Rondeaktual.co
Sampai sekarang, sudah empat kali pesta olahraga terbesar dunia bernama olimpiade berlangsung tanpa petinju Indonesia. Terlalu lama dan itu sudah lebih 16 tahun.
Indonesia terakhir mengirim pelatih Wiem Gommies dan petinju kelas terbang Bonyx Saweho mengikuti Olimpiade XXVIII, yang berlangsung di Peristei Olympic Boxing Hall, Athena, Yunani, 14-29 Agustus 2004. Pada pertandingan pertamanya, Saweho kalah 19-25 melawan petinju Polandia, Andrzei Rzany.
“Untuk bisa menembus olimpiade memang berat,” kata Indra de Santo, 52 tahun, headcoach PPOP DKI Jakarta. “Meski berat, tetapi bukan tidak mungkin. Saya ingin mengantar petinju sampai ke olimpiade. Sangat bercita-cita ada medali emas olimpiade untuk Indonesia melalui cabor tinju. Makanya, sampai sekarang, saya terus belajar. Saya ikut pelatihan pelatih fisik dan pernah mendapat lisensi Pelatih Fisik Beginer Level. Sekarang sedang menunggu masuk Level 1 di Perkumpulan Pelatih Fisik Indonesia atau PPFI,” kata Indra de Santo. Ia memiliki ijazah terakhir AIBA 1 Star Coach. Sejak dua tahun yang lalu AIBA sudah ditutup dan sekarang disebut IBA.
Indra de Santo adalah kelahiran 17 Desember 1970. Beberapa bulan yang lewat, ia bersama dua pelatih lainnya (Ricky Notty dan Erik van Ents) sukses mengantar atlet tinju PPOP DKI merebut emas-perak-perunggu 2-3-2 di Lampang, Thailand.
Sebagai pelatih di PPOP Ragunan, Jakarta Selatan, yang pertama dilakukan Indra de Santo adalah memahami profil atlet yang hendak ditanganinya. Masing-masing atlet berbeda.
“Saya harus bisa menentukan solusi untuk memperbaiki, mengembangkan dan meningkatkan kemampuan atlet. Harus bisa mengasah kecerdasan atlet sehingga atlet selalu dapat mengembangkan instruksi pelatih.”
Seorang pelatih tidak boleh malas. “Kita harus cermat serta teliti memonitor perkembangan atlet. Pelatih harus berani menerapkan disiplin yang keras dan ketat. Pelatih harus disiplin supaya disegani.”
“Saya juga sering mengajarkan kepada mereka betapa pentingnya berbagi rezeki. Setiap atlet harus penuh ikhlas dari awal hingga akhir.”
Indra de Santo mengawali kepelatihannya di PPOP Dispora DKI Jakarta pada tahun 2018. Sebelumnya, petinju PPOP tidak pernah merebut prestasi bagus. Mengirim atlet ke mana-mana tanpa medali emas. Menghabiskan uang besar.
Sekarang, atlet PPOP DKI bergengsi karena ada prestasi. Merebut medali emas dari berbagai kejuaraan, termasuk dua kali dari Thailand.
Prestasi atlet tinju PPOP DKI sejak 2018 hingga 2023 adalah: emas-perak-perungu 3-0-3 dari Kejurnas Junior & Youth Bogor 2018, emas-perak-perunggu 2-0-1 dari Kejuaraan Tinju Pelajar Thailand 2019, emas-perak-perunggu 6-0-0 dari Kejurnas Junior & Youth Medan 2019, emas-perak-perunggu 5-2-4 dari Kejurnas Junior & Youth Medan 2022, emas-perak-perunggu 7-2-1 dari Pra Popnas Wilayah II Lampung 2022, emas-perak-perunggu 2-3-2 dari Tinju Pelajar Thailand 2023, emas-perak-perunggu 5-2-2 dari Popnas XVI Palembang 2023.
Dalam menggapai sukses tersebut, Indra de Santo ditopang aspel Ricky Notty dan aspel Erik van Ents. Di bawah komando Indra de Santo, PPOP DKI tangguh dan berprestasi.
Tidak lama lagi di PPOP Ragunan, atau pada Sabtu, 9 Desember 2023, ada pertandingan dari berbagai sasana Ibu Kota. Hampir 20 atlet tinju asuhan trio pelatih Indra de Santo-Ricky Notty-Erik van Ents siap bertanding.
INDRA DE SANTO
Nama: Indra Desanto.
Nama ring: Indra de Santo
Lahir: Jakarta: 17 Desember 1970.
Usia: 52 tahun.
Tahun 1985: Belajar tinju di Sasana Garuda Jaya, tempat Ellyas Pical berlatih.
Prestasi: Medali perunggu Kejurda Jabar di Tasikmalaya, kalah melawan James Makawimbang.
Tahun 1993: Pas kuliah menjadi pelatih di Kampus Universitas Darma Persada Kalimalang dan pelatih SMA 70 Bulungan Boxing Camp.
Tahun 2017: Pelatih member De Santo Boxing di Cengkareng dan Blue House Gym Kemang.
Tahun 2018: Direkrut sebagai pelatih PPOP Ragunan, atas rekomendasi Pertina DKI Jakarta. (Finon Manullang)