BUKU PERJALANAN TINJU INDONESIA – Ellyas Pical Membuat Sejarah Besar merupakan tulisan keenam dari buku tinju Finon Manullang. Ikuti terus tulisan yang sangat bersejarah bagi olahraga tinju Tanah Air. Semoga bermanfaat.
Kejuaraan International Boxing Federation (IBF) 15 ronde kelas bantam yunior, 52.163 kilogram.
Juara: Ju Do Chun (Korea Selatan), 21 tahun, kelahiran Gangwon, 25 Januari 1964. Rekor menang-kalah-draw 19-1-3 (10 dengan KO).
Penantang: Ellyas Pical, southpaw (Indonesia), 27 tahun, kelahiran Ulath, Pulau Saparua, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, 24 Maret 1957. Rekor menang-kalah 10-1 (6 dengan KO).
Venue: Istora Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta.
Waktu: Jumat, 3 Mei 1985.
Wasit: Joe Cortez (Amerika Serikat).
Hakim A: Chung Won Chung (Korea Selatan).
Hakim B: Leon Johannes (Indonesia).
Hakim C: Kenny Snow (Amerika Serikat).
Hasil: Ellyas Pical menang KO ronde kedelapan yang sangat bersejarah dan merebut gelar juara dunia tinju versi IBF kelas bantam yunior.
Promotor: Boy Bolang.
Ellyas Pical Membuat Sejarah Besar
Penulis sengaja memilih berdiri di pinggir ring. Persis di bawah sudut netral. Di sebelah kiri dan kanan, di pinggir ring kejuaraan dunia paling ditunggu, sudah penuh dengan wartawan. Bahkan ada yang sampai dua lapis. Seorang wartawan Ibu Kota mengingatkan supaya gantian. Tidak semua memegang kamera. Tetapi, bisa dipastikan semuanya adalah wartawan. Semua ingin melihat Ellyas Pical bertarung dari jarak dekat.
Aku dapat melihat dengan jelas, ketika long hook kiri –sering juga dianggap straight—Ellyas Pical mendarat telak menghantam muka juara dunia IBF kelas bantam yunior Ju Do Chun dan jatuh.
Joe Cortez, salah satu wasit terbaik di era itu, seperti hendak berlari kemudian berhenti dan jongkok di hadapan sang juara. Coertez mulai memberikan hitungan terus sampai sepuluh dan tamat.
Ju Do Chun, juara dunia yang dipandang sebagai salah satu raja KO, menderita KO pada ronde 8 dari 15 ronde yang direncanakan. Peristiwa besar ini terjadi di dalam gedung Istana Olahraga (Istora) atau Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Jumat malam, 3 Mei 1985.
Ketika itu, durasi kejuaraan dunia IBF masih 15 ronde. Sejak tahun 1988, berubah menjadi 12 ronde. Perubahan disesuaikan dengan WBA dan WBC, yang sudah memberlakukan pengurangan ronde dari 15 menjadi 12. Ini dilakukan setelah petinju Korea, Kim Duk-koo tumbang KO ronde 14 di tangan Ray “Boom Boom” Mancino hingga tewas. Duk-koo diangkut dari dalam ring dengan kondisi sudah tidak sadarkan diri. Tragedi tersebut terjadi dalam kejuaraan dunia WBA kelas ringan di Caesars Palace, 13 November 1982.
Pertarungan Ellyas Pical dengan Ju Do Chun disaksikan sekitar 15.000 penonton (menurut laporan sejumlah berita). Tetapi, menurut panitia, tiket yang terjual tak sampai 10.000.
Kemenangan itu merupakan kemenangan yang sangat bersejarah. Ellyas Pical, petinju kidal dari Garuda Jaya yang sebelumnya juara OPBF (Asia dan Pasifik), menjadi petinju Indonesia pertama merebut gelar juara dunia.
Sebelumnya, dua petinju Indonesia gagal merebut gelar juara dunia.
Pertama, Thomas Americo gagal merebut gelar dunia WBC kelas welter yunior, kalah angka melalui pertarungan 15 ronde melawan juara Saoul Mamby (Amerika Serikat), Jakarta, Sabtu, 29 Agustus 1981.
Kedua, Joko Arter gagal merebut gelar dunia IBF kelas bulu di Munhwa Gymnasium, Seoul, Minggu, 4 Maret 1984. Arter asal Bhirawa Boxing Camp Malang, tumbang KO pada ronde kedua dihantam juara Oh Min-keun.
Kemenangan Ellyas Pical atas Ju Do Chun selalu dalam ingatan. Ring tinju di Istora Senayan menjadi saksi sejarah kebangkitan tinju profesional Indonesia. Gelar juara dunia tinju di tangan putra terbaik Indonesia, Ellyas Pical, penyelam mutiara dari Pulau Saparua, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku.
Sebelum Elly membuat sejarah, atau sebelum menenggelamkan Ju Do Chun, penggemar tak henti-hentinya bersorak: “Elly…, Elly.., Elly…!!!”
Itu teriakan penonton yang paling kuat dalam ingatan. Tidak akan terlupakan sepanjang sejarah tinju pro Tanah Air.
