Rondeaktual.com
Dua hari setelah singgah sebentar di rumah legenda tinju Wongso Suseno, 78 tahun, di Simpang Raya Langsep, Kota Malang, penulis meneruskan kunjungan ke rumah legenda tinju lainnya, Monod, 66 tahun, di Desa Tunjungtirto, Singosari, Kabupaten Malang.
Rumah itu di pinggir jalan. Cukup besar. Ada taman kering tidak diurus, ruang parkir, ruang tamu utama, ruang setrika, ruang dapur, ruang belakang, dan beberapa kamar tidur.
Siang itu sepi. Monod dan Tomi, putra keempatnya yang ada di rumah. Istri dan dua putra Monod di luar. Dua putra lainnya sudah menikah dan memilih tinggal di rumah masing-masing.
“Anak saya lima, semua laki-laki. Ada yang sarjana. Ada pengacara. Ada yang SMA, langsung kerja, tidak mau meneruskan kuliah. Semua sudah kerja di bidang masing-masing,” kata Monod, di ruang tamu, Minggu, 12 November 2023.
Monod kerja di tiga lokasi berbeda; di Kabupaten Malang, di Kota Malang, dan di Kota Batu. Monod sebagai pengamanan dan menjadi empat plus pelatih member.
Semua pekerjaan Monod menghasilkan uang. Tidak lama lagi Monod mengurus pekerjaan baru bidang pengamanan mini market.
Monod memang pandai mengumpulkan uang. Menjalankan bisnis sudah dirintis sejak masih petinju level eliminasi. Usaha koran pernah dijalankannya, sebagai loper.
KUNJUNGAN KEEMPAT
Meski hanya 30 menit singgah di rumah Monod, tetapi penulis telah membuat rekor sampai empat kali mengunjungi kediaman Monod. Ia salah satu legenda tinju Malang, setelah era Wongso Suseno.
Monod satu-satunya petinju Indonesia yang rumahnya sampai empat kali penulis kunjungi:
1. FEBRUARI 1984
Menjumpai Monod di Ngaglik, rumah orangtuanya. Ketika itu Monod baru pulang dari Korea Selatan. Monod KO pada ronde keempat dan gagal merebut gelar OPBF junior featherweight.
2. AGUSTUS 1984
Menjumpai Monod di Jalan Raya Tunjungtirto 51, Karanglo. Di sana Monod bekerja sebagai tukang kayu bidang meubel. Perusahaan itu milik abang Monod.
3. JULI 1990
Menjumpai Monod di Desa Losawi, seminggu setelah Monod mencetak rekor tiga kali juara Indonesia kelas bulu yunior. Sampai sekarang, rekor Monod belum tersamai.
4. NOVEMBER 2023
Menjumpai Monod di rumah tinggalnya, yang dibeli dari hasil tinju selama bertahun-tahun, di Singosari, Kabupaten Malang.
Bagi penulis, Monod memang sangat spesial. Sementara petinju lain, seperti juara dunia kita Ellyas Pical, baru sekali mengunjungi rumahnya di Duta Bintaro, RT 02 RW 09.
Pada awal tahun 80-an, penggemar memberikan julukan kepada Monod sebagai “Petinju Berhati Singa”, juga “Badai dari Asia”, dan “Fighter from Arema”.
Monod lahir dari Arema Malang, salah satu sasana tinju pertama yang didirikan oleh mendiang Tjipto Moerti. Monod juga dibimbing oleh pelatih Tan Hwa Swui, atau dikenal juga sebagai Hadi Subroto. Monod juga pernah bersama Didie Ibnu Agam, sebagai manajer Arema.
Awal 1990, Monod bergeser ke Javanoe Malang, yang ditangani pelatih Wongso Suseno dan Movid.
Sepanjang 15 tahun karir tinju pronya yang panjang, Monod tidak pernah merebut gelar internasional. Dua kali kejuaraan OPBF dua kali gagal. Monod hanya mencetak rekor tiga kali merebut gelar juara Indonesia kelas bulu yunior. Sesuatu yang sulit dikejar oleh siapa pun.
Monod memang beda. Meski tidak pernah juara internasional, tetapi berhasil merebut hati penggemar. Ia salah satu paling favorit era GOR Pulosari Malang, yang dulu sangat terkenal.
Monod bertubuh gempal dan tak sampai 160 sentimeter, selalu bertarung gong to gong fighter. Monod dicetak oleh pelatihnya sebagai penyerang sejati. Pantang mundur.
Monod diciptakan untuk menyerang dan memukul lawan sepanjang ronde. Setiap menghadapi petinju luar negeri di Malang atau Surabaya, Monod selalu berhasil mendatangkan dua ribu penonton, yang masuk dengan cara membeli tiket. Promotor meraup untung.
