Rondeaktual.com
Legenda tinju amatir Provinsi Sulawesi Selatan, Pembantu Letnan Satu (Peltu) Angkatan Darat Purnawirawan Dufry Masihor, 53 tahun, memiliki lima anak dari hasil pernikahannya dengan Vonny Katiandagho. Masihor dan Katiandagho sama-sama berasal dari Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara.
Dufry Masihor mendorong kelima anaknya (empat putra dan satu putri) terjun sebagai petinju. Masihor bangga karena anak-anaknya berprestasi. Kelima anak Masihor-Katiandagho adalah:
1. Yosua Holy Masihor, 24 tahun, pemegang medali emas kelas terbang Pra PON Ternate 2019 sekaligus The Best Boxer dan pemegang medali emas kelas bantam Pra PON Makassar 2023.
2. Glory Alycia Masihor, 22 tahun, perempuan. Pernah merebut medali perunggu di Makassar, tetapi kemudian “diberhentikan” untuk alasan dia satu-satunya anak perempuan dalam Keluarga Masihor.
3. Abraham Masihor, 20 tahun, lulus SMA Sekolah Keberbakatan Olahraga (SKO) Makassar dan sedang berpikir untuk mencari universitas. Abraham Masihor adalah pemegang medali emas kelas ringan Pra PON Makassar 2023 sekaligus terpilih The Best Boxer.
4. Yosafat Daniel Bryan Masihor, 12 tahun, pelajar kelas 1 SMP. Merebut medali emas Kejuaraan Tinju Amatir Se-Indonesia Timur di Makassar, Desember 2021.
5. Isack Dufry Masihor, 11 tahun, pelajar kelas 1 SMP. Isack dan kakaknya Yosafat satu kelas di SMP Adven Makassar. Merebut medali emas Kejuaraan Tinju Amatir Se-Indonesia Timur di Makassar, Desember 2021.
“Saya tidak pernah paksa anak-anak untuk menjadi petinju,” kata perwira pertama purnawirawan ini. “Boleh dicatat, Holy sebelum tinju malah pilih sepakbola. Holy sengaja saya sekolahkan di SSB (Sekolah Sepakbola) Makassar. Berjalan satu tahun, akhirnya Holy memilih tinju. Semua anak saya terjun sebagai petinju karena suka. Mungkin mereka melihat ayahnya seorang tentara yang memberikan pelatihan tinju kepada tentara. Saya juga mengajak anak-anak saya ke tempat pertandingan. Mereka melihat bagaimana permainan tinju berlangsung. Itu sangat memotivasi, yang mendorong mereka tertarik dengan olahraga tinju kemudian mempelajarinya.”
Mantan petinju Nasional Dufry Masihor meneruskan: “Tentang anak kedua (Glory Alycia Masihor) beda lagi. Glory saya ajak naik ring dan merebut medali perunggu. Itu terjadi ketika Mamanya pulang kampung ke Sangir. Setelah kembali ke Makassar dan mengetahui anak perempuannya bertinju, Glory diberhentikan di tengah jalan. Mamanya bilang, semua anak laki boleh ambil, tapi anak perempuan jangan. Biarkan dia ikut Mamanya di rumah. Dibilang begitu, ya sudah. Saya tidak paksa. Tidak ada anak-anak saya yang saya paksa terjun sebagai petinju. Itu pasti.”
Selama mengurus anak-anaknya bertinju, setidaknya ada dua momen berharga dalam hidup Dufry Masihor.
Pertama; pada Kejuaraan Tinju Amatir Se-Indonesia Timur di Makassar, Desember 2021, empat putra Masihor yang ikut ambil bagian semua merebut medali emas. Bukan main.
Kedua; pada Pra PON I Makassar yang berlangsung di Sport Center “Gedung 100 Hari karya Reza Ali” di Pettarani, Makassar, dua anak Masihor yang ikut bertanding mewakili Provinsi Sulawesi Selatan, keduanya berhasil merebut medali emas. Si Adik, Abraham Masihor, merebut medali emas kelas ringan 60 kilogram dan terpilih sebagai petinju terbaik. Si Abang, Yosua Holy Masihor, merebut medali emas kelas bantam 54 kilogram.
BERTENGKAR DI RUMAH
Tidak gampang bagi seorang Dufry Masihor –pemegang medali emas kelas bantam SEA Games Jakarta 1997—untuk mendidik anak sendiri. Butuh seribu akal, termasuk harus mengalah.
“Di rumah, kami sering bertengkar, hanya karena berat badan. Saya boleh mengalah, tetapi dari dulu sampai sekarang sangat keras soal berat badan. Over weight atau melanggar disiplin adalah sumber pertengkaran di rumah. Kalau kami sudah ribut di rumah, Mamanya pasti masuk sebagai penengah. Tidak ada orang lain, hanya Vonny.”
Menurut Dufry Masihor, Vonny Katiandagho sering ikut antar anak-anak ke tempat latihan. “Kasih support dan itu bagus. Ditungguin sampai selesai.”
Dufry Masihor senang dan bangga kepada anak-anak, karena mewarisi bakat tinju yang ada pada dirinya. “Anak-anak saya mencapai prestasi tidak dari jalan yang gampang. Tidak mentang-mentang ayahnya petinju. Boleh bayangkan, Holy sudah mengenal tinju sejak umur tujuh tahun. Abraham malah lebih cepat, enam tahun sudah mencoba tinju. Saya memang suka mengajak anak-anak saya ke arena tinju dan memberikan mereka kesempatan tanding dalam versi exhibition. Di setiap even, mereka melakukan pertandingan peragaan dan itu menjadi salah satu kunci ketertarikan anak-anak saya terhadap olahraga tinju.”
Di luar tinju, Dufry Masihor selalu meminta kepada anak-anaknya agar fokus belajar. Buku sekolah tak kalah penting dari olahraga.
Marah terhadap anak, sebagai orangtua, Dufry Masihor mengakuinya sebagai sesuatu yang tidak bisa dihindari. Itu alamiah.
“Kalau anak sampai salah, tentu marah. Saya tidak mau anak saya sampai bandel. Itu tujuan marah dari seorang ayah kepada anak. “
Bagi seorang pelatih tinju seperti Dufry Masihor, disiplin adalah segala-galanya. “Kalau atlet tanpa disiplin, dia tak akan pernah berhasil. Disiplin itu banyak, seperti masalah waktu, kontinyu latihan, menjaga jam tidur. Tetapi yang paling utama, atlet itu harus takut kepada Tuhan.” (Finon Manullang)