Rondeaktual.com – Banyak orang mengeluh karena pandemic yang tak habis-habisnya. Ada yang bilang hidup semakin susah.
“Alhamdulillah, saya sih masih bisa bertahan di era pandemic. Bertahan hidup apa adanya. Hidup sederhana, yang penting sehat semangat,” kata Azaddin Anhar, 59 tahun. Azaddin juga bertahan hidup di Bantar Gebang, Kota Bekasi, Jawa Barat. Tahun lalu ia sempat kembali ke tanah kelahirannya, Aceh. Akhirnya ia memutuskan kembali ke Bantar Gebang.
“Aku di sini saja, bersama anak dan cucu. Aku tidak ke mana-mana,” Azaddin menjelaskan.
Azaddin Anhar adalah petinju asal Provinsi Aceh yang kemudian mengembangkan karirnya di Jakarta. Sukses dengan segudang prestasi dan punya nama besar.
Bertinju selama lebih 20 tahun membuatnya sangat memahami pahit dan manisnya tinju amatir dan profesional. Masa lalu adalah masa emas. Masa sekarang adalah masa kering prestasi.
“Aku tidak di pro saja, tapi di amatir cukup lama. Pernah kami bertanding ke Italia dan keluar sebagai juara umum. Hebat sekali. Waktu itu rombongan tinju Indonesia dipimpin oleh Pak Bob Nasution. Kita di Italia benar-benar kuat. Bisa juara umum dan tidak pernah terulang kembali. Itu era emas Pertina bersama Ketua Umum Bapak Saleh Basarah,” Azaddin, sarjana muda dari AMI/ASMI Jakarta, menjelaskan.
Azaddin yang sering dipanggil sebagai Ayah, sekarang bekerja tidak jauh dari kediamannya. “Aku tidak suka menganggur, dari dulu begitu. Aku tetap punya pekerjaan, meski kadang pahit,” katanya.
Pekerjaan Azaddin Anhar di luar kantor. Ia pernah sekuriti malam di beberapa tempat di Ibu Kota. Pernah jualan keperluan harian di Terminal Induk Kota Bekasi. Pernah sebagai pelatih. Pernah sebagai Inspektur Pertandingan versi Asosiasi Tinju Indonesia (ATI). Tidak bisa mengambil hati pimpinan, ia pun ditendang.
Diceritakannya, melalui Benny Tengker dan bersama Sasana Benteng AMI-ASMI Jakarta, Azaddin meneruskan karirnya sampai tingkat internasional. Pernah mendapat promosi kejuaraan dunia IBF di Istora Senayan, Jakarta, dan gagal.
“Sebelum masuk tinju pro, saya lama di amatir,” ujar Azaddin Anhar. Dia teringat pertandingan final kelas terbang ringan PON X/1981 melawan Herry Maitimu dan kalah. “Meski kalah, saya tetap bangga. Medali perak PON saya bawa pulang ke Aceh. Setelah itu pindah ke Jakarta. Pernah berhadapan sama petinju baru. Dia bisik supaya aku jangan pukul keras-keras. Dia sekarang pengurus pusat Bidang Binpres.”
Azaddin latihan tinju di ASMI. “Kuliah juga di sana, sampai sarjana muda. Teman petinju lain juga begitu. Banyak yang sarjana, termasuk atlet dari cabor lain. Semua itu karena Om Benny Tengker. Almarhum sangat berjasa.”
Azaddin Anhar mulai masuk tinju pro pada 1985 bersama pelatih Ferry Moniaga dan diteruskan Chris Rotinsulu. Ia dua kali merebut gelar juara Indonesia light flyweight.
“Saya bertanding di Bangkok (untuk kejuaraan dunia WBF light flyweight) dan di Jakarta (untuk kejuaraan dunia IBF light flyweight) saya akui, saya kalah,” ujarnya.
KEMENANGAN AZADDIN ANHAR
1985, Gelora Bung Karno, Jakarta, mengalahkan Little Pono (Arema Malang), non gelar.
1985, Samarinda, mengalahkan Iwan Tubagus Jaya (Garuda Jaya Jakarta), non gelar.
1985, Gelanggang Remaja Jakarta Utara, promotor Boy Bolang, mengalahkan Little Pono (Arema Malang), kejuaraan Indonesia kelas terbang ringan.
1986, Bulungan Jakarta, mengalahkan Mohamad Chotip (Jember), non gelar.
1988, GOR Pulosari Malang, mengalahkan Michael Arthur (Javanoea Malang), non gelar.
1988, Jakarta, mengalahkan Taufiq Bathi (ARH Jakarta), non gelar.
1988, Delta Surabaya, mengalahkan Mulya Gana (Gajayana Malang), non gelar.
1988, Bandar Lampung, mengalahkan Said Iskandar (Nusantara Jakarta), non gelar.
1990 Gelora Bung Karno, Jakarta, mengalahkan Udin Baharuddin (Budi Raya Jakarta), kejuaraan Indonesia kelas terbang ringan.
Dari dua kali pertemuan dengan Uddin Baharuddin, Azaddin sekali menang dan sekali kalah.
“Kita main habis-habisan. Udin petinju yang sulit dipukul. Taktik menghindar almarhum sangat bagus,” Azaddin menjelaskan. (finon manullang)