Rondeaktual.com
Pemegang medali perak PON X/1981 Jakarta dan pemegang sabuk IBF Intercontinental 1991, Azaddin Anhar, 60 tahun, telah melangsungkan hari pernikahannya di Kampung Cisauk.
Itu bukan pernikahan yang pertama. Tetapi, bagi Azaddin, akan menjadi pernikahan yang terakhir dalam hidup pria kelahiran Banda Aceh, 5 April 1963.
“Saya sudah menikah dengan Enes di Kampung Cisauk (Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, 5 November 2023). Sudah hampir satu bulan yang lalu,” kata Azaddin Anhar, saat ia berada di lokasi tinju terkenal Satria Kinayungan, Jakarta Selatan, milik mendiang Herman Sarens Soediro, Minggu, 3 Desember 2023. “Saya sedang di tempat sasana tinju yang dulu terkenal Satria Kinayungan. Sekarang sasana tinjunya sudah rata dengan tanah. Sudah berubah menjadi lokasi makanan yang indah.”
Azaddin Anhar dan Enes melangsungkan pernikahan di Cisauk, setelah berkenalan di warung nasi milik Enes. “Sah, pake buku nikah. Saksi dan keluarga hadir.”
Kisah hidup baru Azaddin-Enes diawali dari makan siang. “Kalau makan, saya pergi ke sana (warung milik Enes). Dekat, tinggal menyeberang dari tempat kerja. Setelah makan beberapa kali, langsung lamar dan diterima. Saya berharap ini pernikahan yang terakhir. Kami sudah berjanji, bersedia hidup bersama sampai tutup usia.”
Azaddin Anhar, legenda tinju dari sasana Benteng AMI-ASMI Jakarta, lebih tua 7 tahun dari Enes. Azaddin yang pernah terkenal dengan jab-straight cepat dan bagus, telah berstatus duda lebih dari sekali. “Kalau istri saya sekarang status janda. Suaminya, mantan Pak RT di sana, telah meninggal dunia. Anak saya empat, dia juga anak empat. Tiga anak saya telah menikah, dia juga begitu tiga anaknya sudah menikah. Satu lagi anak saya belum menikah, dia juga begitu satu lagi anaknya belum menikah. Saya anak empat dia juga anak empat. Anak kami menjadi delapan.”
Azaddin Anhar seorang sarjana muda Akademi Maritim Indonesia, Pacuan Kuda, Pulomas, Jakarta, menghabiskan lebih 20 tahun hidupnya untuk tinju. Ia sempat beberapa kali sebagai ofisial ring. Menjabat Inspektur Pertandingan. Pernah sebagai pelatih. Semua dilepasnya.
Azaddin bekerja sebagai penjaga kebon, milik penggemar tinju, yang dikenalnya ketika berlatih di Amerika Serikat untuk persiapan kejuaraan dunia IBF melawan Jum Hwan Choi dari Korea Selatan, tahun 1987. Azaddin sebagai karyawan, yang mendapat hak gaji dan tunjangan THR.
Selain banyak pohon pisang, kebon luas itu diisi pohon jengkol, keladi, duren, nangka, pepaya. Setiap hari Azaddin mengurus pohon yang layu. Sudah lebih satu tahun kerja dan tinggal di sana, di Kampung Cisauk, Kabupaten Tangerang.
Kisah cinta Azaddin-Enes, konon berlangsung biasa-biasa saja. Setelah suami-istri menjadi sangat menarik. Azaddin sangat setia mendampingi sang istri.
Berdasarkan pengakuan Azaddin Anhar, Enes adalah wanita nomor satu dalam hidupnya. “Artinya, dia sangat perhatian. Sayang dan mau mengurus saya. Dia bekerja dengan keras dan itu yang membuatnya menjadi seorang wanita yang tangguh.” Azaddin selangit memuji istrinya.
Setiap hari (Senin sampai Sabtu), Azaddin Anhar bekerja sebagai penjaga kebon di Kampung Cisauk. Setiap hari, istri Azaddin membuka warung nasi dan jual sayur dan ikan. Sayur sengaja ditawarkan dari gang ke gang dengan cara naik sepeda. Sebungkus sayur atau ikan dihargai dalam versi serba lima ribu.
Setiap siang, Azaddin berjalan kaki dari tempat kerjanya ke warung istrinya untuk makan. “Jaraknya dekat. Hanya beberapa langkah. Masakannya enak. Dia juga pandai membuat kue.”
Selesai makan siang, Azaddin kembali ke tempat kerjanya. “Habis magrib, saya datang jemput istri. Tidur di kamar saya. Subuh kami sudah bangun. Saya antar dengan motor ke rumah. Terus saya antar ke pasar. Belanja ayam, ikan, sayur, dan keperluan lain untuk jualan pagi. Siang warung sudah tutup. Istri saya keliling naik sepeda jual sayur. Sore dia sudah selesai jualan. Malam baru bertemu. Begitu setiap hari.”
Minggu Azaddin Anhar libur. “Saya pulang ke rumah. Satu harian kita di rumah. Kita nikmati hidup dengan apa adanya.”
Masih setangguh dulukah?
“Ha ha ha …..!” mantan petinju top Azaddin Anhar tertawa panjang. “Saya selalu menjaga kondisi. Minum jamu biar kuat, ha ha ha…!”
TENTANG AZADDIN ANHAR
NAMA: Azaddin Anhar. Nama istri: Enes. Nama ring: Azaddin Anhar. Lahir: Banda Aceh, 5 April 1963. Usia: 60 tahun.
TAHUN 1981: Azaddin merebut medali perunggu kelas terbang ringan (sering disebut kelas layang) 48 kilogram Piala Presiden RI ke-4 Jakarta.
TAHUN 1981: Azaddin merebut medali emas kelas 48 kilogram kategori yunior di Italia. Pada semifinal mengalahkan petinju Italia dan final mengalahkan petinju Hungaria.
TAHUN 1981: Azaddin merebut medali perak kelas 48 kilogram PON X/1985 Jakarta. Dalam final kalah melawan Herry Maitimu.
TAHUN 1982: Azaddin merebut medali emas kelas 48 kilogram Kejurnas Semarang. Dalam semifinal mengalahkan Johni Asadoma (sekarang Irjen Pol menjabat Kapolda NTT) dan final mengalahkan Agus Souisa.
TAHUN 1984: Azaddin masuk tinju profesional bersama nama besar promotor Boy Bolang.
TAHUN 1985: Azaddin menang KO ronde 10 atas Little Pono (Arema Malang) dan menjadi juara Indonesia kelas terbang ringan. Pada pertandingan lainnya, Azaddin mengalahkan Tubagus Jaya, Chotip Jember, Michael Arthur, Taufiq Bathi, Mulya Gana, Said Iskandar, Udin Baharuddin.
TAHUN 1987: Azaddin tumbang KO pada ronde ketiga dihantam juara dunia IBF kelas terbang ringan asal Korea Selatan, Jum-hwan Choi, Istora Senayan Jakarta, 9 Agustus 1987. Azaddin gagal menjadi juara dunia.
TAHUN 1991: Azaddin merebut gelar juara IBF Intercontinental di Aceh, mengaklahkan petinju Thailand.
TAHUN 2002: Azaddin kalah di tangan Julio de la Bazes di Jember, 3 April 2001. Pulang dari Jember, Azaddin memutuskan berhenti dari tinju. Selama-lamanya. (Finon Manullang / Foto: Dok/Istimewa)