Rondeaktual.com
Sepanjang Oktober 2023, ada dua pertandingan tinju pro di Surabaya. Non kejuaraan.
Pertama; promotor Yosua Taniasurya menggelar sabuk Kapolrestabes Surabaya di Jembatan Merah Plaza, Minggu, 1 Oktober 2023.
Kedua, promotor Nouke Norimarna akan menggelar Sabuk Pangdam Brawijaya di GOR Hayam Wuruk, Selasa, 17 Oktober 2023.
Dua pertandingan tersebut dapat mendorong bangkitnya tinju pro Surabaya, yang pernah melahirkan sejumlah petinju ternama. Di Surabaya banyak petinju favorit, baik amatir maupun pro.
Kadoor Singh adalah petinju Surabaya pertama yang aku kenal. Ini bukan nama sembarangan. Beliau pemegang medali emas kelas berat ringan PON VII/1969 Surabaya. Sempat dua kali naik ring pro tetapi berhenti karena sulit mendapat lawan yang besar.
Kami pernah wawancara di pinggir kolam renang Taman Tirta, Jalan Mayjen Sungkono, Surabaya.
Itu Februari 1983, ketika masih terikat wartawan Majalah Selecta Sports di Jakarta.
Setelah Kadoor Singh, mulai mengenal para legenda tinju Surabaya seperti; Triple Champion Freddy Ramschie, Than Kok Liem, Soeatman, Emiel Maillisa, Luluk Uswahir, Kai Siong, Suwarno, Jimmy Sinantan, Salmon bersaudara, John Arief, dan masih banyak.
Pirih Boxing Camp –Jalan Nginden Kota II Nomor 100—paling banyak menghasilkan juara. Ada Albert Bapaimo kelas menengah, southpaw Yani Malhendo kelas terbang ringan sampai kelas bantam, Ricky Matulessy kelas bantam yunior, Mudafar Dano kelas ringan, southpaw Hasanuddin Hasibe kelas bantam, guru olahraga Ambri Sanusi kelas terbang, Udin Baharuddin (pernah sekali kejuaraan dunia WBA di Korea Selatan), Mohamad Rachman, yang akhirnya menjadi juara dunia dunia IBF dan WBA kelas terbang mini.
Sawunggaling –Jalan Kalikepiting 123, Karangmenjangan—ada Wongso Indrajit, kidal buatan Yani Hagler, Hengky Gun, Suwarno Perico, Junai Ramayana, Tajib Albarado, southpaw Boy Aruan, Ferry Hanafi, Agus Ekajaya, southpaw Salamun Aramus Putra, Teng Hok Tengaraja, Yudith Kurniawan, dan masih banyak.
Dari Taman Tirta, ada Tubi Lee (sampai dua kali merebut sabuk juara Indonesia kelas ringan yunior), Tara Singh (adik Kadoor Singh), Pulo Sugar Ray, Markus, Jack Papety, Lobo Siahaan, Darso Sugriwo, Marthen Kasangke.
Kasangke pindah ke Sawunggaling Surabaya kemudian “dijual” ke Garuda Jaya Jakarta. Ketika itu pelatih Simson Tambunan butuh petinju kidal untuk sparring partner juara dunia IBF kelas bantam yunior Ellyas Pical.
Hampir semua petinju Surabaya –baik juara maupun tidak juara—pernah mendapat promosi melalui Majalah Tinju Indonesia. Enam tahun aku di sana mengurus Redaksional. Bangga, karena bisa bersama tinju Indonesia, bukan tinju luar negeri.
Era 80-an, Tinju Indonesia satu-satunya majalah paling banyak menulis tentang tinju Indonesia. Tidak ada yang lepas, termasuk Supriyo kelas welter dari Sawunggaling, yang dianggap tukang becak hanya karena berfoto di atas becak dayung dengan dada terbuka dan selembar handuk kecil sangkut di bahu kirinya.
Yani Hagler, kidal buatan, sempat menjadi salah satu calon bintang besar. Yani merebut gelar juara Indonesia kelas terbang ringan dari tangan juara Tubagus Jaya, Gedung Go Skate, 23 September 1984.
Tidak lama, promotor Boy Bolang datang ke Surabaya. Terjadi negosiasi kejuaraan dunia IBF melawan juara yang hebat kidal akibat polio Dodie “Boy” Penalosa dari Filipina.
