Rondeaktual.com – Coretan Finon Manullang
Sudah banyak yang tahu bahwa Indonesia tidak lagi memiliki gelar juara dunia. Sudah habis. Era emas tinju pro dibiarkan hanyut tanpa regenerasi. Tidak ada usaha untuk melahirkan juara dunia baru.
Sekarang, banyak yang belum tahu bahwa Indonesia sudah memiliki enam badan tinju dan bisa saja menjadi tujuh. Tidak ada larangan. Tidak ada yang mengontrol. Sedikit saja tersinggung pasti lahir badan tinju baru. Percaya deh.
EKSISTENSI 6 BADAN TINJU
1. Komisi Tinju Indonesia (KTI). Ketua Umum KTI adalah Anthon Sihombing, yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua KTI DKI Jakarta.
KTI adalah badan tinju pro pertama dan tertua. KTI sudah berusia hampir 52 tahun.
Tahun terakhir mengalami banyak kemerosotan dan sepertinya sengaja dirongrong dari dalam.
Tetapi, KTI masih yang terbaik karena berani konsisten menerapkan aturan durasi 12 ronde untuk kejuaraan Indonesia. Badan tinju lain sudah sesuka-sukanya. Tanpa Musyawarah Nasional (Munas), tiba-tiba kejuaraan Indonesia dipotong menjadi 10 ronde.
KTI terakhir menjadi pengawas pertandingan di Desa Prampalan, Sabtu, 5 Maret 2022.
Salut, KTI tetap memberlakukan 12 ronde untuk partai kejuaraan, karena setiap perubahan memang harus melalui Munas. Bukan karena tekanan dari promotor.
2. Asosiasi Tinju Indonesia. Ketua Umum ATI adalah Manahan Situmorang, yang sebelumnya Ketua Harian KTI Pusat atas rekomendasi Ketua Umum Hendropriyono.
ATI adalah badan tinju tertua kedua dan tetap eksis, meski di pengujung tahun lalu sempat drop akibat salah memberikan izin kepada promotor, yang berbuntut pembayaran honor petinju dan honor wasit/hakim berantakan.
ATI terakhir menjalankan tugas ofisial ring untuk pertandingan di Hollywings Club, Jakarta, Minggu, 27 Febaruari.
Eksistensi ATI tetap menjadi pilihan dan tetap mewarnai jatuh-bangun tinju pro Tanah Air.
3. Komisi Tinju Profesional Indonesia (KTPI). Ketua Umum KTPI adalah Ruhut Sitompul, yang sebelumnya menjabat sebagai salah satu Ketua di KTI Pusat.
KTPI selalu mempromosikan diri sebagai yang terbaik dan itu bagus. Namun terjadi blunder akibat salah mengeluarkan izin kepada promotor Sabuk Emas Bupati Kebumen.
Ternyata promotor kantong kering. Tidak punya uang. Untuk menutup malu sekaligus menyelamatkan pertandingan, petinggi KTPI rela mengeluarkan uang Rp 36 juta agar promotor bisa membayar petinju yang bertanding.
Apakah promotor Ragil Sagiyo sudah mengembalikan uang tersebut, entah juga.
Sabuk Emas Bupati Kebumen menampar wajah tinju pro Tanah Air.
Itu bukan kasus pertama bagi KTPI. Pernah terjadi di Pacitan, pertandingan terpaksa dibatalkan hanya beberapa jam sebelum lonceng berbunyi, karena ternyata promotornya tidak pegang uang.
KTPI terakhir mencatat sukses ofisial ring dua malam berturut-turut bersama promotor Hodlif Hun di Lapangan Boibalan, Niki-Niki, Amanuban Tengah, Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur.
4. Federasi Tinju Indonesia (FTI). Ketua Umum FTI adalah Hasurungan Pakpahan, yang sebelumnya menjabat sebagai salah satu pengurus teras di ATI Pusat.
FTI mulai menghilang dan entah bagaimana keberadaannya, sejak kematian Sekjen Theo Lela, lebih tujuh tahun silam.
FTI sempat menjadi ofisial ring di pertandingan tinju Bhumi Marinir Cilandak.
Sekarang, eksistensi FTI antara ada dan tidak ada. Dibilang ada, tetapi sudah bertahun-tahun tidak pernah menjadi ofisial ring. Dibilang tidak ada, tetapi belum pernah menyatakan bubar.
5. Federasi Tinju Profesional Indonesia (FTPI). Ketua Umum FTPI adalah Neneng Astuty.
Eksistensi FTPI cukup bergengsi ketika mengawasi pertandingan Sabuk Emas Presiden RI, di Balai Sarbini Jakarta, Jumat, 28 Oktober 2016.
Setelah itu, sang pendiri Yance Rahayaan membuat sensasi besar tiba-tiba saja mendorong Milasari Anggraini sebagai Ketua Umum, menggeser Neneng Astuty.
Tak sampai setahun, Milasari dan kawan-kawan membuat keputusan frontal ramai-ramai mengundurkan diri. FTPI dikebalikan kepada pendiri Yance Rahayaan. Neneng Astuty kembali duduk Ketua Umum.
6. Dewan Tinju Indonesia (DTI). Ketua Umum adalah Milasari Anggraini.
Sebagai badan tinju terbaru, DTI belum pernah menjadi ofisial ring. Tetapi melihat data personalianya cukup pengalaman dalam menyelenggarakan pertandingan.
Eksistensi DTI masih menunggu apa yang akan terjadi kemudian. Semoga DTI bisa menjadi strong commission dan jangan menjadi congkak seperti badan tinju lain yang senang mempromosikan diri sebagai yang terbaik, padahal melakukan banyak pelanggaran.
Setelah memiliki enam badan tinju pro, Indonesia seharusnya sudah bisa mengejar ketinggalannya untuk melahirkan juara dunia baru.
Memang, untuk mencetak juara dunia baru tidak semudah orang membalikkan telapak tangan. Apalagi, saat ini Indonesia tidak memiliki calon juara dunia. Kalaupun ada barangkali dari tangan Arser Kewas Tuama atau Sunan Amoragam, dan beberapa juara Indonesia lainnya, yang umurnya masih 25-an.
Bagaimanapun sulitnya urusan tinju di tengah pandemic COVID-19, masih ada waktu untuk melahirkan juara dunia baru.
Harus solid dan berharap semua badan tinju mau bersatu. Tinju pro kita sudah tertinggal jauh dari MMA.
Finon Manullang
Menulis dari Desa Tridaya Jawa Barat
[youtube-feed]