Rondeaktual.com
Kemarin lalu (Senin, 27 September 2021), saya mulai menempati kamar di Venue Kakatua, Balai Latihan Koperasi (Balatkop), Angkasa Indah, Kota Jayapura, Papua.
Senang menjadi orang pertama yang tinggal di sana, yang juga akan menjadi tempat tinggal wasit/hakim Cabor Tinju PON XX/2021 Papua.
Pertandingan tinju dipusatkan di GOR Cendrawasih, Kota Jayapura, mulai 5 hingga tutup 13 Oktober 2021.
Masih menunggu enam hari lagi. Perjalanan menuju arena tinju sekitar 30 menit.
Di sini ada tiga venue; Mambruk, Kakatua, dan Elang. Setiap kamar terdiri dari dua tempat tidur tingkat, yang akan dihuni oleh empat orang. Bagi yang umurnya sudah 60 ke atas, sebaiknya jangan tidur di atas. Biarkan yang muda di atas yang tua di bawah. Hati-hati naik tangga. Jangan sampai terpeleset dan jangan pernah membuang “bom angin”. Kasihan teman yang di bawah.
Setiap kamar dilengkapi dua lemari, satu televisi, satu meja kaca dan satu kursi, satu meja kecil di samping tempat tidur, AC, dan satu kamar mandi di dalam.
Jadi, harus siap-siap antre mandi. Bagi yang malas bangun pasti mendapat giliran mandi paling belakangan.
Setiap kamar disediakan lotion penolak nyamuk 50g. Ada pemati dan penolak nyamuk versi semprot volume 600ml dilengkapi tulisan kapital; KEMENTERIAN KESEHATAN “TIDAK DIPERJUALBELIKAN”.
Kelambu anti nyamuk juga ada, sebagai program nasional pengendalian malaria. Tidak diperjualbelikan. Pengadaan tahun 2019.
Enak. Semua tersedia dan serba fasilitas hotel. Pouced alat mandi, keset, gula-kopi, teh, tersedia setiap hari.
Air minum disediakan dispencer air panas dan dingin. Laundry akan dihubungkan ke agen tetapi bayar sendiri. Tidak bagus mengharap gratis.
Di sini ada ketentuan tidak boleh menerima tamu. Tidak boleh merokok di area dalam okomodasi. Tidak boleh membuka jendela kamar (kemungkinan untuk mencegah nyamuk masuk) dan ada wifi di lobi.
Tetapi, meski ada larangan tidak boleh membuka jendela, tidak satu saja kamar yang kaca jendelanya kosong dan hanya ditutup kain. Kaca nako banyak yang hilang dan itu akan menjadi pintu masuk bagi nyamuk. Orang yang membangun mungkin saja tahu tapi mungkin saja memilih membiarkan. Pura-pura tidak tahu. Sebab sudah pasti bukan dia yang akan kena gigit nyamuk.
Di tempat tinggal kami, ada aturan yang tidak boleh dilanggar, yaitu pukul 22.00-07.00 adalah “quiete hour” di mana semua suara harus direndahkan.
Melihat fasilitas yang tersedia sepertinya tidak ada masalah.
Tetapi bersiap-siaplah untuk tidak mengomel karena kamar ini terlalu sempit bila ditempati oleh empat orang dewasa.
Seseorang butuh adaptasi, paling tidak satu malam.
Kakatua dan Elang akan ditempati wasit/hakim dan panitia dari luar Papua, termasuk saya.
Pada hari pertama ketika hendak menempati kamar, yang pertama saya periksa adalah air.
Ternyata tidak ada masalah. Air PAM lancar. Saya langsung menyapu kamar yang berdebu dan berpasir. Sebelum rebahan di atas ranjang yang ukurannya pas-pasan, saya membersihkan muka dan kaki. Fresh.
Pukul lima pagi WIT atau pukul tiga WIB, saya sudah bangun. Di sini sudah terang.
Setelah memeriksa hp dan menyusun tulisan, saya pergi ke kamar mandi dan ternyata tidak ada air.
Saya pergi ke kamar sebelah, ruang staf atau karyawan yang nanti akan melayani segala keperluan tamu. Saya sampaikan mengenai air. Katanya sedang diperbaiki. Saya disuruh menunggu dan disuruh menulis di dalam guest feedback form, yang dapat diambil di front office. Tidak saya turuti.
Satu jam kemudian, saya ke kamar mandi dan tidak ada air.
Saya menghubungi panitia Cabor Tinju, Alfred Kayoi (wasit/hakim Bintang 1 AIBA), tentang masalah air.
Alfred Kayoi, dengan kemurahan hatinya menawarkan supaya mandi di rumah beliau, yang hanya berjarak beberapa langkah dari Venue Kakatua. Rumah itu di pinggir jalan. Besar dan bersih. Kursinya bagus dan empuk. Saya sudah duduk di sana.
Tawaran Alfred Kayoi saya tolak. Saya memilih tetap mandi di kamar sendiri.
Akhirnya, air minum dalam kemasan galon yang disediakan housekeeping saya angkut ke kamar mandi. Dengan gelas (tidak ada gayung tidak ada ember) air saya tuang lalu siram ke seluruh tubuh. Saya harus melakukannya berulang-ulang agar air bisa membasahi seluruh tubuh. Inilah yang disebut mandi saja membutuhkan perjuangan.
Gelas itu licin karena kena sabun dan saya harus berhati-hati. Jangan sampai jatuh lalu pecah. Pasti susah membersihkannya.
Akhirnya dengan setengah air galon, saya bisa mandi. Rasanya enak dan ini merupakan pengalaman pertama mandi dengan air minum.
Bagi saya, dan mungkin bagi Anda juga, mandi itu sangat perlu. Selain membuat tubuh bersih sehat semangat, mandi bisa membuat awet muda. Tetapi tidak bagus pula kalau terlalu sering mandi.
Tentang air mandi, akhirnya menjadi tidak ada masalah. Petugas PAM –atas instruksi Walikota– segera menuntaskan segala masalah. Air sudah lancar sejak hari Selasa. Mau mandi air dingin atau air panas, tinggal pilih. Asal jangan berenang karena di sini tidak ada bak.
Rabu pagi, 29 September, saya harus membersihkan sendiri kamar mandi. Banyak tanah bekas kerja bangunan menempel di dinding dan apalagi di lantai. Setiap air yang saya semprotkan ke lantai, maka akan keluar air tanah berwarna kemerahan. Semakin lama disemprot, semakin banyak tanah dan pasir yang keluar. Tidak enak dilihat.
Ini ibarat menempati rumah baru tipe termurah yang dibangun asal jadi. Pihak pemborong tidak mau tau, yang penting selesai dan cair.
Siapa pun -wasit/hakim– yang akan menempati setiap kamar, dia harus mempunyai kemauan untuk bersih. Tidak boleh malas supaya tidak jorok.
Menurut jadwal, seruluh wasit/hakim, tim dokter, ring announcer, time keeper, akan tiba Kamis, 30 September 2021.
Di sini tidak ada kain lap, yang ada hanya cap jari lima alias membersihkan tembok kamar mandi dengan tangan sendiri.
Hampir 90 menit membersihkan kamar mandi dan saya pikir itu bagus sebagai ganti olahraga pagi.
Karena sudah mulai lelah dan sisa-sisa tanah masih ada, saya memutuskan untuk berhenti membersihkan kamar mandi. Saya mengulanginya lagi sebelum matahari terbenam di ufuk barat.
Pikiran saya sederhana saja; kamar mandi harus bersih. Itu mutlak.