Yani Hagler Dokolamo jatuh-bangun sampai empat kali dihantam orang Filipina, yang memiliki serangan dashyat mematikan. Kidal Penalosa luar biasa. Mematahkan semangat muda Yani Hagler di Istora Senayan, Jakarta, Sabtu malam, 12 Oktober 1985.
Itu bukan tontonan sehat. Pembantaian di atas ring. Sangat menyedihkan. Yani Hagler TKO pada ronde ketiga dari lima ronde yang direncanakan.
Tidak sedikit penonton wanita menangis kemudian diam-diam pergi meninggalkan arena pertandingan. Tak kuasa melihat Yani Hagler diperlakukan tidak seimbang.
Dari hasil pertandingan melawan Penalosa, Yani membeli bemo untuk menghidupinya di Kota Malang. Akhirnya, semua usaha Yani habis. Tumpur dan sekarang menetap di Desa Pujon, Kabupaten Malang, dengan cara menjual gitar hasil karyanya sendiri.
Sementara, Wongso Indrajit (dari Sawunggaling Malang tetapi sering tinggal dan berlatih di Sawunggaling Surabaya) mencatat dua kali merebut gelar juara Indonesia kelas bantam yunior, sekali merebut gelar juara Indonesia kelas bantam di Surabaya, sekali merebut gelar juara WBC Intercontinental kelas bantam di Makassar.
Nyaris menjadi juara dunia adalah Andrian Kaspari. Puncak karirnya hanya sampai gelar IBF Intercontinental. Kaspari dua kali menjadi juara Indonesia; kelas bantam dan kelas bulu yunior.
Memiliki pukulan mematikan, Kaspari menjadi kesayangan bagi promotor A Seng. Salah satu pertarungan luar biasa diperlihatkan Kaspari ketika habis-habisan sepanjang dua belas ronde melawan Virgo Warouw di Studio Indosiar, Jakarta, 17 Juli 2002.
Hengky Gun juga anak emas bagi A Seng. Lelaki asal Namlea ini gagal kejuaraan Indonesia kelas bulu di tangan Rudy Haryanto dari Gumitir Jember, yang berlangsung Gedung Go Skate, 26 Januari 1986.
Kalah dengan kepala berdarah, Hengky Gun memutuskan naik ke kelas ringan yunior dan berhasil merebut gelar juara Indonesia, juara WBC Junior, dan juara OPBF. Tinju membawa Hengky Gun sampai ke Inggris, Guam, dan Jepang.
Kai Siong, juga dari Sawunggaling yang kemudian bergeser ke Inra Boxing Camp milik PW Afandy, adalah legenda kelas ringan dan kelas welter.
Kai Siong kehilangan gelar kelas ringan menyusul kalah UD-12 atas Juhari (Gajayana Malang), yang terjadi GOR Pulosari Malang, 19 Desember 1982.
Kai Siong naik kelas dan merebut gelar kelas welter melewati pertarungan berdarah 12 ronde melawan M Solikin (Gajayana Malang) di atas lapangan sepakbola di Sidoarjo, 12 Juli 1986.
Suwarno dari Inra Surabaya, adalah salah satu raja kelas menengah paling dihormati. Suwarno dua kali merebut sabuk juara Indonesia dan sekali merebut sabuk OPBF.
Suwarno kehilangan gelar OPBF di tangan Polly Pasireron (Manahan Jakarta), di Stadion 10 Nopember, Surabaya, Senin, 1 Juni 1987. Banyak penonton pulang dengan kepala menunduk. Mereka kalah taruhan.
Pulo Sugar Ray sempat menjadi bintang, setelah merebut sabuk WBC yunior kelas ringan yunior melalui kemenangan berdarah dua belas ronde melawan Geron Porras (Filipina) di Stadion Pahoman, Bandarlampung, 15 Maret 1987.
Pulo favorit bagi penonton Surabaya. Ketika bertarung dengan Monod (Arema Malang) dan melawan Gani Tala (Rajawali Surabaya) di Gedung Go Skate, selain penuh penonton, banyak yang taruhan. Hampir semua menjagokan Pulo.
Harus diakui, tinju pro maju karena salah satunya ada sampingan, alias taruhan. Sekarang era sudah bergeser. Penonton sudah tidak suka taruhan. Selain kehabisan bintang, orang-orang sudah kesetanan main judi online.