Rondeaktual.com
Hampir pukul enam sore, saya dan petinju Kera Ngalam Hero Tito—tiba di pekarangan tempat latihan juara WBC International light flyweight Tibo Monabesa, Rabu, 16 Februari 2022.
Lokasinya di pinggir jalan besar Taman Palem Mutiara Boulevard, Cengkareng, Jakarta Barat. Dari luar terlihat mewah. Kelas satu di sana.
Setelah memarkirkan sepedamotornya, Hero Tito menuju pintu masuk dan permisi kepada seorang Satuan Pengamanan (Satpam). Samar-samar, dari jarak dua meter, saya mendengar Hero Tito menjelaskan kepada Bapak Satpam bahwa ada wartawan yang akan masuk untuk meliput latihan Tibo Monabesa.
Saya agak terkejut. Bisa-bisanya Hero Tito mengenalkan saya sebagai wartawan kepada Bapak Satpam itu. Padahal, saya baru sekitar 10 menit yang lalu mengenal Hero Titro di ruang kantor promotor Armin Tan, Golf Lake Residence, Cengkareng.
Sebelumnya, saya hanya mengenal Hero Tito sebagai petinju “Kera Ngalam” dan beberapa kali meliput pertandingannya. Kami belum pernah berkenalan langsung.
Tetapi, kera ngalam (baca dari belakangan), memang begitu bawaannya. Cepat akrab ramah dan Hero Tito salah satu orangnya.
Mungkin karena senang dan bersemangat, Hero Tito langsung mengenalkan saya sebagai wartawan kepada Bapak Satpam tadi.
Akibatnya hampir saja berantakan. Bapak Satpam itu langsung mencegah. Saya dilarang masuk.
“Wartawan dari mana?” Nadanya kasar sekali. Dia berdiri persis di depan saya, sebagai pagar untuk menghalangi masuk.
“Bukan. Aku bukan wartawan.” Saya membantah Bapak Satpam itu.
Seumur hidup, secara spesifik saya tidak pernah memperkenalkan diri sebagai wartawan, kecuali ketika ditangkap akibat salah jalan. Biasanya langsung minta maaf dan menyebut dari pers, pasti bebas alias tidak memeriksa kelengkapan surat-surat berkendara. Pak Polisi selalu mengampuni orang yang mau mengakui kesalahannya.
“Kalau wartawan mau meliput harus ada surat dari pimpinan kami.” Bapak Satpam itu menjelaskan.
“Aku ke sini cuma mau tengok Tibo latihan. Mau ambil gambarnya. Aku sudah izin kepada manajer Tibo.” Saya menjelaskan.
“Tidak bisa,” sergahnya.
Saya menatap Bapak Satpam itu. Ingin rasanya menumbuk mukanya sampai bengkok. Untung cepat berpikir kalau saya bukan tiga puluhan lagi. Umur sudah di ujung. Sudah pas-pasan dan yang masih tersisa dalam hidup ini tinggal satu; semangat menulis untuk tinju tak pernah padam.
‘Ya sudah gapapa,” saya mengalah dan mundur. Untuk apa pula bertengker.
“Tunggu sebentar. Saya lapor manajer.” Bapak Satpam itu pergi ke dalam.
Hero Tito segera menghubungi Tibo Manabesa, yang sudah mulai berlatih di dalam gym super mewah itu. Tak lama Tibo datang dan cepat-cepat menarik tangan saya. Kami masuk.
Tibo latihan di lantai tiga. Tempatnya bukan saja bagus dan mewah tetapi wangi. Gym itu tempat orang-orang kaya berlatih kebugaran, yang dikenai aturan per visit Rp 250 ribu.
Desember 2021, Armin Tan sudah menjelaskan kepada saya, bahwa tempat itu akan dikontrak selama tiga bulan untuk persiapan Tibo mempertahankan gelar WBC International. Tibo ditantang Jayson Vyson (Filipina), 12 ronde di Jakarta, Minggu, 27 Februari 2022.
Berada di tempat latihan Tibo, saya bertemu Andika Sabu (petinju Mirah Bali milik Zainal Tayeb), Faisal Panjaitan (petinju empat rondean), Defry Palulu (juara WBC Asia kelas bulu super). Tak lama datang Armin Tan (promotor, manajer, pelatih, Tibo Monabesa), Zulfrend Eddy Saragih (pelatih yang menangani juara muaithai untuk debutnya di tinju pro).
Seperti janji saya kepada Tibo Monabesa, saya mengambil gambarnya ketika latih tanding dengan Andika Sabu dan Hero Tito. Sama sekali tidak mengganggu.
Pukul sembilan malam lebih sepuluh menit dan semua lampu sudah dipadamkan, kami (saya, Zulfrend, Armin Tan, dan seorang pelatih MMA dari Kalapa Gading) meninggalkan gedung tempat latihan Tibo Monabesa. Di luar hujan.
Bapak Satpam tadi masih setia di ujung pintu masuk. Setelah menerima selembar uang tip dari salah satu rombongan kami, Bapak Satpam itu menempuk-nepuk punggung saya dan bicara begini: “Saya minta maaf ya.”
Saya diam saja dan pergi dari sana. (Finon Manullang)