Rondeaktual.com
Ketua Pengprov Pertina Papua, Ricky Ham Pagawak mengadakan acara temu kangen bersama para legenda tinju Papua, di Resto Tropical, Pantai Holtekamp, Kota Jayapura, Papua, Jumat, 17 September 2021.
Pasalnya, mereka pernah mengharumkan nama Papua melalui panggung tinju leven nasional dan internasional di era 1960-an, 1970-an, 1980-an, dan 1990-an.
Para legenda tinju Papua yang hadir seperti; Simon Rumkabu, Albert Pulalo, Zeth Morin, Teppy Wanggai, Agus Maay, Ayub Epa, Apolos Kurni, Benny Jarisetouw, Yanto Pakombong, Albert Logo, dan John Dasko.
Masih banyak para legenda tinju Papua yang tidak sempat hadir karena kesibukan.
Para legenda tinju mengapresiasi inisiatif Pagawak. Ini merupakan peristiwa pertama dalam sejarah tinju Papua yang panjang.
Turut hadir 17 petinju (10 putra dan 7 putri) tim PON Papua. Pertemuan ini dapat berguna untuk kebangkitan olahraga, khusunya tinju Papua. Dukungan dan doa restu kepada 17 petinju yang akan bertanding di PON XX/2021 Papua.
Pertandingan tinju akan berlangsung di GOR Cendrawasih, Kota Papua, 5 hingga 13 Oktober 2021. Papua target lima medali emas.
“Kita tidak boleh melupakan para legenda tinju Papua, yang pernah mengangkat nama besar Papua dan Indonesia,” kata Ricky.
Simon Rumkabu menitipkan pesan kepada 17 atlet tinju PON Papua, untuk menjadikan motivasi dan spirit.
“Pertama, anggap di atas ring tidak ada orang lain. Kamu sendiri yang bertandiung sehingga kamu harus bisa membaca situasi yang ada di atas ring. Kedua, jangan berikan peluang sedikitpun “box” langsung masuk menyerang. Buatlah kejutan. Kejuatan itu bisa membuat lawan grogi dan tidak bisa mengendalikan diri dan pasti akan tumbang. Ketiga, kepada 17 atlet tinju PON Papua, para legenda tinju tidak bisa meberikan apa-apa tapi dukungan dan doa dari kami seluruh masyarakat Papua yang ada di Tanah Papua akan memberikan dukungan bagi anak-anak sendiri untuk meraih prestasi maksikaml.”
Apolos Kurni, mantan juara nasional, mengisahkan pengalamannya ketiak mempersembahkan medali emas bagi Papua di Kejurnas Tinju di Kupang, Nusa Tenggara Timur, pada 1997.
“Saya cuma dikasih uang Rp 100 ribu. Kitong cuci pakaian saja jemur tanpa sabun, hanya untuk kejar prestasi. Kitong cuma pikir tanah dan rambut ini yang kitong pakai. Saya cuma ingatkan adik-adik kalau bertanding pukul kasih knock out. Kasih KO,” turut Apolos Kurni.
“Papua maju sepakbola dan tinju. Kapan lagi kalau bukan sekarang. Kalau bukan kitong siapa lagi sehingga kitong harus lakukan terbaik untuk masyarakat Papua,” pungkasnya.