Rondeaktual.com
Joseph Hutabarat, SE, SH, MH, 64 tahun, adalah seorang wartawan, yang kemudian sebagai pengacara. Joseph Hutabarat ikut melahirkan Ronde di Jalan Makaliwe, Jakarta Barat.
Aku pertama kali bertemu Joseph Hutabarat di sebuah kantor surat kabar harian di Harmoni, Jakarta. Koran itu laku keras bagai kacang goreng karena salah satu yang dijual adalah berita tentang kehidupan malam Ibu Kota, kehidupan wanita di kamar-kamar diskotek dan narkobanya yang seolah dilindungi, dan bebasnya peredaran narkoba di sejumlah sudut gang yang sengaja dikemas kumuh.
Joseph Hutabarat tidak bekerja di koran itu. Ia mengurus tabloidnya sendiri tentang perkotaan.
Malam itu Joseph Hutabarat datang sebagai tamu. Kami berkenalan. Aku menyampaikan gagasan untuk mendirikan tabloid, yang isinya 100% tentang tinju.
Kami sepakat dan lahirlah Tabloid Ronde di Jalan Makaliwe, Jakarta Barat.
Itu sejarah Ronde. Tidak lama Tabloid Ronde berubah menjadi Majalah Ronde.
Ronde satu-satunya media yang secara spesifik menulis tentang tinju pro 40%. Tinju amatir 40%. Tinju luar negeri 20%. Ronde beredar ke seluruh Pertina di Indonesia. Ronde menjadi bacaan favorit.
Dari dahulu sampai sekarang, aku lebih suka menulis tinju Indonesia, bukan tinju luar negeri. Menulis tinju Indonesia adalah pengabdian. Menyemangati seluruh teman-teman tinju yang ada di semua provinsi. Sedangkan, menulis tinju luar negeri tinggal mengatur akal mengutak-atik bahasa. Sebab semua sudah tersedia dalam format bahasa Indonesia. Jiplaknya begitu mudah, ibarat orang membalikan telapak tangan.
Hubungan aku dengan Joseph Hutabarat putus akibat air. Hujan berhari-hari yang menenggelamkan hampir seluruh wilayah Makaliwe, telah memisahkan kami.
Aku harus pergi meninggalkan Joseph Hutabarat. Berjuang meneruskan Ronde. Sebab Ronde tidak boleh berhenti, yang akhirnya berubah dari format majalah menjadi webside. Kalau dahulu Majalah Ronde, sekarang Rondeaktual.com. Setiap hari tentang tinju.
Sementara, Joseph Hutabarat perlahan-lahan membangun rumah yang rusak akibat banjir. Itu tahun 2001.
Setelah berpisah, Joseph Hutabarat menghentikan seluruh tabloid yang diterbitkannya. Ia aktif meneruskan latihan karate dan latihan tinju di dapur dekat meja setrika. Ia terus berkarya dan menjadi seorang pengacara.
Meski berpisah, kami tidak pernah putus komunikasih. Selalu bersahabat. Aku mengenang kata-katanya yang halus dan lembut. “Iya Laekandungku,” katanya setiap menjawab telepon.
Suatu hari aku bicara. “Boasa gabe Laekandung? (Mengapa jadi Laekandung?)”
Lae artinya ipar. Tetapi, dalam pergaulan orang Batak, lae seringkali diartikan sebagai panggilan yang bersahabat.
“Kita kan sama-sama kelahiran 2 Maret, beda tahun,” balas Joseph Hutabarat, tertawa panjang. Betul, kami sama-sama kelahiran 2 Maret. Joseph Hutabarat kehairan 1960, aku kelahiran 1958.
Tahun lalu, Joseph Hutabarat menerima buku “Perjalanan Tinju Indonesia”. Aku mengirimnya via JNE ke rumah beliau di Makaliwe, Jakarta Barat, yang dahulu menjadi kantor Ronde.
“Terima kasih, buku karangan Laekandung sudah nyampek tangan. Saya habis operasi, tapi sudah mulai sembuh,” kata Joseph Hutabarat. Nadanya setengah drop. Tidak senyaring ketika kami sama-sama menghidupkan Ronde.
Minggu malam, pukul 21.30 WIB, aku membaca berita duka yang disampaikan Joseph Ester Linauli Hutabarat, putri almarhum. Sangat terkejut.
“Saya Nauli, putri dari Joseph Hutabarat. Papa telah berpulang ke Rumah Bapa di Surga. Mohon dimaafkan, apabila Papa kami ada kesalahan di masa hidupnya. Kami sekeluarga mengucapkan terima kasih atas ucapan belasungkawa. Kami mohon maaf, belum dapat membalas pesan satu per satu. Tuhan memberkati kita semua.”
Selamat jalan kawan, Bapak Joseph Hutabarat. Semua kebaikanmu dan persahabatan kita sampai melahirkan Ronde, tak akan lekang oleh waktu. Semoga engkau mendapat tempat yang indah di sana. (Finon Manullang)