Rondeaktual.com, Jakarta, Oleh Finon Manullang Saya menerima pesan Whats App lebih dari sekali, dari Satria Antasena, 32 tahun, dan dari David Kosworo, 42 tahun.
Isinya tentang rencana pertandingan mereka di Bandung. Keduanya sama-sama menyebut event itu sebagai Heavyweight Indonesia, yang ditutup dengan TKO ronde 5.
Saya pikir main-main. Mana ada pertandingan kelas berat. Paling tinggi kelas menengah dan bisa dihitung petinjunya hanya tiga atau empat. Kelas berat Indonesia tidak ada.
Saya terus mengikuti promosi Heavyweight Indonesia mereka melalui media sosial. David bilang ingin mengajari Satria bermain tinju yang baik dan benar. Satria membalas akan menabok muka seniornya sampai bocor. Sampai berdarah-darah.
Saya senang mengikuti perang kata-kata mereka di FB, apalagi dikompori oleh seorang mantan petinju. Melalui Whats App, saya bertanya kepada Satria dan David dengan kalimat yang sama: Pertandingan nanti serius atau cuma pura-pura?
Saya serius, balas David Kosworo. Saya akan menghibur penonton sekaligus memberikan pelajaran tinju.
Saya kasih satu menit buat dia, balas Satria.
Saya tetap menganggap pertarungan mereka sebagai iseng-iseng. Setengah main sabun. Pertarungan lucu-lucuan untuk menghibur masyarakat penggemar tinju.
Sehari sebelum naik ring, keduanya mengikuti timbang badan, periksa kesehatan, technical meeting, dan konferensi pers.
Itu artinya kedua petinju akan bertanding resmi kelas berat 6 ronde dengan kontrak seharga masing-masing Rp 5 juta dari promotor Welly Koto.
Saat timbang, David 117 kilogram dan Satria 97 kilogram. Satria lebih muda 10 tahun dari David 42 tahun.
Tidak ada masalah. Konferensi pers berjalan lancar. Satria Antasena dan David Kosworo berdiri saling berhadapan, yang disaksikan beberapa perwira menengah di Mako Rindam III/Siliwangi, Bandung. Tiba-tiba tangan panjang Satria Antasena mendorong dada David Kosworo. Nyaris tercampak ke samping.
Pembawa acara segera lompat ke tengah dan menyuruh Satria kembali ke tempat duduk. David juga disuruh mundur dan duduk manis.
Ketika pertengkaran terjadi, para perwira, ofisial, dan komisi tinju, terdiam sejenak. Sementara, pembawa acara dengan cepat dapat menguasai situasi.
Saya menganggap apa yang baru terjadi adalah bagian dari siasat untuk menghidupkan suasana. Kejadian murni sandiwara. Pasti sudah diseting. Sudah janjian pura-pura ribut. Itu pikiran saya.
Di luar, atau ambil contoh jelang kejuaraan dunia WBC kelas berat antara Deontay Wilder (Amerika Serikat) dengan Tyson Fury (Inggris), kedua petinju harus dipisahkan oleh sejumlah sekuriti bertubuh besar. Wilder dan Fury saling mendorong. Berteriak sambil menunjuk-nunjuk, seolah benar.
Padahal semua itu dibuat-buat. Dikarang-karang supaya gempar. Tidak mungkin mereka berkelahi dengan tangan kosong. Sebab jika terjadi masalah, cidera misalnya dan dokter melarang naik ring, maka kontrak bernilai puluhan miliar akan hilang.
Ketika Satria Antasena dan David Kosworo bertikai, saya bisa pastikan bahwa semua itu untuk tujuan promosi. Itu bagus asal tidak menaruh dendam.
Setelah suasana bisa dikendalikan, pembawa acara bertanya dan dijawab Satria bahwa cukup satu menit untuk menghentikan perlawanan David Kosworo.
Tersinggung atau tidak, David berdiri dan bicara begini: Saya akan tunjukkan cara bermain tinju yang baik kepada penonton dan kepada anak ini. Pada akhir kalimatnya David menunjuk Satria Antasena. Emosinya naik membuat mukanya setengah merah.
Konferensi pers ditutup dan diteruskan pertandingan Heavyweight Indonesia di Aula Satata Sariksa Rindam III/Siliwangi, Bandung, Kamis, 24 Januari 2019.
Apa yang terjadi kemudian?
Satria Antasena (Ultima Muaythai Boxing Camp Jember) menang TKO ronde 5 atas David Kosworo (Bhayangkara Boxing Camp Jakarta). Selesai masalah.
Tetapi nanti dulu. Sebelum terjadi TKO, pertandingan sempat menarik pada dua ronde pertama. David yang matang dalam pengalaman mencoba melepaskan jab-jab disusul straight.
Satria Antasena meski kalah pengalaman berhasil memanfaatkan jangkauannya. Tidak mudah bagi David untuk mendaratkan pukulannya di muka atau tubuh lawan.
Pada awal pertandingan, penonton sempat terhibur melihat tubuh David yang sangat besar, mirip petinju kelas berat masa lalu milik Selandia Baru, David Tua. Lucu dan menggemaskan.
Setelah menyelesaikan dua ronde, David mulai susah mengatur pernapasan. Naik-turun dan sudah Senin-Kamis. Namun, semangat besar David mendorongnya untuk terus bertanding.
Tunggu satu ronde lagi. Satu ronde lagi (baru menyerah), kata David kepada sekondannya di sudut merah.
Saya ikut berdiri di sana dan mendengar apa-apa yang disampaikan David Kosworo.
Teng! Ronde ketiga dimulai. David berdiri dan mengejar Satria dari sudut biru.
Tak banyak pukulan yang mendarat di bagian muka. Satria mengincer bagian perut dan itu membuat napas David semakin Senin-Kamis.
David tetap semangat. Di sudut merah ia kembali berjanji: Satu ronde lagi (baru menyerah). Masih kuat. Satu ronde lagi. Satu ronde lagi.
Sebelum bel ronde keempat terdengar, wasit Erik Suwarna mendatangi sudut merah, memastikan David Kosworo masih sanggup untuk menyelesaikan masalahnya.
David berdiri meneruskan ronde keempat dan menghadapi Satria, yang jangkung dan fresh. Namun, pukulan samping Satria lagi-lagi menghantam perut David. Rasanya sudah cukup. Tidak ada manfaatnya bertahan hanya lantaran gengsi.
Dengan jiwa besar David menyelesaikan masalahnya tanpa harus menunggu tangan besar Satria Antasena mengirimnya ke atas kanvas ring. David tetap duduk di sudutnya meski bel ronde kelima sudah terdengar, sampai akhirnya wasit datang memberikan hitungan.
Keputusan menyerah jauh lebih baik daripada harus memaksakan diri bertarung Senin-Kamis.
Finon Manullang, menulis dari Desa Tridaya Jawa Barat.