Rondeaktual.com
BUKU PERJALANAN TINJU INDONESIA – Ellyas Pical dan Sabuk Palsu merupakan tulisan ke-10 dari buku tinju Finon Manullang. Ikuti terus tulisan yang sangat bersejarah bagi olahraga tinju Tanah Air. Semoga bermanfaat.
Ellyas Pical dan Sabuk Palsu
Hampir tidak ada orang yang tahu bahwa sabuk juara dunia IBF kelas bantam yunior yang disematkan ke pinggang southpaw Ellyas Pical (Indonesia), setelah membantai Cesar Polanco (Republik Dominika), adalah sabuk palsu. Pical menutup perlawanan Polanco pada ronde ketiga di Istora Senayan, Jakarta, 6 Juli 1986.
Bisa dipastikan, itu bukan sabuk IBF. Itu sabuk juara kelas bulu yunior Indonesia milik Marthen “Mancini” Kasangke, yang direbutnya setelah menang melalui split dua belas ronde atas juara Monod, yang berlangsung di Gedung Basket, Senayan, 16 November 1985.
Untuk menyelamatkan malu tanpa sabuk, promotor Anton Sihotang mengambil inisiatif meminjam sabuk milik Marthen Kasangke. Seorang kurir pergi mengambil sabuk ke kamar Marthen di Sasana Garuda Jaya. Jarak lokasi pertandingan dengan Garuda Jaya, dekat dan Jakarta, ketika itu, belum separah seperti sekarang. Belum macet.
Sabuk IBF yang disediakan promotor Anton Sihotang hilang menjelang pertandingan. Tidak ada yang bertanggung jawab. Tidak ada pernyataan resmi kepada wartawan. Dibiarkan begitu saja.
Kemungkinan sabuk hilang ketika terjadi pertengkaran sengit antara wartawan dengan pihak keamanan. Lagu lama.
Wartawan –untuk mendapatkan gambar yang bagus—memilih harus berdiri di pinggir ring. Setiap pertandingan besar, wartawan memilih lebih suka berdiri di pinggir ring.
Itu tradisi. Tidak boleh dihapus. Sementara, pihak keamanan tidak mau ada orang yang membelakangi penonton ring side. Sebelum pertandingan, sudah ada perjanjian tidak tertulis antara promotor dengan komandan keamanan. Tidak boleh ada orang yang berdiri di pinggir ring, karena dapat mengganggu pandangan penonton.
Penulis ada di sana, menenteng kamera. Aku datang dari Surabaya, dari Majalah Tinju Indonesia, yang berkantor di markas besar Sawunggaling Surabaya, Jalan Kalikepiting 123, Karangmenjangan.
Malam itu, memang sempat terjadi suasana tegang. Wartawan yang memegang kamera –termasuk penulis ada di sana—tidak mau bergeser, walau sejengkal. Tim keamanan tetap ngotot untuk membersihkan pinggir ring. Dalam pikiran mereka, tidak boleh ada orang yang berdiri di pinggir ring. Harus steril.
Suana marah itulah yang kemungkinan besar dimanfaatkan si pencuri untuk membawa lari sabuk IBF dan sabuk kejuaraan Indonesia kelas terbang mini dari atas meja ofisial ring. Malam itu dua sabuk tinju hilang.
Dalam sejarah pertandingan tinju pro Tanah Air, itu peristiwa pertama dan satu-satunya sabuk kejuaraan diambil pencuri. Tidak ada yang tahu siapa pelakunya. Sampai sekarang.
MAMA ANNA DAN 3 MENTERI
Malam tinju dunia disiarkan langsung oleh TVRI bersama host favorit Sambas dan Azwar Hamid, didampingi komentator yang sedang naik daun Syamsul Anwar Harahap. Siaran langsung mulai pukul 22.15 WIB.
Polanco-Pical merupakan partai ulang langsung di Istora Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Sabtu, 6 Juli 1986.
Pada pertandingan pertama mereka di tempat yang sama, Sabtu, 15 Februari 1986, Polanco melucuti gelar IBF yang disandang Ellyas Pical melalui split 15 ronde tanpa knock down.
Pada pertandingan ulang dan sebelum terjadi KO, Polanco menang di tiga hakim dengan 20-18 (Ric Bays, Amerika Serikat), 20-19 (Francisco Alejandro, Filipina), dan 20-19 (Jopie Limahelu, Indonesia).
