BUKU PERJALANAN TINJU INDONESIA – Sejarah Kelas Terbang Mini merupakan tulisan ke-11 dari buku tinju Finon Manullang. Ikuti terus tulisan yang sangat bersejarah bagi olahraga tinju Tanah Air. Semoga bermanfaat.
Sejarah Kelas Terbang Mini
Sejarah mencatat, Julius Leojan (Garuda Airlangga Surabaya) adalah petinju pertama yang merebut gelar juara kelas terbang mini Indonesia.
Julius Leojan, mantan penjual baso dan loper susu di Desa Kutukan, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, merebut gelarnya melalui kemenangan angka 12 ronde atas penantang “pantang mundur dan maju terus” bernama Bristol Simangunsong (Garuda Jaya Jakarta).
Julius-Bristol II berlangsung dalam partai tambahan Kejuaraan Dunia IBF kelas bantam yunior antara juara Cesar Polanco (Republik Dominika) dengan Ellyas Pical (Indonesia), Istora Senayan, Jakarta, Sabtu, 6 Juli 1986.
Pada pertandingan sebelumnya di Gedung Go Skate Surabaya, 9 Maret 1986, Julius-Bristol I berakhir TKO. Bristol, asal Porsea, Sumatera Utara, menyerah pada ronde 8 dari 10 ronde yang dijadwalkan. Bristol datang ke Surabaya dalam kondisi tidak siap dan menyerah.
Di Senayan, pertandingan 12 ronde berjalan biasa-biasa saja. Gaya fighter murni yang menjadi ciri khas Bristol Simangunsong hilang. Pertarungan dua musuh bebuyutan seolah menjadi pertarungan antiklimaks.
Tetapi, ini menjadi sangat penting karena pemenangnya akan tercatat dalam sejarah tinju sebagai orang pertama yang menjadi juara Indonesia kelas terbang mini, 47.627 kilogram.
Julius Leojan membuka ronde dengan sedikit berhati-hati dan sepertinya sengaja memberikan kesempatan bagi lawan untuk masuk. Bristol, yang terkenal dengan serangan maju tak gentar, masuk kemudian melepaskan hook kiri-kanan disusul upper cut. Tidak ada jab-straight yang lepas dari kedua tangan Bristol, karena dia memang seorang fighter, yang mengharuskannya bertarung dari jarak dekat. Memukul dan terus memukul, itulah Bristol Simangunsong.
Julius Leojan yang cenderung menerapkan strategi boxer, berusaha menjaga jarak dan cukup rajin melepaskan jab-straight. Taktik semacam itu ternyata mampu mencegah langkah Bristol Simangunsong.
Tidak ada yang menguasai ronde dan cukup berimbang. Namun stamina tempur menjadi penentu ketika pada dua ronde terakhir Julius Leojan masih kuat sedangkan Bristol Simangunsong sudah sulit untuk menyerang. Dia hanya bisa bertahan melindungi dirinya dari pukulan bertubi-tubi. Serangan balik sudah jarang terlihat.
Ketika terdengar ketukan di atas meja time keeper (ten second), Bristol masih mendaratkan longhook kanan dan lonceng berbunyi panjang tanpa berakhirnya pertandingan. Bristol terlambat menyerang. Sudah selesai.
Tidak diragukan, Julius Leojan tampil sebagai juara Indonesia kelas terbang mini. Dia senyum-senyum saja ketika Ketua Harian KTI Pusat, Letjen TNI (Mar) Purn M Anwar menyalaminya di atas ring. Julius tidak pernah menerima sabuk juaranya, yang hilang dari atas meja ofisial ring.
Entah siapa pelakunya. Ini kasus percurian sabuk yang pertama terjadi dan satu-satunya sepanjang sejarah tinju Tanah Air. Promotor Anton Sihotang tidak mengerti bagaimana rapuhnya pengamanan di sekitar arena pertandingan.
Bukan sabuk kelas terbang mini saja yang raib. Sabuk IBF kelas bantam yunior juga hilang. Sabuk yang diterima Ellyas Pical setelah memukul KO Cesar Polanco pada ronde ketiga, bukan sabuk kejuaraan dunia. Itu adalah sabuk juara Indonesia kelas bulu yunior, yang dipinjam dari kamar Marthen Kasangke di Garuda Jaya. Sabuk diperkirakan hilang sebelum pertandingan dimulai.