Rondeaktual.com
John Bajawa, 34 tahun, adalah mantan petinju pro yang berbasis di Kota Pahlawan, Surabaya. Terakhir naik ring di Korakuen Hall dan kalah TKO melawan petinju tuan rumah Jepang. Wasit Toshio Sugiyama menghentikan pertandingan pada ronde ketiga. Selesai.
“Pulang dari Jepang saya memutuskan berhenti dari tinju,” kata John Bajawa di Surabaya, menjawab pertanyaan melalui sambungan telepon. “Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Saya hanya berpikir, ya sudah lah, tinju sudah selesai. Sekarang hadir lagi tetapi dalam bentuk yang berbeda, sebagai promotor.”
Hari ini di Surabaya, Jumat, 14 Juni 2024, John Bajawa mengadakan konferensi pers sekaligus melakukan pembayaran termin pertama 30% kepada petinju yang akan bertanding di Gelanggang Remaja, Surabaya, Sabtu, 13 Juli 2024. Pembayaran akan diterima matchmaker Ricky Manufoe dari Solo, Jawa Tengah. Berikut petikan wawancara John Bajawa.
Setelah bertanding di Jepang dan kalah, Anda memilih berhenti dari tinju. Semudah itukah?
Saya tidak tahu apa yang harus saya kerjakan. Wasit menghentikan pertandingan pada ronde ketiga (dari rencana delapan ronde kelas bantam yunior). Saya pikir habis harapan. Ya sudah, selesai dan keluar dari tinju. Saya mencoba dunia lain, yang tidak pernah ada dalam pikiran saya. Saya merintis usaha yang bergerak di bidang kontruksi. Saya dipercaya untuk urus bangunan dan pengadaan. Itu jalan hidup saya.
Pegang uang besar barangkali, sehingga ada modal untuk bergerak.
Saya tidak pegang uang. Waktu main di Jepang, saya menerima bayaran $3.500. Uang segitu mana bisa dibuatkan modal. Saya pikir, ini semua berkat doa dan dukungan teman-teman. Terima kasih.
Ada bakat jadi pengusaha.
Mungkin, tapi awalnya saya jalani saja. Otodidak dan ternyata bisa. Tidak sangka. Semua, seperti saya katakan tadi, berkat doa dan kepercayaan yang datang. Kepercayaan itu merupakan modal terbesar bagi saya.
Mengapa tiba-tiba berpikir tentang tinju. Bukankah tinju Indonesia sekarang sedang jatuh? Sasana hampir 95% gulung tikar. Semua bergeser ke tinju member, karena menghasilkan uang.
Saya sudah memutuskan untuk kembali ke tinju dalam bentu yang berbeda. Saya memilih promotor untuk kebangkitan tinju Tanah Air. Apakah tinju pro kita bisa benar-benar bangkit, kita lihat nanti. Saya berharap banyak mantan petinju terjun sebagai promotor.
Apa yang mendorong Anda kembali dalam bentuk yang berbeda, sebagai promotor?
Kita ini seorang atlet tinju. Kita hobi tinju. Walaupun tinju sudah saya tinggalkan, tapi panggilan itu tetap ada.
Itu yang pertama. Kedua, saya ingin menghidupkan tinju di Tanah Air. Saya kepingin ada juara dunia baru untuk kita di Indonesia. Ketiga, saya support setiap atlet yang bertalenta.
Dahulu, kita punya juara dunia seperti Ellyas Pical, yang menjadi juara dunia melalui kemenangan KO atas petinju Korea Selatan, Ju Do Chun. Itu sangat bersejarah bagi tinju Tanah Air.
Itu tahun 1985. Saya belum lahir. Setelah Ellyas Pical juara dunia, menyusul Nico Thomas, Chris John, M Rachman, Daud Yordan. M Rachman main tinjunya pertama kali di sini, di Surabaya.
Niat Anda menjadi promotor itu bagus. Apakah memiliki sponsor?
Kalau untuk sementara ini, sponsor yang mendukung kami adalah; Hitz Disro, Comic Distro, Horison Properti, dan UBS, pabrik emas dan biovisi. Semakin banyak sponsor yang masuk semakin bagus bagi perkembangan tinju Tanah Air. Tinju pro memang hidup dari sponsor. Tanpa sponsor, tinju pro tidak akan hidup.
Memang berat, tapi kita harus mulai. Saya sedih dengan tinju pro Indonesia, mungkin karena saya adalah mantan petinju. Saya merasakannya. Saya sangat kasihan dengan tinju Indonesia. Tinju dijadikan bisnis. Banyak petinju yang hanya dijadikan sansak hidup. Pelan-pelan, ini akan kita benahi ke depan.
