BUKU PERJALANAN TINJU INDONESIA – Dendam Little Holmes Tak Pernah Terbayar merupakan tulisan kesembilan dari buku tinju Finon Manullang. Ikuti terus tulisan yang sangat bersejarah bagi olahraga tinju Tanah Air. Semoga bermanfaat.
Dendam Little Holmes Tak Pernah Terbayar
Penulis sudah meliput pertandingan tinju pro sejak tahun 1980. Tanpa putus dan itu berkah. Dari tahun ke tahun melangkah dan dari kota ke kota mencatat begitu banyak peristiwa yang bisa jadi tiada duanya.
Aku pergi ke Bengkulu, menggunakan bus malam dari Tanah Abang selama tiga hari dua malam. Setiap subuh dan setiap magrib, bus malam berhenti di pekarangan rumah makan yang sudah mereka tentukan sendiri. Tidak boleh dilanggar.
Sang juragan atau pemilik rumah makan, harus menjamu secara gratis kru bus malam. Mulai makan, rokok, kopi, dan uang saku, diselesaikan dengan senang hati.
Sebetulnya, itu akal-akalan mereka saja. Sebab apa-apa yang mereka berikan, semua dibebankan kepada penumpang. Makanya harga makanan di sana mencekik leher. Bisa tiga kali lipat dari harga biasa.
Di Bengkulu, Sabtu, 19 Juli 1986, aku datang untuk meliput Kejuaraan OPBF kelas terbang mini 12 ronde antara juara Samuth Sithnaruepol (Thailand) dengan Little Pono (Arema Malang, Indonesia) dan partai tambahan Kejuaraan Indonesia kelas bantam yunior 12 ronde antara juara Wongso Indrajit (Sawunggaling Malang) dengan Little Holmes (Gajayana Malang).
Salah satu yang menarik, bahkan belum pernah terjadi, ketika Kejuaraan Indonesia kelas bantam yunior 12 ronde, Little Holmes diumumkan kalah dua belas ronde melawan Wongso Indrajit dan mempertahankan gelar.
Di atas ring tidak ada masalah. Little Holmes menerima keputusan kalah. Ia turun kemudian mendatangi meja Dewan Juri kemudian “merampok” microphone milik Komisi Tinju. Di situlah terlihat peristiwa yang belum pernah terjadi.
Little Holmes langsung menguasai mik dan bicara lantang. Tanpa diajari dia bilang begini: “Malam ini saya dinyatakan kalah dari Wongso Indrajit dan saya tidak bisa terima. Saya tantang Wongso Indrajit untuk pertandingan (Kejuaraan Indonesia) berikutnya. Saya akan buktikan, saya bisa juara.”
Selesai bicara dan masih didamping pelatihnya, Abu Dhori, Little Holmes meletakkan mik di atas meja. Tidak bicara apa-apa. Tidak bilang terima kasih. Little Holmes pergi dan masuk ke kamar ganti petinju.
Tinton Soeprapto, promotor yang mendatangkan seluruh rombongan tinju ke Bengkulu, menyatakan siap menggelar pertandingan ulang. Promotor tidak memberikan kepastian kapan tanding ulang.
Pertandingan Wongso Indrajit versus Little Holmes di Bengkulu, merupakan partai balas dendam. Sebelumnya, dalam partai Kejuaraan Indonesia kelas bantam yunior di Istora Senayan, Jakarta, 25 Agustus 1985, dipromotori Boy Bolang, Wongso Indrajit menghentikan perlawanan Little Holmes pada ronde keempat. Wongso Indrajit dua kali membuat Little Holmes knock down dan limbung. Wasit Djafar segera menghentikan pertandingan.
Di Bengkulu, Little Holmes tampil tanpa celah dan tanpa lelah. Sepanjang dua belas ronde, Little Holmes menggempur benteng pertahanan juara bertahan Wongso Indrajit. Sepanjang pertarungan, tidak ada yang mendominasi. Tidak ada petinju yang mengalami knock down. Pertarungan sangat konpetitif. Wongso Indrajit yang bertarung setengah defensive dinyatakan menang sekaligus mempertahankan gelar.
