Rondeaktual.com
Mantan petinju dan mantan manajer Extra Joss Boxing Camp Jakarta, Waris Susanto, 62 tahun, pulang kampung.
Di Malang, Jawa Timur, Waris membangun sasana tinju bernama Gamp, yang ditangani pelatih legenda tinju Malang, Monod dan Sukirno.
“Gamp adalah kepanjangan dari Gabungan Mantan Petinju Malang,” kata Waris, yang sudah memutuskan menetap di Malang, kota asalnya.
Waris, pensiunan Marinir, membangun sasana tinjunya di daerah Rampal. Di sana, Waris membuka usaha cuci mobil. Uang dari hasil cuci mobil pergunakan untuk mendirikan sasana tinju.
“Kami di Malang, sangat membutuhkan sasana tinju. Gamp Boxing Camp akan menjadi pusat latihan bagi sasana tinju yang ada di Malang dan sekitarnya. Dari sini akan lahir juara dunia, itu cita-cita. Kita harus berani bermimpi yang tinggi-tinggi agar lebih semangat.”
GAMP Boxing Camp Malang, selain memiliki ring tinju sendiri, juga akan memiliki kamar-kamar untuk penginapan petinju.
“Kalau calon atlet tinggal di sasana, maka dia bisa mendapat latihan yang lebih baik. Mess menyediakan dapur. Kita tidak beli makanan di luar, karena mahal. Masak sendiri, lebih murah, lebih bersih dan lebih sehat,” kata Waris, yang memiliki pengalaman panjang dalam mengurus petinju miliknya di Jakarta.
Dalam waktu dekat, Waris akan ke Jakarta untuk belanja peralatan tinju. Di Malang tersedia, tetapi menurut Waris, harganya juga tinggi.
Selain mengurus tinju, Waris Susanto juga ikut mengurus sepakbola di Malang. Ikut membenahi PSSI.
GAMP Boxing Camp diharapkan bisa membuka kembali era tinju pro yang pernah terjadi di Malang. Banyak sasana dan banyak bintang tinju yang hebat petinju di Malang seperti; Wongso Suseno, Johny Mangi, Didik Mulyadi, Kid Hasan, Agus Panjaitan, Joko Arter, Thomas Americo, Juhari, Solikin, Monod.
Menurut Waris, pelatih tinju yang ada di Malang akan diberdayakan dan berharap mampu melahirkan atlet yang bagus. Tidak perlu pelatih luar.
ERA TINJU MALANG
Pada tahun 1989, Malang pernah disebut sebagai barometer tinju pro. Ketika itu, terdapat enam juara Indonesia pada tahun yang sama dan itu meryupakan rekor yang tak tersamai sampai sekarang.
1. Abdi Pohan (Javanoea Malang), kelas terbang ringan. Merebut gelar di Medan, 16 November 1989, menang angka atas juara Ponidi (Pirih Surabaya).
2. Akri Surya (Surya Malang), kelas terbang. Merebut gelar di Purwokerto, 1 April 1989, menang angka atas juara Ippo Gala (Garuda Jaya Jakarta).
3. Kid Samora (Trisula Malang), kelas bantam yunior. Merebut gelar di Malang, 16 Desember 1989, menang KO ronde 9 atas juara Allosius Cry (Allo Gym Jember).
4. Michael Arthur Surya (Surya Malang), kelas bantam. Merebut gelar di Mojokerto, 4 Agustus 1989, menang angka atas juara Wiem Sapulette (Cakti Jakarta).
5. Monod (Javanoea Malang), kelas bulu yunior. Merebut gelar di Surabaya, 12 Juli 1989, menang angka atas juara Robby Rahangmetan (Pirih Surabaya).
6. Juhari (Gajayana Malang), kelas ringan. Merebut gelar di Malang, 21 Juli 1985, menang KO-5 atas juara Johannes M`siren (Pirih Surabaya).
Sekarang Malang tidak memiliki juara Indonesia. Bahkan petinju Malang termasuk di kota lain, sudah tenggelam. Pertandingan tinju sudah habis, apalagi sejak era COVID-19.
Tetapi, setidaknya Malang masih bisa eksis dengan mengandalkan pertandingan yang digelar di Kepanjen bersama tokoh tinju di sana, Amin Santana. (Finon Manullang / Foto: Istimewa)