Rondeaktual.com – Coretan Finon Manullang
Suatu pagi, saya bertanya kepada Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Persatuan Tinju Amatir Indonesia (Pertina), Mayjen TNI (Purn) Komaruddin Simanjutak. Bagaimana rencana Pemusatan Latihan Nasional (Pelatnas) menghadapi SEA Games XXXI/Hanoi 2021?
“Ada dua kemungkinan, Lae. Pelatnas di luar negeri atau di dalam negeri,” katanya.
Komaruddin Simanjuntak, dari dulu sejak penyelenggaraan tinju pro yang sangat bersejarah di atas kapal tongkang di tepi Sungai Martapura 2011, selalu memanggil saya dengan sebutan khas Lae.
“Kalau di dalam negeri, pelatnas di mana, Pak?”
Komaruddin Simanjuntak menyebut dua lokasi dan salah satunya HS Boxing Camp Ciseeng, milik mantan petinju ”Si Pencuci Piring” Hengky Silatang, SH.
Ternyata benar. Pelatnas SEA Games Hanoi XXXI/2022 (tunda dari rencana 2021) di pusatkan di sana.
Sebelum menuju Pelatnas Ciseeng, saya menghubungi pelatih Darman Hutauruk, untuk memastikan satu kamar untuk satu malam. Saya ingin bermalam bersama Tim Pelatnas. Sementara, kepada Hengky Silatang (manajer pelatnas) saya sampaikan bahwa besok mau datang ke sana.
Jumat, 11 Februari 2022, untuk pertama kali datang melihat Tim Pelatnas SEA Games. Bangga, karena di usia seperti sekarang yang sudah pas-pasan ternyata masih bisa ke sana. Jauhnya minta ampun.
Di sana, semu ada. Kamar sendiri full AC. Makan dan minum tinggal ambil. Petinju pelatnas (kecuali Huswatun Hasanah) dan pelatih, semua menempati kamar masing-masing.
Tempat itu bersih, mungkin lantaran masih baru. Dilengkapi gambar sejumlah juara dunia ternama karya Non-M Promotion. Sayang, lokasinya jauh dari pusat keramaian Ibu Kota. Menghabiskan empat-lima jam perjalanan.
Di sana ada ring standard AIBA (sekarang IBA). Di belakang ada tanah kosong dan sedang membangun fasilitas serta tempat latihan. Hanya untuk lari mereka harus pergi ke luar.
Ketika melakukan liputan pertama ke Pelatnas SEA Games di Ciseeng, saya bertemu:
1. Kornelis Kwangu Langu (Bali), kelas 52 kilogram.
Kornelis bukan nama baru. Dia sudah bertahun-tahun menjadi penghuni pelatnas dan pernah merebut medali emas SEA Games Singapura 2015.
Kornelis paling senior di sana dan dianggap kakak. Pengalamannya cukup panjang tetapi tidak membuatnya congkak. Kornelis tetap rendah hati.
2. Farrand Papendang (Sulawesi Utara), kelas 63 kilogram.
Pertama kali mengenal Farrand di GOR Tunjuk, Lahat, Sumatera Selatan, saat berlangsung Piala Wapres RI IV/2014. Sejak Reza Ali tidak lagi Ketua Umum PP Pertina, Piala Wapres sudah dilupakan orang alias tidak pernah lagi dipertandingkan.
3. Sarohatua Lumbantobing (Sumatera Utara), kelas 69 kilogram.
Sekilas, pribadi Saroha agak pemalu dan seolah sengaja menjaga jarak. Kalau tertawa suka setengah. Tidak lepas.
Pertama mengenal Saroha di GOR Pelabuhanratu. Saya menyapanya, setelah kalah semifinal PON XIX/2016 Jabar.
Setiap jumpa Saroha, saya selalu menyalaminya. Di PON XX/2021 Papua dan di Aula Perbakin 2022, kami jumpa dan sudah pasti foto sambil mengepalkan tangan.
4. Maikel Muskita (Jawa Barat), kelas 81 kilogram.
Saya pertama kali melihat straight kanan Maikel yang luar biasa dalam final kelas welter Kejurnas Junior & Youth di Kupang 2017.
Setelah Kupang, Maikel bertanding ditingkat senior (elite) kelas menengah dan merebut medali emas PON XX/2021 Papua.
Untuk menghadapi SEA Games Hanoi, Maikel naik ke kelas berat ringan dan itu bagus karena di sana ada peluang medali emas.
5. Novita Sinadia (DKI Jakarta), kelas 57 kilogram putri.
Pertama kali melihat Novita tengah hari sedang memukul sansak seorang diri di RE Boxing, yang terletak di belakang bengkel Volvo, Desa Watutumou, Kalawat, Minahasa Utara. Itu tahun 2010.
Saya bertanya kepada Richard Engkeng, pemilik sasana: “Siapa dia?”
“Novita, anak baru. Dia bakal jadi, karena ada kemauan latihan sendiri. Pukulannya keras.”
Beberapa tahun kemudian, apa yang dibayangkan Richarad Engkeng menjadi kenyataan. Novita juara dan puncaknya merebut medali emas kelas bantam PON XX/2021 Papua. Menghadapi SEA Games, Novita sengaja didorong jauh ke kelas bulu.
6. Darman Hutauruk (Riau), pelatih.
Hampir 100% waktu dan hidupnya untuk tinju. Sudah melahirkan sejumlah juara dan terakhir mengantar Ingatan Ilahi merebut medali emas kelas terbang PON XX/2021 Papua, setelah dalam final menumbangkan harapan DKI Jakarta, Aldoms Suguro. Entah mengapa bukan Ingatan Ilahi yang masuk Pelatnas SEA Games.
7. Sertu TNI-AD Kusdiyono (Jawa Barat), pelatih.
Dipertandingan tinju amatir, Kusdiyono sudah berkali-kali merebut medali emas sampai dijuluki raja kelas welter. Sejak empat tahun lalu fokus pelatih.
8. Teko Matheos Lewaherilla (Maluku), pelatih.
Teko, sama dengan rekan lainnya, menghabiskan seluruh pikiran dan waktunya untuk tinju. Ia berkali-kali dipercaya untuk menangani tim Maluku dan terbilang berhasil.
9. Hengky Silatang (DKI Jakarta), manajer.
Setiap ingat Hengky Silatang, yang pertama terbayang di kepala ini adalah ucapan khasnya: Tai gigi.
Entah apa maksudnya, saya sendiri belum pernah bertanya. Tetapi, setiap Hengky Silatang mengucap tai gigi, orang pasti tertawa.
Itu dulu. Ini merupakan tulisan pertama dari beberapa tulisan yang akan hadir setiap hari tentang Kisah Tim Pelatnas SEA Games.
Pagi ini, Sabtu, 30 April 2022, setelah tulisan ini saya publish pukul 04.05, saya menuju Pelatnas SEA Games di Ceseeng, dengan perjalanan kereta api.
Mungkin tiba sekitar pukul sembilan pagi dan berharap tim pelatnas masih menjalani latihan.
Finon Manullang
Menulis dari Desa Tridaya, Jawa Barat.
[youtube-feed]