Rondeaktual.com – Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Turut berduka cita atas meninggalnya seorang sahabat, Bapak H.M. Arsyad.
Arsyad telah mendahului kita, pergi untuk selama-lamanya dalam usia 53 tahun. Almarhum menghembuskan napas terakhir di RS AWS Samarinda, Kalimantan Timur, Senin (10/2/2020) pukul 00.34 Wita.
Itu kabar resmi yang saya peroleh dari Aldy, anak tertua almarhum.
Saya lupa kapan pertama kali mengenal atau bertemu dengan H.M. Arsyad.
Bagi saya, mengenal Arsyad di dunia tinju tentu tak lepas dari kisah Pulau Kumala, Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Itu sekitar 17 tahun silam, ketika Pengprov Pertina Kalimantan Timur maju sebagai tuan rumah Pra PON. Arsyad dan panitia lainnya mengundang peserta Pra PON ke Pulau Kumala. Malam itu saya di sana,sebagai reporter Tabloid Ronde.
Setelah pertemuan di Pulau Kumala, saya semakin sering komunikasi dengan almarhum, untuk tujuan memperoleh berita terkini.
Masih kuat dalam ingatan ketika Arsyad sebagai pendatang baru di dunia tinju pro berhasil membeli hak tanding juara dunia WBA kelas bulu, Chris John (Indonesia).
Melalui promotor Daniel Bahari bersama Gelar Tinju Profesional Indosiar (GTPI), Arsyad mendatang Chris John ke Tenggarong, kemudian mempertahankan gelar dunianya melawan petinju Venezuela, Jose Rojas.
Peristiwa besar itu terjadi di lapangan sepakbola, Tenggarong, Kutai Kartanegera, 3 Desember 2004. Chris John bertanding 4 ronde sampai berdarah-darah setelah dihantam benturan kepala Jose Rojas.
Dokter pertandingan naik ke atas ring untuk memeriksa luka di bagian mata Chris John. Demi keselamatan petinju akibat luka yang sangat parah, dokter melarang Chris John untuk meneruskan ronde.
Setelah hitung angka, keputusannya adalah draw. Chris John tetap juara dunia.
Arsyad meneruskan perjalanan karirnya di tinju pro, dan sekali lagi mendatangkan Chris John, melawan nama besar Juan Manuel Marquez dari Meksiko.
Itu terjadi di lapangan terbuka di Tenggarong, 4 Maret 2006. Chris John bertarung 12 ronde dan diumukan menang angka, yang membuat kubu Marquez sulit menerima kekalahannya.
Tidak hanya di kota tinggalnya, Tenggarong, Arsyad pernah datang ke Jakarta sebagai promotor kejuaraan dunia IBF kelas terbang mini antara juara Mohamad Rachman (Indonesia) melawan Omar Soto (Meksiko), 6 Mei 2006. Rachman sukses mempertahankan gelar dunianya.
Setelah menangani pertandingan Rachman, Arsyad perlahan-lahan lepas dari tinju pro. Ia kembali sibuk dengan tugas kantor sebagai karyawan Pemda Kutai Kartanegara.
Meski mulai mengurangi langkahnya di tinju pro. Arsyad tetap 100% membina tinjua matir, melalui Sasana Lembuswana, yang terletak di Kota Tenggarong. Sasana itu cukup besar. Dilengkapi kamar tinggal atlet.
Arsyad pernah mencoba maju dalam pemilihan Ketua Pengprov Pertina Kalimantan Timur. Sayang langkahnya dipatahkan oleh seseorang yang sengaja mengungkit-ungkit peran Arsyad di dunia tinju pro. Arsyad dianggap otomatis kehilangan hak sebagai anggota Pertina, karena sudah mengurus tinju pro.
SENYUM TERAKHIR JELANG MUNAS
Setelah melepas status kepromotorannya, saya tidak pernah lagi bertemu Arsyad. Kehilangan komunikasi. Tahu-tahu bertemu di sebuah hotel besar di Jalan Lapangan Banteng Selatan, Pasar Baru, Sawah Besar, Jakarta Pusat.
