Rondeaktual.com
Pemegang medali emas kelas menengah ringan Asia yunior Nepal 1985, Ricky Soares mengatakan: “Seandainya tidak bertemu dengan Bapak Hary Tanoesoedibjo, tidak tahu lagi bagaimana kehidupan yang akan saya jalani. Saya bisa seperti ini, karena beliau.”
Ricky Soares ditemui beberapa hari yang lalu di Jalan Melawai 13 Nomor 56, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Lelaki tinggi besar itu sedang mempersiapkan acara pembukaan Soares Foodcourt binaan UMKM Partai Perindo. Acara dijadwalkan berlangsung Selasa, 26 September 2023, pukul 16.00 WIB.
“Saya mengundang kehadiran Bapak Hary Tanoesoedibjo, bertepatan dengan tanggal kelahiran beliau (26 September). Saya juga dengan senang hati mengundang dua mantan juara dunia kita, Bapak Ellyas Pical dan Bapak Nico Thomas,” kata Ricky Soares, 56 tahun.
Hary Tanoesoedibjo genap 58 tahun, hari ini, Selasa, 26 September 2023. Ricky Soares dan Hary Tanoesoedibjo memiliki kedekatan yang kuat.
“Pertama kali kenal pada tahun 2017, di Hakim Perdanakusuma. Beliau meminta supaya saya membantu partai dan olahraga. Saya katakan, saya siap. Pada tahun 2018, saya menempati tanah ini, seluas 5.000 meter. Perlahan-lahan, saya bangun dan menjadi tempat penitipan mobil dan sepeda motor. Sekarang, saya buka lagi Soares Foodcourt binaan UMKM Partai Perindo.”
Di lokasi usahanya sekarang, Jalan Melawai XIII Nomor 56, Ricky Soares yang mualaf pada tahun 1991, telah membangun mushola.
“Sudah tiga mushola yang saya bangun. Pertama di sini, Melawai. Kedua di Desa Babakan Mulia, Kuningan. Ketiga di Bekasi Timur Permai, Blok 5 RT 17. Ketiga mushola bernama Al-Ikhlas, karena membangunnya dengan iklas.”
Melalui Soares Foodcourt, Ricky Soares membina para pedangan kali lima yang ada di Jalan Melawai dan sekitarnya. Setiap pedagang bayar Rp 250 ribu per bulan. Peminat rebutan. Saking murahnya.
Soares Foodcourt menyuguhkan sejumlah hidangan favorit seperti; nasi goreng kambing, sup ikan, indomie, roti bakar, pisang bakar, martabak manis, kopi. Bukan tidak mungkin berkembang dengan membuka cabang di tempat lain.
YATIM PIATU
Ricky Soares seorang yatim piatu dari Los Palos, Timor Timur (sekarang negara Timor Leste).
“Saya lahir di Los Palos (1 Januari 1968). Saya datang ke Jakarta sebagai yatim piatu, bersama Bapak Sangian Makmur Siregar. Itu tahun 1984. Tahun 1985, saya pergi ke Bandung dan mulai latihan tinju di Aladin Boxing Camp. Bapak Sonny Sebastian adalah pelatih pertama saya. Beliau mendidik saya bagaimana menjadi seorang petinju yang baik dan benar.”
Salah satu prestasi besar Ricky Soares melalui olahraga tinju adalah medali emas Kejuaraan Asia.
5 JUARA ASIA JUNIOR 1985
1. Ricky Soares (DKI Jakarta), medali emas kelas menengah ringan.
2. Albert Papilaya (Maluku), medali emas kelas welter.
3. Ade Hasan (Jawa Barat), medali emas kelas bulu.
4. Pujo Ardianto (Jawa Tengah), medali emas kelas terbang.
5. Stevanus Hery (Yogyakarta), medali emas kelas terbang ringan.
“Kita pergi mengikuti Kejuaraan Asia di Nepal bersama pelatih Om John Malessi. Indonesia datang dengan lima petinju. Kita pulang dengan lima medali emas. Itu sejarah besar bagi Pertina yang tidak akan terulang kembali,” komentar Ricky Soares.
Sekarang prestasi tinju amatir Indonesia turun jauh. Banyak pendapat menilai, Pertina sulit mengejar prestasi karena Asia sudah dipenuhi negara pecahan Uni Soviet. Ada Uzbekistan dan Kazhakstan, yang mampu menguasai setiap Kejuaraan Asia, Kejuaraan Dunia, Asian Games dan Olimpiade.
Bagi Ricky Soares, pendapat di atas belum tentu benar. “Lihat Filipina dan Thailand, masih mampu berbicara di tingkat besar. Pada Olimpiade (Tokyo, 2021), petinju kelas menengah Filipina (Eumir Marcial) masih bisa merebut medali perunggu. Kita, lolos dari Pra Olympic saja berat. Ketinggalan, tapi ini harus kita kejar. Petinju kita tetap memiliki peluang untuk ikut Olimpiade. Mungkin system latihannya yang harus diperbaiki. Tidak ada yang tidak mungkin.”
Sepanjang karir tinjunya, Ricky Soares tidak pernah mengikuti Olimpiade. “Perjalanan tinju saya sebentar. Tapi, saya pernah juara di Sriwijaya Cup. Saya pernah bertanding melawan Katiman (Sumatera Selatan). Melawan Aswan Abubakar (DKI Jakarta). Sidiq Prabowo (Kalimantan Timur). Melawan Richard Engkeng (DKI Jakareta) juga pernah. Saya kalah ketika berhadapan dengan Israel Item. Pernah ikut PON tapi bukan medali emas. Saya merebut medali perak waktu itu.” (Finon Manullang)