Rondeaktual.com
Kami (saya dan seluruh tim tinju amatir Indonesia yang akan mengikuti seri kejuaraan dunia di Maroko dan wartawan peliput olahraga tinju Hari Bukhari serta kru tvOne), berada di Gedung Komite Olimpiade Indonesia (KOI), Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Senin, 30 Januari 2023.
Kami sedang mendengarkan curahan hati (curhat) Ketua KOI, Raja Sapta Oktohari, yang duduk di depan menghadap kami. Oktohari bersama Ketua Umum PP Pertina Mayjen TNI (Purn) Komaruddin Simanjuntak di sebelah kanan dan manajer cabor tinju SEA Games Kamboja 2023 Hengky Silatang di sebelah kiri. Saya duduk agak jauh, sekitar tujuh meter dari Oktohari.
Oktohari, Ketua KOI, adalah kelahiran Jakarta, 15 Oktober 1975. Lelaki pengusaha itu memulai curhatnya dengan menyebut Ellyas Pical.
“Saya ikut tinju pada era Ellyas Pical menjadi juara dunia,” kata Oktohari, yang kemudian menyebut sejumlah nama besar dalam pertinjuan Indonesia, seperti Daud Yordan (juara dunia IBO kelas bulu dan juara dunia IBA kelas welter yunior), Chris John (juara dunia WBA kelas bulu), dan yang terakhir Ongen Saknosiwi (juara dunia IBA kelas bulu).
Bagi saya, curhatan Oktohari sangat menarik, karena penuh dengan rasa rindu pada era kejayaan tinju pro Tanah Air. Sekarang tinju pro kita setengah tenggelam dan tidak memiliki juara dunia lagi.
Ketika Ellyas Pical merebut gelar juara dunia IBF kelas bantam yunior melalui kemenangan KO pada ronde kedelapan yang sangat bersejarah atas juara Ju Do Chun di Istora Senayan, Jakarta, 3 Mei 1985, Oktohari berusia tujuh tahun.
Oktohari tidak pernah naik ring, tetapi berlatih tinju dengan sungguh hati, sehingga sangat mengerti permainan termasuk manajemen tinju.
Oktohari menjadi promotor untuk sejumlah pertandingan besar kejuaraan dunia Chris John, Daud Yordan, dan Ongen Saknosiwi.
Pada tahun 2018, Oktohari memilih berhenti sebagai promotor, setelah mengantar Hebi Marapu dan Ilham Leoisa merebut gelar WBC Asia, yang berlangsung di pusat belanja terkenal Cilandak Town Square (Citos), Cilandak, Jakarta Selatan, 10 Maret 2018.
Oktohari mencetak rekor sampai empat kali menerima perhargaan dari badan tinju dunia. Itu menjadi rekor yang tak tersamai oleh siapa pun.
Salah satu pertandingan yang sangat spektakuler ketika Oktohari menjadi promotor untuk kejuaraan dunia WBA kelas bulu antara juara Chris John (Indonesia) melawan penantang Daud Yordan (Indonesia).
Itu pertandingan tinju yang sangat bersejarah bagi olahraga Indonesia. Untuk pertama kali dua petinju Indonesia bertanding di atas ring yang sama untuk memperebutkan gelar juara dunia, yang berlangsung di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta, 17 April 2001.
Pertandingan berjalan ketat tanpa knock down. Chris John mematahkan ambisi Daud Yordan, setelah menang melalui unanimous decisioan dua belas ronde. Chris John mempertahankan gelar WBA Super kelas bulu.
“Saya salah satu yang mencintai tinju,” kata Oktohari, kemudian menyebut dirinya pernah sampai dua kali Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Sport Sepeda Indonesia atau PB ISSI. Tidak heran, kalau sepeda merupakan olahraga favorit Oktohari.
Bila olahraga pagi dengan cara bersepeda di sekitar Gelora Bung Karno, sudah pasti Oktohari bersama Hengky Silatang. Hengky Silatang sendiri memiliki sepeda bagus yang disimpan di depan meja kerjanya di Senayan.
Banyak curhatan Oktohari yang menarik. Ia juga sering menyebut Daud Yordan. “Jam tiga pagi Daud Yordan telepon saya dari Meksiko. Bang, saya tidak bisa tidur, kata Daud. Saya tanya, ada apa? Daud bilang di bawah ada diskotek. Suara musiknya sangat mengganggu.” Rupanya itu bagian dari terror atau taktik liar promotor untuk menggangu tidur petinju Indonesia.
Daud Yordan, seperti dalam curhatan Oktohari, hampir mirip Mike Tyson. “Brak, brak, brak. Maunya KO. Padahal, KO itu bonus. Pelan-pelan Daud merubah cara bertinju dan dia berhasil,” ujar Oktohari.
Oktohari berhasil membawa Daud Yordan ke berbagai pertandingan dalam dan luar negeri. Bahkan Oktohari masih terus support Daud hingga tahun 2024. Oktohari terang-terangan mendorong Daud Yordan terjun ke panggung politik. Daud sudah memutuskan akan terus bertinju hingga tahun 2024, kemudian terjun ke politik dan menggantungkan sarung tinju. Daud akan memulai karir politiknya di daerah asalnya, Kalimantan Barat.
Pada acara pelepasan tim tinju Indonesia ke Maroko, Oktohari mengingatkan agar jangan pernah menjadi orang yang sombong. “Sekali saja kau sombong, maka habislah karir tinjumu.”
Oktohari berharap banyak, di tangan Ketua Umum PP Pertina Komaruddin Simanjuntak, tinju amatir bisa bangkit dari ketinggalannya.
“Angkat besi dan tinju mau dicoret. Tapi sekarang, sejak dipegang Pak Komaruddin, tinju terangkat lagi.”
Oktohari ingin melihat ada petinju Indonesia yang bertanding di Olimpiade XXXIII/2024 Paris, yang dijadwalkan berlangsung pada 26 Juli hingga 11 Agustus 2024. Olimpiade merupakan ajang olahraga internasional utama atau tertinggi, yang diselenggarakan setiap empat tahun.
Sepanjang sejarah olimpiade, belum ada petinju Indonesia yang berhasil merebut medali. Prestasi petinju Indonesia masih sebatas “delapan besar”, yang diperlihatkan Ferry Moniaga kelas bantam, mendiang Alberth Papilaya kelas menengah, dan La Paene Masara kelas terbang ringan.
Sementara, sudah lima kali olimpiade berlangsung tanpa petinju Indonesia. Itu akibat kekuatan tinju Asia bergeser drastic sejak negara pecahan Uni Soviet seperti Uzbekistan dan Kazakhstan bergabung dengan Asia. Bukan hanya petinju Indonesia yang pontang-panting, tetapi petinju dari Filipina dan Thailand, ikut tercabik-cabik.
Bonyx Saweho (Sulawesi Utara) adalah petinju Indonesia terakhir yang tampil di olimpiade. Bonyx didampingi pelatih Wiem Gommies, bertanding untuk kelas terbang Olimpiade XXVIII/2004 Athena, Yunani.
Pada pertandingan pertamanya, Bonyx tersingkir 19-25 di tangan Andrezej Rzany (Polandia). Sementara, empat petinju yang meraih medali kelas terbang Olimpiade Athena 2004 adalah:
1. Yuriorkis Gamboa (Kuba), medali emas.
2. Jerome Thomas (Prancis), medali perak.
3. Fuad Aslanov (Azerbaijan), medali perunggu.
4. Rustamhodza Rahimov (Jerman), medali perunggu.