Sekarang, era seperti itu sudah tidak pernah terjadi. Penggemar sudah malas datang ke arena pertandingan. Tinju sekarang sudah kehilangan bintang. Tidak ada lagi yang bisa dielu-elukan.
Gaya fighter sejati yang diperlihatkan Monod sangat disukai penonton. Tidak jarang sesama penonton rajin taruhan. Jika seseorang pulang sambil menundukkan muka, bisa dipastikan dia baru kehilangan uang taruhannya.
Pada era dekade 80-an, tinju sangat identik dengan taruhan. Sehingga mendorong tinju menjadi salah satu olahraga paling favorit. GOR Pulosari tidak pernah kekurangan penonton.
“Saya dulu pertama kali menjadi juara Indonesia di GOR Pulosari Malang, mengalahkan Ronny dari Pucang Surabaya,” kata Monod di kediamannya.
PERCAKAPAN DENGAN MONOD
Setelah melewati 30 menit, kami meninggalkan rumah Tunjungtirto RT 01 RW 08 Nomor 48, Singosari. Kami pergi ke Kota Malang.
Di perjalanan, penulis bertanya.
“Terbaca di Boxrec, nama Monod ditulis Saipa Monod. Dari mana nama Saipa itu?”
“Itu salah. Saya tidak pernah memakai nama selain Monod. Dari dulu ya Monod. Tapi mungkin diambil ketika saya bertanding di Australia (melawan Glen Walsh, Rabu, 21 April 1982.) Di poster-poster, nama saya ditulis Saipa Monod. Mungkin maksudnya Siapa Monod. Kuat dugaan dari situlah asal-usul Saipa Monod.”
“Di Australia, menang KO ronde pertama.”
“Ya dan itu luar biasa. Tidak ada yang menyangka kalau petinju Indonesia bisa menghabisi petinju Australia di kandang sendiri. Hanya satu ronde.”
“Koran di Jakarta menulis kemenangan KO yang luar biasa. Berita itu langsung mengangkat popularitas.”
“Terima kasih, saya senang. Kalau tidak ada berita di koran, tidak mungkin dikenal orang. Di masa saya susah masuk berita. Sekarang enak, ada Rondeaktual.com, yang setiap hari menulis untuk tinju, terutama tentang tinju Indonesia. Itu membuat kami semangat.”
“Pernah melawan Nurhuda?
“Tiga kali. Semua untuk kejuaraan Indonesia kelas bulu yunior. Saya mengalahkan Nurhuda di Bandung. Nurhuda mengalahkan saya di Jakarta. Satu lagi selesai dengan draw di Gresik.”
“Bagaimana dengan Robby Rahangmetan?
“Sama, saya tiga kali menghadapi Robby. Pertama di Goskate, saya kalah non gelar delapan ronde. Kedua di atas Kolam Renang THR Surabaya, saya menang dalam kejuaraan Indonesia dua belas ronde. Ketiga di Medan, saya menang kejuaraan Indonesia dua belas ronde.”
“Kapan pertandingan terakhir?”
“Saya mengalahkan petinju Jakarta, Oki Abibakrin di Malang. Itu pertandingan terakhir saya di Malang. Setelah itu saya bertanding lagi di Surabaya dan kalah melawan Joseph Venedy dari Sawunggaling Surabaya. Itu pertarungan beda umur. Saya sudah 36 waktu itu. Saya pikir cukuplah. Untuk apa memaksakan diri. Saya memilih pensiun. Alhamdulillah, sampai sekarang saya masih bisa memberikan latihan tinju kepada yang muda-muda. Saya terus bergerak, bekerja, berpikir, dan itu yang membuat kita sehat.”
Tidak terasa kami sudah sampai di rumah makan di Jalan Yulius Usman, Malang. Rupanya Monod paham bahwa salah satu menu favorit penulis adalah rawon plus cambah. Enak dikunyah.
TENTANG MONOD
Nama: Mariono Sulasmono.
Nama ring: Monod.
Lahir: Blitar, 8 Januari 1957.
Usia: 66 tahun.
Nama istri: Ani Kasiani.
Anak pertama: Bobby Berna (diambil dari nama juara dunia asal Filipina, Bobby Berna).
Anak kedua: Tito Monod (diambil dari nama petinju Filipina, Tito Villmar. Monod mengalahkan Villmar dalam pertarungan non gelar 10 ronde di Surabaya).
Anak ketiga: Sande Nora (diambil dari nama petinju Filipina, Sandy Noora. Monod mengalahkan Noora dalam pertarungan non gelar 10 ronde di GOR Pulosari Malang).
Anak keempat: Tomi Monod.
Anak kelima: Aditya Sadewa Monod.