Rondeaktual.com
Tinju pro Indonesia sekarang sedang ambruk. Tidak ada gelar juara dunia. Tidak ada pertandingan. Tetapi, entah mengapa, Indonesia sekarang sudah memiliki enam badan tinju.
Untuk apa? Untuk mengawasi pertandingan, jika pertandingan ada.
Memiliki enam badan tinju, Indonesia memegang rekor dunia menjadi negara satu-satunya dengan enam badan tinju.
Jepang, yang setiap tahun bisa melahirkan dua sampai lima juara dunia, hanya mengakui adanya Komisi Tinju Jepang (JBC).
Pada awalnya, tinju pro Indonesia hanya mengakui Komisi Tinju Indonesia (KTI), yang berdiri pada tahun 1970, setelah 10 tahun dibekukan oleh pemerintah.
Sebelum KTI lahir, tinju pro berada di bawah pengawasan Persatuan Tinju dan Gulat (Pertigu). Akhirnya Pertigu dibubarkan.
Pada tahun 1959, tinju amatir mendirikan Persatuan Tinju Amatir Nasional (Pertina), yang kemudian menjadi Persatuan Tinju Amatir Indonesia dan tetap disingkat Pertina.
Setelah 27 tahun perjalanan KTI, akhirnya muncul badan tinju baru, karena tidak puas. Merasa tidak puas, muncul lagi badan tinju lain. Tidak puas, lahir lagi yang baru. Masih tidak puas, lahir lagi yang baru. Terakhir (untuk sementara) lahir Dewan Tinju Indonesia (DTI).
Tidak ada yang bisa menjamin cukup sampai di sini. Cukup enam organisasi tinju pro. Bila tidak puas, bukan tidak mungkin muncul lagi badan tinju baru. Bisa jadi akan begitu terus, tanpa pernah melahirkan kesepakatan bersama; mari kita bergabung kembali menjadi satu untuk lebih kuat.
6 BADAN TINJU
1. Komisi Tinju Indonesia (KTI), tertua. Ketua Umum Anthon Sihombing.
2. Asosiasi Tinju Indonesia (ATI), tertua kedua. Ketua Umum Manahan Situmorang.
3. Komisi Tinju Profesional Indonesia (KTPI), tertua ketiga. Ketua Umum Ruhut Sitompul.
4. Federasi Tinju Indonesia (FTI), tertua keempat. Ketua Umum Hasurungan Pakpahan.
5. Federasi Tinju Profesional Indonesia (FTPI), tertua kelima. Ketua Umum Neneng A Tuty.
6. Dewan Tinju Indonesia (DTI), tertua keenam. Ketua Umum Milasari Anggraini.
Dari enam badan tinju, semua mengklaim sebagai yang terbaik, kecuali DTI yang masih baru dan semoga ke depan tidak ikut-ikutan mempromosikan diri sebagai yang terbaik.
Di Indonesia, tidak ada badan tinju yang mau mengakui kalau keberadaannya salah. Meski tidak pernah meliris peringkat bulanan (monthly ratings), tetap saja mengaku sebagai yang terbaik. Meski petinju tidak pernah memiliki peringkat, tetap saja mendapat izin bertanding untuk kejuaraan Indonesia.
Banyak pelanggaran. Promotor yang kerjanya hanya berbohong bisa mendapat izin menggelar pertandingan. Gampang sekali. Akibatnya petinju menjerit karena tidak dibayar. Promotor abal-abal. Wasit/hakim juga mengeluh karena tidak menerima honor.
Cukup itu yang terakhir dan semoga tidak terulang kembali. Keledai tidak jatuh di lubang yang sama sampai dua kali. (finon manullang)
[youtube-feed]