Rondeaktual.com – Masih ingat Yani Hagler? Yani merupakan petinju termuda Indonesia yang dipromosikan promotor Boy Bolang untuk Kejuaraan Dunia IBF kelas terbang ringan, 48.988 kilogram, melawan juara dunia kidal asal Filipina, Dodie “Boy” Penalosa.
Yani Hagler atau Yani Dokolamo tumbang pada ronde ketiga dan gagal menjadi juara dunia termuda.
Peristiwa itu terjadi di Istora Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Sabtu malam, 12 Oktober 1985.
Kursi panjang bahan kayu jati belanda, karya mantan petinju kidal buatan Yani Hagler.
Sekarang Yani Hagler, 56 tahun, hidup dari usaha sendiri membuka mebel di Desa Pujon, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur.
Selain itu, Yani yang pernah mengalahkan petinju terbaik kelas 48.988 kilogram Tubagus Jaya, juga menjual gitar karyanya sendiri.
“Usaha mebel rintis sendiri,” katanya di Desa Pujon, dihubungi Rabu, 6 November 2024. “Belajar sendiri. Cari modal sendiri, bukan dari hasil tinju. Uang tinju (honor Kejuaraan Dunia 40 juta dipotong calo 10 juta) sudah lama habis. Aku beli mesin sendiri. Beli alat-alat potong kayu dan sebagainya. Beli kayu jati sendiri. Dikerjakan sendiri. Dipasarkan sendiri. Hasilnya dipakai untuk hidup, aku, istri, dan anak.”
Setiap belanja bahan, Yani harus bayar Rp5 juta. “Aku beli kayu jati Belanda, kayu dari luar. Kalau ada yang mau pesan lemari, kursi, mini bar, monggo. Kontak aku, harga bisa nego.” Mini bar dilepas dengan harga Rp5 juta.
Yani Hagler, lahir di Jayapura, 14 April 1968, besar di Malang. Yani berdarah Maluku (ayah) dan Madura (ibu). Yani memiliki talenta yang luar biasa. Ia pernah juara bulutangkis di sekolah.
Didik Mulyadi (mantan juara Indonesia kelas bulu yunior tahun 1981) menemukan bakat Yani Hagler di Malang. Dilatih dan diserahkan ke tangan Setijadi Laksono. Melalui Sawunggaling Boxing Camp Surabaya, Yani Hagler mengorbit.
Boy Bolang didampingi Dimas Wahab (tokoh sepakbola) datang ke markas Sawunggaling menyodorkan kontrak Kejuaraan Dunia.
Setelah gagal menjadi juara dunia, Yani Hagler masih sempat naik ring kemudian mengudurkan diri.
Sebagian dari uang tinju dipakai beli bemo. Sayangnya, Yani tidak bisa mengurus bemo dan tutup.
Yani Hagler tidak pernah menganggur. Setelah melego bemo, Yani meneruskan hidup di terminal Kota Batu dengan cara naik-turun bus.
Istri Yani Hagler menggoreng kerupuk dan siap dipasarkan.
Dua Yani; kidal buatan Yani Hagler (kiri) dan kidal asli Yani Malhendo. (Foto: Istimewa)
“Aku dulu vokalis tunggal. Tapi grup ngamen sudah aku tutup. Sudah bubar.” Yani kemudian membuat gitar dan dijual ke orang-orang tinju. ”Gitar masih ada, tapi aku lebih fokus mebel. Kerja sendiri. Istriku juga kerja, jual kerupuk,” jelas Yani. (Rondeaktual.com)