sudah mengajari mereka bagaimana bertanggung jawab. Disiplin harus kita tanamkan sejak awal. Datang tepat waktu itu merupakan bagian dari disiplin,” kata Erwin Tobing, mantan juara nasional dan peraih medali perak kelas welter PON Jakarta 1985.
Pelatih Kris Wuritimur, mantan petinju profesional juara Indonesia kelas bulu yunior, tidak berdeda jauh dengan Erwin Tobing.
”Saya tidak pernah membentak mereka, karena saya sayang. Kalau dibentak, bisa kabur semua,” kata Kris Wuritimur, yang mengaku pernah memarahi murid tinjunya. “Pernah salah arahan, ketika apel mereka bercanda. Kita jelaskan bahwa itu salah. Mereka mengerti,” ujar Kris Wuritimur.
Kris Wuritimur datang sebagai pelatih pada hari Senin, Rabu, dan Jumat. Erwin Tobing datang setiap hari.
“Saya di sini setiap hari, terutama sore. Itu pasti. Latihan dari Senin sampai Jumat. Sabtu dan Minggu libur. Kalau Bung Kris datang tiga kali seminggu. Dia kerja, jadi harus bisa atur waktu. Kalau saya kan pegangguran. Kerjanya hanya pelatih,” sambil bergurau Erwin Tobing menjelaskan.
Begitu banyak anak sekolahan yang berlatih tinju di Bima Sarinah Karet Tengsin.
Bagi Erwin Tobing dan Kris Wuritimur, adalah tantangan ke depan bagaimana mengantar mereka menjadi atlet tinju untuk provinsi DKI Jakarta.
Erwin Tobing dan Kris Wuritimur dan berharap Pengprov Pertina DKI Jakarta mau memperhatikan petinju usia dini.
“Harapan kami, Ketua Pertina DKI (Hengky Silatang) yang baru terpilih aklamasi bisa menyelenggarakan pertandingan tinju tingkat pelajar. Regenerasi harus dimulai dari yang paling bawah. Itu pendapat saya,” kata Erwin Tobing.
Ditanya target, dengan tegas Erwin dan Kris menyebut petinju Bima Sarinah harus bisa menjadi atlet tinju yang terdaftar di PPOP Provinsi DKI dan menjadi tim DKI.
Setiap petinju yang masuk PPOP, mendapat jaminan sekolah sampai SMA. Jaminan makan dan tempat tinggal serta uang saku bulanan Rp1.500.000. Sangat menggiurkan. Petinju PPOP targetnya adalah Pekan Olahraga Pelajar Nasional (POPNAS), yang diselenggarakan setiap dua tahun.
H. Robert Firdaus, selaku pembina, menyatakan sudah siap mendukung program Pertina untuk masa depan yang lebih baik.
“Saya sangat siap, walaupun saya tahu membina tinju itu butuh uang besar. Saya ingin setiap wilayah di DKI mau menjalankan pembinaan tinju usia dini. Jangan saya sendiri. Ada Pertina Kota Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Jakarta Utara, Jakarta Timur. Ayo, bareng-bareng membina tinju. Kita harus bisa menghentikan adopsi atlet maupun pelatih dari luar DKI. Jakarta pusatnya mantan petinju. Banyak pelatih yang bisa melahirkan atlet bagus,” imbuh H. Robert Firdaus. (finon manullang)