Rondeaktual.com, Coretan Finon Manullang – Penggemar tinju di seluruh dunia akan mengenang 50 tahun kejuaraan dunia kelas berat antara juara George Foreman (Amerika Serikat) melawan penantang Muhammad Ali (Amerika Serikat). Pertarungan direncanakan 15 ronde kali 3 menit, berakhir dramatis KO pada ronde kedelapan yang menyisahkan dua detik di Stade du 20 Mai (sekarang Stade Tata Raphael) di Kinshasa, Zaire (sekarang Republik Demokratik Kongo), Rabu, 30 Oktober 1974.
Pertarungan itu sangat bersejarah. Dikenang sebagai “The Rumble in the Jungle”, yang mengantar Ali untuk kedua kalinya menjadi juara dunia kelas berat dengan merebut gelar WBA dan WBC plus sabuk The Ring.
Ali yang pandai bergerak dengan footwork enteng dan dengan kekuatan yang luar biasa, berhasil melepaskan jab-striaght mendarat telak di bagian kepala Foreman. Tak ampun lagi, Foreman tersungkur persis di tengah-tengah ring. Foreman tidak dapat mengalahkan hitungan wasit dan tumbang KO pada ronde kedelapan yang menyisahkan dua detik.
Foreman, yang dipandang sebagai salah satu pemukul paling dahsyat dalam sejarah kelas berat, untuk pertama kalinya menderita kekalahan sekaligus kehilangan sabuk juara dunia kelas berat yang disandangnya.
Ketika itu Foreman muda berusia 25 tahun dan Ali tua berusia 32 tahun. Ali masuk ke dalam ring sebagai underdog 1:4.
Pertarungan Foreman dengan Ali, yang disebut sebagai “The Rumble in the Jungle” merupakan pertandingan tinju kejuaraan dunia kelas berat. Terbesar Ini merupakan kejuaraan dunia terbesar sepanjang sejarah kelas berat, yang ditangani promotor Don King. Tidak kurang dari 60.000 penonton menyaksikan langsung dan menjadi salah satu siaran langsung olahraga terbesar ke berbagai penjuru dunia. Menurut berbagai sumber, pertandingan ditonton sebanyak satu miliar pemirsa televisi di seluruh dunia.
Pertarungan ini juga terkenal dengan taktik Ali rope-a-dope. Ali merusak konsentrasi Foreman, yang sebelumnya tidak tersentuh.
Sebelum bertemu Ali, Foreman “Raja KO” sudah menghabisi setidaknya dua nama besar; Joe Frazier TKO-2 (Foreman merebut gelar WBA dan WBC kelas berat) dan Ken Norton TKO-2 (Foreman mempertahankan gelar WBA dan WBC kelas berat).
Sementara, Ali sebelumnya sudah mengalahkan kelas berat Australia yang terkenal Joe Bugner, memukul KO Ken Norton (dalam tanding ulang langsung, sebelumnya Ali kalah di tangan Norton).
Ketika Ali menerapkan strategi “rope-a-dope”, ia menyandarkan tubuhnya ke tali ring. Menutup mukanya dengan double cover yang kokoh dan terkesan membiarkan Foreman memukulinya. Padahal semua itu merupakan bagian dari taktik menguras tenaga lawan. Beberapa tahun kemudian, Foreman sadar telah terjebak permainan Ali.
Bukan itu saja. Ali yang pandai berkata-kata, sangat sering mengejek lawannya. Ketika emosi sudah di luar kontral, Ali masuk melakukan serangan balik. Mendaratkan pukulannya tanpa bisa ditutup Foreman.
Taktik itu yang membuat Foreman habis pada ronde kedelapan. Jab Ali disusul straight tunggal mematikan mendarat telak di bagian kepala Foreman dan habis.
Koran Sore Mendadak Laku Keras
Sekitar tiga jam setelah kemenangan Ali, tiga koran harian sore yang terbit di Jakarta, tiba-tiba laku keras bagaikan kacang goreng di pinggir jalan.
Koran Cahaya Kita, koran sore milik bos sepakbola Galatama, yang jam terbitnya lebih awal (pukul 14.00 WIB), tiba-tiba habis terjual.
Koran Harian Terbit, koran sore milik Pos Kota Grup, yang terbitnya di tengah-tengah (pukul 14.30 WIB), juga sama larisnya seperti Cahaya Kita.
Koran Sinar Harapan, koran sore yang terbit terakhir (pukul 15.00) tidak ada yang tersisa. Pada hari kemenangan Ali, semua koren sore laku dalam hitungan jam. Penerbit untung banyak.
Penggemar tinju sangat ingin membaca laporan hasil kemenangan Muhammad Ali yang terjadi di tengah benua Afrika. Itu sangat luar biasa. (Finon Manullang)