Rondeaktual.com – Pelatihku adalah Paruhum Siregar. Beliau memang seorang pelatih luar dan dalam.
Secara teknis Paruhum Siregar adalah pemegang medali perak Asian Games IV. Secara teoritis dan sugestip, dia bisa membangkitkan semangat bertanding seseorang dengan pengarahan yang rinci.
Pernah aku merasakan bagaimana caranya membangkitkan motivasi yang luar biasa. Pada Kejuaraan Tinju Sumatera Utara 1971 di Rantau Prapat. Kami berdiskusi secara tim.
“Syamsul, kau bertanding di kelas apa dan siapa calon lawanmu nanti,” tanya Paruhum kepadaku.
“Di kelas bulu, 57 kilogram, lawanku yang paling kuat adalah.Pangaribuan.
“Pasti kau menang dan juara, tapi juara yang bagaimana, tak berkelas” kata Paruhum. “Naik kau ke kelas ringan, 60 kilogram. Siapa calon lawanmu di kelas tersebut,” imbuh Paruhum Siregar.
“Paling kuat adalah T. Purba dari Pematang Siantar,” kataku.
“Ah, pasti kau menang dan juara. Tapi apa kata orang, juara dari petinju tak berkelas,” kata Paruhum Siregar, yang tidak lain adalah adik Ibuku sendiri.
“Naik kau ke kelas welter ringan, 63,5 kilogram. Siapa lawan kau di sana,” kejar Paruhum.
“Kelas welter ringan yang terkuat adalah Asril Goce,” jawabku.
“Nah, lawan dia. Hajar dia. Kalaupun kau kalah itu luar biasa. Kau dari berat 57 kilogram berani melawan kelas 63.5 kilogram, itu luar biasa,” pesan Paruhum Siregar. Semangat sekali.
Ketika penimbangan berat badan, terpaksa aku minum yang banyak dan mengantongi besi. Akhirnya berat badanku lebih dari 61 kg dan sudah boleh bertanding di kelas welter ringan.
Akhirnya, aku bertanding di final melawan Asril Goce, yang sudah bertanding di kejuaraan tinju nasional dan Pekan Olahraga Nasional. Sedangkan aku belum pernah ikut dalam kancah pertinjuan.
Pertandingan final kelas welter ringan malam itu menjadi perhatian serius penonton Rantau Prapat. Penonton senang sekali mendapat hiburan istimewa.
Sesuai strategipelatihku Paruhum Siregar, kuladeni Asril Goce dengan semangat luar biasa. Ahirnya, aku dinyatakan kalah dan memang aku kalah. Tapi apa yang aku dapatkan adalah prestasi luar biasa. Tidak KO, atau RSC, tetap tegar melawan sampai akhir.
“Hebat kau, Sul. Betul-betul luar biasa,” sanjung Paruhum Siregar, ketika aku turun dari ring.
Keberanianku untuk naik melompat beberapa kelas membuat banyak pelatih memberikan apresiasi kepadaku.
Dampaknya luar biasa, Kejurda Tinju Amatir Sumut 1972 berlangsung di Kota Padang Sidempuan. Aku rencananya bertanding di kelas welter ringan agar bisa bertanding lagi melawan Asril Goce.
Sayang sekali, Asril Goce
mendaftar bertanding di kelas welter 67 kilogram. Aku juga menaikkan berat badanku ke kelas welter. Tetapi Asril Goce naik lagi ke kelas menengah ringan 71 kilogram.
Cukup. Aku tidak mungkin bisa lagi mengejar untuk melawan Asril Goce, karena sudah terlalu jauh untuk menambah bobot badan.
Asril mungkin berpikir melawanku untuk keduakalinya, karena pada pertandingan pertama saja sudah kewalahan.
Betul apa nasihat dari pelatihku yang juga pamanku kandungku sendiri. Kalau menang biasa saja, semua orang bisa. Kalau juara kedua, padahal pesertanya hanya dua orang, apa nilai juaranya.
Begitu juga mungkin dalam kehidupan, harus berani mencoba untuk bisa berbuat. Seperti kata pepatah, keberhasilan itu berpihak kepada si pemberani. Fortune favors the bold.
Syamsul Anwar Harahap, menulis dari Desa Lantosan, Kabupaten Padang Lawas Utara, Provinsi Sumatera Utara.