Polanco memang memiliki tangan yang seolah-olah lebih panjang dan mudah mengenai muka lawan. Gerak kaki (footwork) Polonco enteng dan lincah, yang membuatnya sulit dipukul. Kedua tangannya juga sulit ditebak hendak ke mana sasarannya. Dia sangat spesial.
Tetapi, pada ronde ketiga, tiba-tiba saja Polanco jatuh di tengah ring. Polanco bertekuk lutut hanya satu jengkal dari ujung sepatu Ellyas Pical. Peristiwa yang sangat dramatis. Aku melihatnya sekitar dua meter dari tiang sudut netral.
Polanco KO tidak seperti biasa orang kena pukul langsung tersungkur. Polanco menerima tiga pukulan dan dua mengenai bagian perut.
Setelah merasakan upper cut lawan, Polanco mengambil langkah mundur. Kedua tangan tetap di atas, seperti hendak melakukan serangan balik. Ia setengah membungkuk, seperti orang sedang mengumpulkan semangat.
Ternyata tidak. Justru jarak yang cukup jauh dari posisi lawan, membuka peluang bagi Polanco untuk menjatuhkan dirinya. Bertekuk lutut di hadapan Ellyas Pical. Tidak ada usaha dan dia tidak mau bangun sampai hitungan sepuluh selesai.
Menang KO, Ellyas Pical diserbu ke dalam ring oleh manajernya, Dali Sofari, yang membentangkan kedua tangan dengan dikepal kemudian berteriak hiteris. “Elly…..!”
Setelah Dali Sofari menangkap tubuh Ellyas Pical, menyusul pelatih Kairus Sahel, promotor Anton Sihotang, mitra tanding Wiem Sapulette, Bristol Simangunsong, dan para pendukung setia serta beberapa penonton yang berani masuk menerobos pengamanan.
Mama Anna dan tiga menteri tidak naik ke atas ring. Orang-orang yang sudah berada di dalam ring ingin menjamah sang idola, Ellyas Pical mantan penyelam mutiara di Saparua.
Ketika ring sudah penuh manusia dan sulit membedakan mana tim tinju dan mana penonton, enam polisi langsung mengepung Ellyas Pical untuk memastikan sang juara baru aman.
Tim Ellyas Pical berada di dalam ring dan melakukan selebrasi panjang selama lebih sepuluh menit. Ellyas Pical digendong dan diarak dengan cara setengah berlari keliling ring.
Petugas keamanan dipaksa kerja keras sampai berhasil membersihkan ring. Satu-satu diturunkan. Sang juara, Ellyas Pical menerima sabuk palsu.
Formalitas saja dan sepertinya tidak penting-penting amatlah. Semua orang hanyut menyambut kembalinya Ellyas Pical menjadi juara dunia. Itu bagian dari sejarah panjang tinju Tanah Air.
PARTAI LAIN
Aku di sana meliput seluruh pertandingan, termasuk partai tambahan. Kuat berdiri selama berjam-jam. Mungkin lantaran umur belum 30 tahun.
Kelas bulu 10 ronde internasional: Marthen Kasangke (Garuda Jaya, Indonesia) menang KO ronde ketujuh atas Rauf Guiterez (Amerika Serikat). Guiterez tak sanggup meredam straight kidal Marthen Kasangke. Sebelumnya Marthen adalah petinju Taman Tirta Surabaya, kemudian masuk Sawunggaling Surabaya dan pindah ke Garuda Jaya dengan cara bayar. Kubu Garuda Jaya mengeluarkan uang kompensasi Rp 1.200.000, yang diterima langsung oleh pendiri Sawunggaling, Setijadi Laksono. Pembayaran uang pengganti berlangsung sebuah kamar di Hotel Pelangi, Malang, Jawa Timur.
Kelas welter yunior 10 ronde internasional: Erni Landeros (Amerika Serikat) menang angka atas Bongguk Kendy (Garuda Jaya, Indonesia).
Kejuaraan Indonesia kelas terbang mini gelar lowong 12 ronde: Julius Leojan (Garuda Airlangga Surabaya) menang angka atas Bristol Simangunsong (Garuda Jaya Jakarta).
thanks a lot of information keren bgt