Rondeaktual.com
Ketika tulisan ini saya susun, saya masih berada di ruang tunggu pesawat lantai 2 Bandara Sentani, Jayapura, Jumat, 15 Oktober 2021. Hari sudah hampir siang.
Banyak yang bisa ditulis. Tentang pertandingan tinju di GOR Cendrawasih (Gorcen), misalnya. Tinju berlangsung sejak 5 hingga final 13 Oktober 2021.
Gorcen sangat mencekam, akibat beberapa keputusan wasit/hakim yang dianggap buruk..
Itu tak akan terhapus dari perjalanan sejarah tinju amatir.
Hari ini saya memilih menulis tentang makanan, yang pendistribusiannya kacau-balau. Tidak tepat waktu membuat makanan yang tiba di Balai Latihan Koperasi (Balatkop) Angkasapura Indah, Jayapura, basi.
Balatkop adalah rumah tinggal sementara wasit/hakim Cabor Tinju PON Papua 2021 dan beberapa panitia pertandingan.
Saya di sana, di Venue Kakatua, Kamar 3, bersama seorang anggota Dewan Hakim. Konon dia menolak tinggal di hotel.
Sambil menunggu pesawat pulang ke Jakarta singgah Makassar, saya ingin menyampaikan selamat tinggal Papua dan selamat tinggal nasi basi.
Mulai hari ini, saya dan teman-teman wasit/hakim dan panitia cabor tinju PON Papua, dan peserta tinju yang tinggal di Sekolah Polisi Negara (SPN), tidak akan berhadapan lagi dengan nasi basi.
Tidak setiap hari makan nasi basi. Tetapi sangat sering. Banyak yang mengeluh. Banyak yang melapor ke pihak yang mengurus makanan. Selalu menangkis dengan seribu alasan seperti keterbatasan tenaga sehingga sering datang terlambat.
Datang terlambat membuat makanan basi.
Makanan basi bisa membuat keracunan, sakit perut, kram perut, diare.
Makanan basi akan mengalami perubahan kondisi, yang membuat penurunan terhadap kualitas dan kelayakan untuk dikomsumsi.
Hampir setiap hari nasi dibuang karena sudah basi. Tidak mungkin dimakan, kecuali buah dan minuman.
Buah, seperti pisang atau jeruk, tidak selalu buah terbaik. Banyak yang tidak layak kunyah. Hanya minuman kotak atau minuman air mineral yang utuh. Sampai berlebihan.
Sementara, jatah kue yang tiba sebelum makan siang, banyak yang tidak diambil dari teras masing-masing dan akhirnya dibuang, membuat drum sampah penuh.
Setiap hari makanan berlebihan. Isinya bervariasi. Menu malam misalnya; ada ikan saus padang, ayam sempur, fish ball teriyaki, bistik tempe, tumis sayur (paling sering basi), sambal, air minural.
Dalam perjalanan menuju bandar Sentani, teman saya yang duduk di depan, mengomel karena menurutnya tidak bagus setiap hari daging. Menurut pendapatnya, ikan lebih baik dari daging.
Selamat tinggal nasi basi.
Selamat tinggal para sahabat tinju.
Selamat tinggal para legenda tinju Papua yang tak terlupakan seperti; Alex Tiris, Sonny Arwam (Pendeta Jemaat Gunung Sinai), Ayup Epa, Agustinus Maai, Apolos Kurni, Seppy Karubaba, Alberth Logo, Benny Elopere, Lodewijk Akwan.
Belum tentu 50 tahun lagi kita bisa bertemu di Papua dalam pesta olahraga PON. (finon)