Dari jauh saya melihat Arsyad agak over weight. Terlalu gemuk.
Kami salaman. Agak lama dan saya tengadah melihat air mukanya. Ada senyum khas, senyum yang hampir sama ketika melihatnya dalam pertemuan Pulau Kumala, 17 tahun silam.
Tak ada yang kami bicarakan tentang tinju. Tetapi, kehadiran Arsyad jelas sebagai support besar atas keinginan Johni Asadoma yang hendak maju dalam pemilihan Ketua Umum PP Pertina 2016-2020.
Selain Arsyad, saya juga menyalami Johni Asadoma dan Hengky Silatang. Sementara, beberapa pendukung calon ketua umum terlihat tak jauh dari posisi Arsyad berdiri.
Sebelum saya pergi dari hotel mewah itu, saya sengaja meminta Arsyad, Hengky Silatang, dan Johni Asadom, foto bersama.
Seperti biasa, Arsyad memberikan senyunnya dan itulah senyum terakhir yang pernah saya lihat.
Dinihari pukul dua, atau sekitar enam jam yang lalu, saya mendapat kabar bahwa Arsyad telah meninggal dunia di rumah sakit di Samarinda.
Orang pertama yang saya hubungi adalah petinju kelas berat ringan Kalimantan Timur, Rahman Manurung.
Terima kasih, lantaran Rahman Manurung yang sudah tidur lelap masih bisa menerima telepon dari saya.
Mengapa saya memilih Rahman Manurung? Karena sehari sebelum kepergian Arsyad, Rahman Manurung memberi kabar tentang kondisi Arsyad.
Saya berpesan kepada Rahman Manurung agar mengirim nomor kontak almarhum.
Belum sempat mendapatkannya, saya sudah mendengar kabar duka kalau Arsyad telah pergi untuk selama-lamanya.
RAJA KELAS WELTER
Arsyad disukai dan dihormati oleh orang-orang di sekitar tinju karena kemurahan hatinya. Arsyad terkenal karena prestasi tinjunya yang luar biasa.
Arsyad mengawali karir tinju amatirnya dari bahwa. Menjadi juara daerah. Setelah nomor satu untuk Pertina Kalimantan Timur, Arsyad meneruskan prestasinya sebagai juara Nasional, juara Pekan Olahraga Nasional (PON), dan juara President`s Cup. Arsyad adalah raja kelas welter dan fighter sejati. Menyerang dengan cepat dan juara.
Arsyad bertanding di Istora Senayan Jakarta, President`s Cup XV/1993, dan merebut medali emas kelas welter, setelah mengalahkan petinju top Asia level olimpiade asal Filipina, Arlo Cavez. Malam itu Arsyad terpilih sebagai petinju terbaik.
Di President`s Cup XV/1993 Jakarta, Indonesia berhasil merebut empat medali emas dan keluar sebagai juara umum. Empat medali emas direbut oleh:
1. Hamdani Tomagola, emas kelas terbang, sekarang menetap di Ternate, Maluku Utara.
2. Arsyad, emas kelas welter.
3. Hendrik Simangunsong, emas kelas menengah ringan, sekarang menetap di Rantauprapat, Labuhanbatu, Sumatera Utara.
4. Albert Papilaya, emas kelas menengah, sekarang menetap di Bekasi, Jawa Barat.
Arsyad adalah contoh petinju yang berhasil di dalam dan di luar ring. Prestasi besarnya sebagai peraih medali emas PON dan peraih medali emas President`s Cup telah mengantarnya sebagai salah satu yang terbesar dalam sejarah olahraga Kalimantan Timur.
Di tinju pro Arsyad dikenal karena prestasinya berhasil mendatangkan petinju kelas dunia ke Tenggarong, seperti Chris John (Indonesia), Jose Rojas (Venezuela), dan Juan Manuel Marquez (Meksiko).
Semua itu tinggal kenangan, yang tak akan mudah lekang oleh waktu. Selamat jalan kawan, selamat jalan Bapak H.M. Arsyad.
Finon Manullang, menulis dari Desa Tridaya Tamsel Jawa Barat, [email protected]