Rondeaktual.com – Coretan Finon Manullang
Saya selalu bersyukur, bahwa saya masih seperti dulu. Masih suka keliling dari ujung ke ujung, dari hulu sampai ke hilir, untuk mencari sahabat di tengah pertandingan tinju yang sedang berlangsung. Ternyata, sekali lagi, saya belum berubah.
Saya melakukannya di bawah terik matahari yang menyengat kulit, ketika meliput pertandingan tinju amatir Piala Bang Japar di Kota Tua, Jakarta, Minggu, 25 September 2022.
Kebiasaan “keliling dari ujung ke ujung mencari sahabat tinju” menghasilkan pertemuan dengan sejumlah nama terkenal. Siapa saja, berikut datanya.
1. AZADDIN ANHAR
Azaddin Anhar adalah orang pertama yang sengaja saya jumpa dan saya salami, sekitar sepuluh meter dari ring tinju.
Azaddin memakai topi, menyamarkan usianya yang sudah 62 tahun. Membiarkan rambut putih tumbuh tidak merata di bagian mukanya.
Di sebelah Azaddin –belakangan saya memanggil beliau sebagai Ayah—ada Husni Ray, yang namanya juga tidak kalah tenar. Husni sebagai pemegang medali emas kelas pin Piala Presiden RI. Husni orang Indonesia pertama tampil dalam kejuaraan dunia WBO strawweight melawan Rafael Torres (Repubik Dominika) di Istora Senayan, 31 Juli 1990. Apa boleh buat, Husni kalah angka dua belas ronde.
Azaddin dan Husni adalah sarjana muda AMI-ASMI Jakarta, atas kemurahan hati mendiang Benny Tengker, yang memberikan bea siswa. Itu luar biasa.
Setelah bercakap-cakap dan saya bergurau “jangan kawin lagi”, Azaddin saya ajak menjumpai Ketua Pengprov Pertina DKI Jakarta, Hengky Silatang, duduk paling depan.
Azaddin menyalami Hengky Silatang. “Kenalkan, ini petinju top,” kata Hengky kepada tamu-tamu terhormat yang ada di sana.
Azaddin memang petinju top awal dekade 80-an. Tahun 1981, Azaddin (ketika itu pelajar SMA kelas 2 di Aceh, bertanding di kelas layang atau kelas terbang ringan) bersama Poerwanto (Jawa Tengah, kelas bulu), dan Sonny Siregar (Sumatera Utara, kelas ringan) merebut medali emas di Italia. Prestasi itu sangat luar biasa dan tidak pernah terulang oleh petinju Indonesia lainnya. Sampai sekarang sudah 41 tahun, hanya tiga nama itu –Azaddin Anhar, Poerwanto, Sonny Siregar—yang pernah merebut medali emas di Italia.
Di tinju pro, Azaddin adalah juara Indonesia dan juara IBF Intercontinental. Di pertandingan dunia gelar IBF light flyweight bersama pelatih Ferry Moniaga dan promotor Kurnia Kartamuhari, Azaddin kalah melawan Jum Hwan Choi (Korea Selatan) di Istora Senayan, Minggu, 9 Agustus 1987.
2. ADIBAR BARAHAMA
Di bawah tenda yang panas, saya duduk di samping pelatih Adrianus Manopo, sambil menikmati donat, yang diberikan istrinya yang baik hati. Mereka datang membawa bekal. Ada nasi dalam termos supaya tidak dingin, laukpauk, air minum, sendok dan garpu. Mirip kedai nasi. Inovatif sekali.
Putri mereka, Wara Serda Alfianita Manopo duduk di kursi belakang, baru saja mengalahkan Ratnasari Devi (DKI Jakarta).
Di depan kami, ada Adibar Barahama, tidak banyak bicara. Dia tidak pernah pamer sebagai mantan juara Indonesia, yang banyak menghasilkan kemenangan.
Adibar hanya bicara singkat: “Kami (dengan Adrianus Manopo) tetangga di Bekasi.”
Saya menjadi teringat, Adibar Barahama pernah sengaja ditebang dan kalah split menyakitkan di GOR Pulosari Malang. Itu akibat ulah dua hakim tinju yang bermain mata dengan petaruh. Seharusnya menang ditulis kalah.
Tinju pro kita, salah satunya rusaknya di situ. Hakim tinju suka mengeluarkan “angka-angka setan”, yang menang menjadi kalah.
3. ASEP SULAIMAN
Ketika berjalan dari hulu ke hilir, tiba-tiba ada yang memanggil saya. Saya berhenti. Melihat dan saya tidak mengenalinya. Lelaki yang memanggil tadi berdiri dan mendatangi saya di luar tenda. Panasnya minta ampun.
Kami salaman, dan sekali lagi, saya tidak mengenal beliau. “Asep,” katanya.
Rupanya Asep Sulaeman, mantan produser tinju Round to Round Fight yang sangat terkenal itu.
“Saya sudah enam tahun pensiun,” kata beliau dan sedang mengurus kartu gratis busway. Kemudian menjelaskan sekarang menulis di sebuah online.
Ciri-ciri wartawan sejati memang begitu; sepanjang hidupnya tidak akan pernah berhenti untuk menulis.
4. BERTHA KOBA
Secara khusus saya mencari Bertha Koba, petinju cilik yang umurnya belum enam tahun. Sayang hanya jumpa pelatihnya Soleman Kosat dan Belle Koba, orangtua Bertha.
Lima menit kemudian, seseorang memegang tangan saya. Ternyata si gadis cilik Bertha Koba. Saya menyalami dan mencubit pipinya.
5. ORLANDO LIMAHELU
Jelang makan siang, saya jumpa Orlando Limahelu dan petinju pro lainnya. Orlando adalah petinju kidal yang sekampung dengan legenda Ellyas Pical di Saparua. Saya ikut membawa Orlando dari Saparua ke Jakarta untuk tujuan tinju.
Itu tahun 2011, ketika Orlando berusia 16 tahun. Sekarang Orlando sudah menyandang gelar juara Indonesia kelas welter yunior. Dia bergabung dengan promotor Martin Daniel dan pelatih Jito Armando.
6. KELUARGA HENGKY SILATANG
Seandainya tidak melihat-lihat siapa saja yang hadir di Kota Tua, mungkin saya tidak pernah menyalami Rosly Simanjuntak, yang duduk di barisan belakang kursi utama penonton.
Setelah itu bertemu Sakhila Silatang dan terakhir Alando Silatang, di tenda kopi.
Rosly adalah istri Ketua Pengprov Pertina DKI Jakarta, Hengky Silatang. Sementara, Shakila dan Alando, adalah putri dan putra mereka. Dua anak, keluarga bahagia.
7. FADLI SIREGAR
Di tengah tenda yang besar dan banyak orang, saya menjumpai Fadli Siregar, sedang tiduran. Di sebelahnya seorang wanita. Entah istrinya atau tunangannya, Fadli tidak mengenalkannya kepada saya.
Fadli Siregar pernah dekat denagn tim tinju amatir DKI. Sejak PON XX Papua bubar, Fadli memilih jalan lain untuk membina petinju-petinju muda di sebuah Universitas di Rawamangun.
Good Job kang Finon Manullang