Rondeaktual.com – Gindo Hutauruk, 59 tahun, boleh jadi satu-satunya penyiar tinju (boxing announcer) Tanah Air paling legendaris. Selama bertahun-tahun, Gindo bertahan dengan spesialisasinya. Tanpa putus.
Tidak disangka, Gindo telah mencatat kariernya selama 23 tahun dari satu ring ke ring yang lain. Dari tidak dibayar sampai dibayar lebih, sudah mewarnai perjalanannya. Ketika era pandemic COVID-19 yang mematikan semua pertandingan tinju, Gindo tetap tidak bergeser dari profesi boxing announce.
Gindo Hutauruk menjelaskan, sedang bersiap-siap menuju Bandung. Promotor Johnny Khoe sudah order untuk membawakan acara tinju di Orca Club Bandung, Senin malam, 20 Januari 2025.
Di sana ada dua partai Kejuaraan Indonesia. Silem Serang (Depok, Jawa Barat) menghadapi Mochamad Sholimin (Hammer Bojonegoro) untuk kelas terbang ringan 10 ronde durasi 3 menit. Adam Wijaya (Lembata Jakarta) menghadapi Ghalatry Sonny (Siliwangi Bandung) untuk kelas bulu yunior 10 ronde durasi 3 menit. Ditambah partai pendukung 6 ronde dan 4 ronde.
Siap-siap, suara jangan sampai pecah. “Kita selalu persiapkan diri dengan baik. Kita harus bisa menjaga kesehatan. Bawa custom. Jas tenteng sendiri dan ini harus supaya terjaga dengan baik. Data petinju biasanya sudah disediakan staf promotor. Data kita periksa. Kalau masih ada yang kurang, kita kejar sampai ke ruang ganti petinju,” ujar Gindo Hutauruk, kelahiran Medan, Sumatera Utara, 21 Desember 1965.
Gindo Hutauruk, di tengah malam yang gelap di Lido.
Tidak Dibayar di Arena Tinju Monas
Gindo Hutauruk memulai karier boxing announcer dari atas ring Amphibi, Cilandak, Jakarta Selatan, pada tahun 2002.
“Pertama ngemsi di Cilandak, dalam acara tinju HUT Marinir. Waktu itu promotornya Pak Richard Engkeng. Pas turun dari ring, dikasih satu juta. Sekarang honor sudah lima lima, sebab semua serba mahal. Apa-apa pada melambung. Harga laundry saja sudah berlipat-lipat naiknya,” katanya.
Soal honor, sebetulnya tergantung kemurahan hati promotor. Bisa lima juta bisa dua juta. Menurut seorang matchmaker yang sering mengurus honor boxing announce, belum pernah di atas lima juta.
“Siapa pun orangnya, tarifnya segitu paling gede. Saya tahu karena saya sendiri yang serahkan uang,” pengurus tinju itu.
Ngemsi, kata Gindo, harus bisa menghidupkan suasana di sekitar ring tinju. Jangan ada kesan kosong.
Tidak hanya itu. Boxing announcer harus ditangani oleh orang yang tepat. Banyak istilah dan prosedur yang tidak boleh dilanggar. Tidak boleh hanya lantaran dia cantik. Kecerdasan mutlak. Harus mengerti apa yang dimaksud unanimous decision, split decision, majority decision, dan harus diucapkan. Dibaca dengan tepat. Tidak boleh langsung menyebut nama pemenang, seperti dilakukan seorang artis modal cantik dalam acara tinju siaran langsung. Perempuan yang disebut berdarah Filipina itu salah total dalam membawakan acara tinju.
Ketika ditanya, apa saja pengalaman paling buruk, Gindo berkata: “Honor tidak dibayar dan itu terjadi di acara tinju terbuka di Monas. Sudah lama dan itu menjadi pengalaman paling pahit. Sedangkan pengalaman paling manis, terjadi di HUT Polri. Waktu itu promotor bikin Sabuk Kapolda Papua Barat Irjen Pol Martuani Sormin di Lapangan Bosari, Manokwari. Orang yang datang satu lapangan penuh. Puas melihatnya.”
Banyak pengalaman pahit. Tetapi tidak semua harus diungkap di sini. Gindo Hutauruk pernah dipaksa harus menerima honor hanya Rp 150 ribu dari seorang panitia yang merupakan mantan juara Indonesia kelas terbang. Pernah pula dibayar promotor dengan cara transfer berkali-kali alias dicicil pelan-pelan sampai lunas. (Finon Manullang)