Bagaimana membenahinya.
Kita harus mulai mencari yang betul-betul atlet. Jangan lagi latihan baru satu-dua bulan langsug main di profesional. Itu tidak layak. Harus ada perubahan yang mendasar, sehingga nilai tinju Tanah Air bisa menjual.
Latihan baru tiga bulan sudah diantar ke dalam ring. Ini merusak tinju. Istilahnya baru tumbuh dari bawah langsung orbit. Kalau main potong, maka seni tinjunya tidak akan terlihat. Itu amburadul.
Kalau dari amatir terus ke profesional, itu bagus. Ada tingkatannya. Amatir dasarnya sudah mantap. Lihat Defry Palulu, itu salah satu amatir terbaik dari tangan pelatih Adi Swanda di Bali.
Banyak petinju amatir yang bagus-bagus. Bukan tidak mau masuk profesional. Mungkin ada alasan tertentu, karena amatir mendapat uang bulanan bila dia masuk tim PON misalnya. Dijamin hidupnya. Makan, perlengkapan olahraga, uang try out. Semua dapat.
Alasan kedua mengapa petinju amatir ogah masuk tinju pro, mungkin dari segi bayaran. Dianggap murah dibandingkan dengan gaji yang sudah pernah mereka terima dan jarang pertandingan profesional. Kadang setahun cuma dua kali. Itu bilangnya sudah ramai. Padahal bagi saya notabene petinju profesional, itu tidak layak. Kita kurang rajin mengorbitkan petinju, ini juga menjadi masalah. Kalau kita rajin menggelar pertandingan, saya kira akan lahir juara dunia baru.
Tinju pro kita sempat mendapat tempat di hati penggemar. Tinju menjadi salah satu tontonan favorit. Sekarang sudah beda.
Tidak ada pengganti. Yang main itu-itu saja. Sudah kemakan umur. Beda dengan era mendiang promotor Pak A Seng, misalnya. Minggu ini main yang bagus, minggu depan main orang lain tapi sama bagusnya. Itu yang kita contoh.
Era Pak A Seng bayarannya juga beda. Pak A Seng datang semua senang. Bayaran tinggi, ini juga yang membuat tinju pro Indonesia hidup dan berkembang ketika itu.
Kalau Anda, berapa membayar seorang petinju?
Kalau saya, saya promotor baru. Harus banyak belajar. Saya bayar 1 juta per ronde. Kalau petinju terikat kontrak untuk permainan delapan ronde, maka dia akan menerima bayaran delapan juta. Saya coba dari awal dulu, makanya segitu bayarannya.
Ke depan bagaimana?
Kalau banyak sponsor yang masuk, itu akan mendorong kita untuk menaikkan bayaran seorang petinju. Harus wajar dan seimbang. Saya berharap banyak sponsor.
Saya ada schedule di Malang atau Banyuwangi, antara dua kota itu. Kita tahu, Malang pernah menghasilkan petinju yang sangat dihormati. Di Malang ada Pak Wongso Suseno (juara OPBF pertama dari Indonesia). Ada Pak Monod, nama yang hebat dan sangat terkenal di masa muda beliau. Ada Pak Nurhuda, seorang legenda, dan masih banyak.
TENTANG JOHN BAJAWA
1. Nama: Yohanes Geli.
2. Nama ring: John Bajawa.
3. Lahir: Bajawa, Ngada, Nusa Tenggara Timur, 18 Agustus 1990.
4. Usia: 34 tahun.
5. Bertanding: Kelas bantam yunior, 52.163 kilogram.
6. Prestasi: Juara Indonesia versi Komisi Tinju Profesional Indonesia kelas bantam yunior.
7. Nama sasana: Rokatenda Boxing Camp Surabaya.
8. Nama pelatih: Yani Malhendo.
9. Nama manajer: Alm. Damianus Wera.
10. Pertama naik ring: Menang angka melawan Daniel, yang berlangsung di Hayan Wuruk Sports Hall, Surabaya.
11. Terakhir naik ring: Kalah TKO pada ronde ketiga melawan Go Onaga di Korakuen Hall, Tokyo, 30 Agustus 2017.
12. Lawan-lawan John Bajawa antara lain: Amai Kobra, Thomas Tope Hurek, Kirno Destroyer, Andreas Bana, Moreno Runesi, Arnold Mau. (Finon Manullang)