Rondeaktual.com
Pertemuan mantan petinju –diprakarsai Keluarga Besar Tinju Indonesia (KBTI)—berlangsung di Jalan Pahlawan Revolusi, Jakarta Timur, Minggu, 19 Desember 2021.
Saya di sana dan mendapat cerita tentang suap (petinju membayar lawannya sendiri untuk kalah) cerita tentang latih tanding Ellyas Pical seharga seratus ribu per ronde, yang disampaikan dengan gembira oleh Refly Suit, mantan petinju kelas bulu sasana Arseto Jakarta.
Pengalaman para mantan petinju tak akan pernah habis. Selalu ada yang baru dan enak didengar.
Kisah atau ungkapan mantan petinju menjadi salah satu kekuatan dalam setiap acara pertemuan mantan petinju gagasan KBTI, yang berdiri pada 5 November 2017.
Cerita suap yang terungkap dalam pertemuan Minggu sore sangat menarik, meski kasus tersebut sudah lama dan sudah sering dibahas.
Suap dalam partai kejuaraan Indonesia gelar lowong terjadi dua tahun silam dan suap di pertandingan non gelar yang berlangsung sehari sebelum pertemuan mantan petinju.
Di tengah keterpurukan tanpa prestasi dunia, tinju pro Indonesia telah dirusak oleh petinju itu sendiri.
Cerita suap dalam kejuaraan Indonesia sudah terdengar luas di sekitar ring tempat latihan bersama di Bulungan, Jakarta Selatan. Seorang petinju sengaja membayar lawannya sendiri untuk kalah.
Dalam pertemuan mantan petinju, Refly Suit bercerita tentang bagaimana membantu persiapan Ellyas Pical untuk menghadapi juara dunia WBA kelas bantam yunior Kaosai Galaxy dari Thailand.
“Saya dulu di Cibubur menjadi sparring partner untuk Ellyas Pical dan dibayar,” kata Refly Suith, berbicara di hadapan para mantan petinju. Ada Syaripudin Lado, Alex Muaya, Hari Hutagalung, Pieter Tobias Pattiasina, Yopy Benu, Chris Wuritimur, John Manusiwa, dan masih banyak, termasuk istri para mantan petinju.
Sebelum menghadapi Kaosai Galaxy, Elly melakukan la4tih tanding. “Kami ada empat orang (Refly menyebut satu-satu nama petinju yang menjadi mitra latih tanding Ellyas Pical). Pelatnas mengirim satu petinju, jatuh. Masuk lagi yang lain, jatuh. Masuk yang ketiga, jatuh. Saya orang keempat dan saya harus menyelesaikan sparring sepanjang 15 ronde. Waduh, bagaimana ini. Semua jatuh. Tinggal saya sendiri,” Refly berhenti sejenak dan memegang dahinya, seakan berpikir. “Pertama, plek plek plek, jatuh. Kedua, plek plek plek, jatuh. Ketiga, plek plek plek, jatuh. Pelatih Kuntadi (Djajalana) bilang; “Kamu harus hadapi Elly”. Enteng Tanamal juga bilang begitu, harus banyak sparring. Ya sudah, karena ini tinju pro, no money no fight, saya masuk. Satu ronde dibayar seratus ribu. Di tahun itu uang segitu gede,” ujar Refly Suit. Orang-orang tertawa dan berteriak: “Mantap. Ada dooong.”
Refly, kidal asli, harus menyelesaikan sisa 13 ronde lagi. “Pikiran saya cuma satu itu; no money no fight. Seratus ribu satu rode, saya hadapi Elly. Ke mana dia, saya ikuti terus. Saya tempel ketat dan selesai sampai habis ronde. Seratus ribu kali 13 ronde, cukup lumayan besar. Itulah tinju pro. Karena di bayar, saya berusaha untuk mendapatkannya.” Kalau gratis sudah pasti tolak.
Itu cerita Refly Ruit tentang latih tanding dengan Ellyas Pical. Refly menyampaikan perasaannya sangat senang mengikuti pertemuan KBTI.
“Terima kasih, kita semua masih sehat-sehat. Angkatan kita sudah banyak yang berangkat,” ujarnya. Sedih.
Pertarungan kejuaraan dunia WBA kelas bantam yunior antara Kaosai Galaxy (Thailand) dengan Ellyas Pical (Indonesia) berlangsung di lapangan sepakbola Stadion Utama Senayan, Jakarta, 28 Februari 1987. Pada ronde 14, Galaxy menjatuhkan Ellyas Pical dan mempertahankan gelar juara dunianya.
Selain Refly Suit, seorang petinju yang baru saja bertanding, bercerita tentang kekalahannya. Jujur dia mengaku sengaja tidak mau meneruskan upper cut ke bagian rusuk lawan karena sudah ada yang menjanjikan dia harus kalah.
“Kalau saya teruskan, bisa kehilangan uang,” katanya.
Seorang mantan Inspektur Pertandingan yang sudah berhenti dari Asosiasi Tinju Indonesia (ATI), langsung menanggapi dan mengingatkan lain kali jangan lagi melakukannya.
“Jangan merusak tinju dengan cara-cara yang tidak sehat,” katanya.
Suap dalam permainan tinju memang bukan cerita baru. Seorang mantan petinju yang hadir di acara rutin KBTI, mengaku ikut mempersiapkan petinjunya yang dibayar untuk kalah.
“Dia bayar promotor untuk menggelar partai kejuaraan Indonesia. Dia bayar lawannya untuk kalah,” kata mantan petinju itu, beberapa saat sebelum meninggalkan pertemuan Minggu sore.
Dari cerita yang disampaikan para mantan petinju, suap tidak hanya terjadi dalam partai kejuaraan Indonesia. Di partai non gelar juga terjadi.
Suap dalam tinju pro dengan cara membayar lawannya sendiri untuk kalah, tidak pernah berakhir dengan angka (habis ronde). Tidak pernah KO (jatuh kena pukulan mematikan atau pukulan berat). Selalu ditutup dengan jatuh kemudian pura-pura setengah pingsan atau pura-pura kehabisan bensin lalu duduk loyo di sudutnya dan menolak ronde berikutnya.
Permainan suap versi membayar lawan sendiri untuk kalah sangat mudah dibaca. Janggal, atau terlihat tidak biasa dalam permainan tinju.
Pemenangnya sudah pasti 100% TKO alias lawan sengaja memilih menyerah. Tujuannya ada dua; antara mendapatkan harga diri melalui sabuk yang direbutnya dengan cara membayar lawan untuk kalah, atau mendapatkan rekor ijo.
Petinju yang menang (rekor ijo) bisa laku di luar negeri dan harganya pasti mahal. Petinju yang kalah (rekor merah), kalaupun laku harganya murah. (finon manullang)