Wasit merangkap hakim, Valdez Perez (Filipina) memberikan nilai 118-115 dan Djafar (Jakarta) 117-116, untuk Wongso Indrajit. Sudharsono (Jakarta) 117-114 untuk Little Holmes. Angka yang diberikan Sudharsono lebih kuat untuk dipercaya. Tetapi, angka yang datang dari wasit asal Filipina patut diterima. Sebab kemungkinan berpihak itu jauh. Dia tidak mengenal siapa pun. Dia orang Filipina, yang pada malam tinju pro di Bengkulu, dia ditugaskan oleh OPBF sebagai wasit untuk pertandingan Sithnaruepoill-Pono. Pada malam itu memang kekurangan wasit sehingga dia diminta sebagai orang ketiga.
Little Holmes sangat kecewa dengan putusan hakim. Dia ingin melakukannya sekali lagi melawan Wongso Indrajit dalam partai Kejuaraan Indonesia. Dia ingin membalas dendamnya.
Sampai sekarang sudah 36 tahun berlalu sejak peristiwa Little Holmes merampok microphone di Bengkulu tahun 1986, belum pernah ada petinju lain yang berani melakukannya. Little Holmes satu-satunya, yang menantang lawannya di dalam ring.
Sayang seribu kali sayang, sampai Wongso Indrajit meninggal dunia di Kediri pada tahun 2013, dendam rematch Wongso Indrajit-Little Holmes tidak pernah terlaksana.
36 TAHUN KEMUDIAN
Suatu hari, secara tidak disangka-sangka, penulis bertemu Little Holmes di sasana Bulungan, Jakarta, Selasa, 19 Juli 2022. Membicarakan masalah pinjam tempat (ring KPJ Bulungan) untuk tujuan calon wasit/hakim.
Itu persis 36 tahun, sejak peristiwa merampok microphone versi Little Holmes di Bengkulu, Sabtu, 19 Juli 1986.
Sambil menikmati setengah gelas kopi hitam dan sepaket kuat pancung di bawah pohan rimbun dekat ring tinju, aku bertanya kepada Little Holmes, mengapa sampai berani menyambar mik kemudian menantang Wongso Indrajit.
“Itu spontan saja,” jawab Little Holmes. “Saya merasa tidak kalah, makanya saya ajak tarung ulang. Saya tantang dia. Saya kepingin pertandingan berjalan fair. Jangan diatur. Kalau kalah, bilang kalah. Jangan orang sudah berjuang pertaruhkan nyawa dan seharusnya menang, eh dikasih kalah. Itu tidak bagus.”
Setelah pertandingan Bengkulu, Wongso Indrajit masih sempat dua kali bertanding melawan Little Holmes, tetapi dalam partai non gelar dan sudah di luar kelas bantam yunior. Wongso Indrajit naik ke kelas bantam dan Little Holmes kelas bulu yunior.
“Saya balas sekali menang dan sekali draw. Total pertandingan kami empat kali. Saya tidak pernah takut. Lawan siapa saja, saya tantang. Petinju sekarang mana ada yang mau begitu. Kebanyakan di antara mereka cari lawan sendiri, supaya bisa menang,” kata Little Holmes, yang bernama Misiyanto, asal Malang, Jawa Timur.
Bukan hanya mencari lawan, bahkan petinju sekarang sudah ada yang berani membayar lawannya sendiri agar bisa naik ring. Dalam tinju pro dikenal dengan istilah “beli partai”. Cara kotor seperti ini biasanya disertai syarat harus kalah pada ronde yang sudah ditentukan.
NANA SUHANA DAN POLLY
Kembali ke Bengkulu, partai internasional kelas terbang mini 10 ronde. Eak Donjadee (Thailand) menang TKO ronde keempat atas Nana Suhana (Amar Sport Jakarta, Indonesia). Pertandingan ini seharusnya tidak boleh terjadi karena selisih berat badan hampir lima kilogram. Danjadee ditimbang dengan berat 53,6 kilogram. Nana Suhana hanya 48,7 kilogram.
Partai lain, Kejuaraan Indonesia gelar lowong kelas menengah 12 ronde, Polly Pasireron (Manahan Jakarta) menang TKO ronde pertama atas Guritno (Raung Jember). Guritno bukan yang pas bagi Polly. Hanya dengan jab, pertahanan Guritno sudah berantakan. Straight Polly Pasireron menjatuhkan Guritno tiga kali. Tak sampai satu ronde langsung habis.