PALING MENCEKAM
Kemenangan Ellyas Pical merupakan kemenangan paling mencekam. Sejak bel ronde pertama terdengar, jantung publik berdenyut naik-turun. Setiap Elly melancarkan serangan, ribuan penonton bersorak. Bila Ju Do Chun mendaratkan pukulannya, penonton diam sambil menahan napas, takut kalau sampai terjadi apa-apa dengan sang idola.
Ronde kedelapan, sekali lagi, adalah ronde yang sangat bersejarah. Elly meninggalkan sudutnya, sudut biru, setelah sekondan mengingatkan agar tetap waspada. Tangan kiri jangan turun. Ganggu lawan dengan tangan kanan. Itu perintah langsung dari pelatih Ir. Simson Tambunan.
Tiba-tiba, sang juara Ju Do Chun terjatuh di tengah ring, setelah menerima hook kanan agak melebar disusul pukulan kiri yang dahsyat. Long hook kiri itulah bom terakhir yang membuat Ju Do Chun habis. Dia tak sanggup berdiri sampai hitungan sepuluh selesai diberikan wasit Joe Cortez. Ibunda Ju Do Chun yang duduk sekitar dua meter dari sudut putranya bertanding, hanya bisa menunduk sedih.
Dalam hitungan detik, orang-orang yang berdiri di sudut Ellyas Pical, menyerbu masuk ke dalam ring. Tidak ada yang bisa mencegah. Semua masuk. Ada manajer Anton Sihotang, asisten pelatih Kairus Sahel, mitra tanding Wiem Sapulette, tidak ketinggalan si gesit Bristol Simangunsong, dan masih banyak.
Sementara, orang-orang yang berdiri di pinggir ring ikut bersorak. Wartawan ingin mengambil gambar kemenangan Ellyas Pical. Ini merupakan momen yang sangat bersejarah. Petugas keamanan datang dan mencoba menjauhkan para wartawan. Ada perlawanan, karena wartawan tidak suka diusir dengan cara-cara kasar.
Aku diam saja karena merasa aman berdiri di bawah sudut netral. Tidak ke mana-mana. Aku tidak mau sibuk ikut-ikutan masuk ke dalam ring.
Berdiri di bawah sudut netral ternyata posisi paling strategis. Tidak ada yang mengusir, meski berdiri di sana tanpa ID Card. Itu pengalaman yang luar biasa.
15 TENTANG ELLYAS PICAL
1. Nama: Ellyas Pical.
2. Lahir: Ulath, Pulau Saparua, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, 24 Maret 1957.
3. Kebangsaan: Indonesia.
4. Gaya bertinju: Southpaw, tangan kanan di depan dan tangan kiri di belakang.
5. Julukan: The Exocet. Excocet adalah peluru kendali anti-kapal buatan Prancis. Excocet telah digunakan dalam perang pada tahun 1980-an. Namanya berasal dari bahasa Prancis, yang berarti ikan terbang (sumber wikepedia bahasa Indonesia).
6. Tinggi: 165 sentimeter.
7. Kelas: Bantam yunior, 52.163 kilogram.
8. Sasana: Garuda Jaya Jakarta.
9. Pelatih: Pontas Simanjuntak, diteruskan oleh Simson Tambunan dan Kairus Sahel.
10. Manajer: Anton Ojak Sihotang.
11. Pertama naik ring: GOR Satria Kinajungan, Warung Buncit, Pancoran, Jakarta Selatan, 12 Desember 1982, menang TKO ronde keempat (rencana enam ronde) melawan Eddy Rafael (Scropio Boxing Camp Jakarta). Ellyas Pical dan Eddy Rafael tidak pernah menandatangani kontrak pertandingan. Keduanya menjalani penimbangan dan disepakati pembayaran untuk masing-masing petinju Rp 60.000. Promotor: Halim Susanto.
12. Rebut gelar juara Indonesia: Gedung Go Skate, Surabaya, 11 Desember 1983. Ellyas Pical menang melalui unanimous decision dua belas ronde melawan juara Wongso Indrajit (Sawunggaling Malang). Promotor: Handoyo Laksono.
13. Rebut gelar lowong OPBF: Seoul, Korea Selatan, 19 Mei 1984. Ellyas Pical menang angka 12 ronde melalui split decision atas petinju tuan rumah Hee Yun Chong (Korea Selatan). Pelatih Elly, Simson Tambunan, menjadi salah satu hakim dalam pertandingan tersebut. Padahal, Simson tidak pernah memiliki lisensi wasit/hakim. KBC (Komisi Tinju Korea) menduga Simson datang sebagai hakim dari Indonesia. Seandainya Simson tidak menyelinap sebagai hakim gelap, bisa jadi pemenangnya adalah petinju tuan rumah. Penyelenggara: Chun Promotions.
14. Pertahankan gelar OPBF: Istora Senayan Jakarta, 7 Oktober 1984, Elly menang KO ronde kedelapan atas penantang Mutsuo Watanabe (Jepang). Promotor: Edward Simorangkir.
15. Rebut gelar juara dunia IBF: Istora Senayan, Jakarta, 3 Mei 1985, Elly menang KO ronde kedelapan atas juara Ju Do Chun (Korea Selatan). Promotor: Boy Bolang.