Rondeaktual.com, Jakarta – Soleh Sundava, 48 tahun, pernah mewarnai hingar-bingar tinju pro Tanah Air dan itu hampir 20 tahun silam. Pria yang lahir dan hidup di Bandung ini pernah juara Indonesia kelas bulu yunior, pernah juara Indonesia kelas bulu, pernah tidak terkalahkan di kelas bulu Indonesia, dan pernah juara PABA kelas bulu.
“Saya bukan orang yang hebat sebab saya juga pernah kalah,” kata Soleh Sundava di Bandung, Rabu (16/10/2019) malam, dihubungi dari Jakarta. “Saya pernah kalah melawan Herry Makawimbang, Franky Mamuaya, Chris John, dan yang lain sudah lupa. Maklum, petinju banyak kena pukul,” Soleh tertawa. Dari empat kali bertemu dengan Ahmad Fandi (Dhori Gym Malang yang tangguh), Soleh menang, draw, menang, kalah.
Era tinju Soleh Sundava selalu menyenangkan hati penggemar. Dengan strategi menyerang, in-fight atau dikenal sebagai pertarungan “jual-beli pukulan”, Soleh sering melepaskan hook, upper cut, straight, dan tidak ketinggalan jab-jab sebagai taktik membuka pertahanan lawan. Soleh sering menyuguhkan pertarungan berdarah-darah dan itu sangat disukai penonton.
Soleh Sundava latihan tinju di Red Cobra Boxing Camp Bandung, bersama pelatih Asep Rusadi. Sepanjang hampir lima tahun karir tinjunya berkibar sebagai juara Indonesia dan juara PABA, yang dipertahankannya berulang-ulang sampai akhirnya lepas diambil Chris John.
Soleh Sundava salah satu mantan petinju yang merasa bangga bisa naik ring dalam partai nostalgia sesama mantan petinju. Soleh yang dulu terkenal karena pukulan mematikan (killing punch) akan menghadapi pria alot kuat dan tangguh Demianus Ahuheluw, mantan petinju kelas terbang ringan Arseto Boxing Camp Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Pertandingan memakai aturan tiga ronde kali satu setengah menit dan satu menit istirahat di setiap ronde. Dijadwalkan di GOR Kota Bekasi, Sabtu, 23 November 2019.
“Persiapan saya santai saja. Sore lari dan ini penting supaya nanti tidak ngos-ngosan di atas ring. Tetapi, dari dulu saya selalu menjaga kebugaran. (Badan) tidak bengkak, makanya berat stabil 61 kilogram.”
Menghadapi Demianus Ahuluheluw di pertandingan nostalgia, Soleh Sundava sepakat naik ring dengan berat 63,5 kilogram. Itu kelas welter yunior.
“Awalnya saya dihubungi Dominggus Siwalette (mantan juara IBF Intercontinental kelas terbang mini, domisili Sukabumi). Saya dianjurkan ikut grup Whats App mantan tinju. Dari situ saya daftar dan Pak Lado (yang mengatur pertandingan) menyarankan saya main di kelas welter yunior.”
JUARA PABA KELAS BULU
Perjalanan tinju Soleh Sundava mulai terbuka setelah menghentikan perlawanan bintang baru ketika itu, Muhammad Alfaridzi.
“Kemenangan KO itu membuat orang terbuka, bahwa di Bandung ada petinju yang bisa diorbitkan. Tidak lama kemudian saya ditawari main kejuaraan PABA dan saya harus lepas gelar juara Indonesia kelas bulu. Kemudian saya merebut sabuk juara PABA (Asia dan Pasifik). Setelah saya pertahankan entah berapa kali, saya lupa, sabuk saya hilang ketika Chris John datang menantang saya.”
“Kalau saya tidak salah ingat, pertandingan dengan Chris John terjadi tahun 2001. Saya kalah TKO dan kehilangan gelar PABA kelas bulu.” Laga dihentikan pada ronde 6, Soleh menyerah di Kaliwates, Jember, Jawa Timur, 9 November 2001.
KEMENANGAN SOLEH SUNDAVA
1. Tahun 1996, mengalahkan Ahmad Fandi (Dhory Gym Malang) 12 ronde di arena PRJ, Jakarta, merupakan kejuaraan Indonesia kelas bulu yunior.
2. Tahun 1996, mengalahkan Muhammad Alfaridzie (Anak Bandung BC), kejuaraan Indonesia kelas bulu.
3. Tahun 1999, mengalahkan Yong Woon Park (Korea), kejuaraan PABA kelas bulu.
4. Tahun 199, mengalahkan Serikzhan Yesmagambetov (Kazakhstan), kejuaraan PABA kelas bulu.
5. Tahun 2000, mengalahkan Lerthai Maimuangkorn (Thailand), kejuaraan PABA kelas bulu.
6. Tahun 2000, mengalahkan Dante Paulino (Pilipina), kejuaraan PABA kelas bulu.
7. Tahun 2000, mengalahkan Daniel Hoskins (Australia), kejuaraan PABA kelas bulu.
8. Tahun 2000, mengalahkan Peter Warren, kejuaraan PABA kelas bulu.
HIDUP SEBAGAI PELATIH PINGPONG
Soleh Sundava tidak bisa menjelaskan dari mana mendapat ilmu tenis meja. “Pribadi masing-masing punya talenta sendiri,” katanya di Bandung. “Saya tahunya main pingpong itu enak. Gerak tubuh harus cepat. Saya terjun sebagai atlet tenis meja dan itu saya lakukan tahun 2006, dua tahun setelah keluar dari tinju. Saya ikut pertandingan dan pernah mengalahkan juara Porda dan juara PON. Karena usia, saya tidak bisa mengikuti pertandingan resmi.”
Soleh Sundava meneruskan: “Di hari tua seperti sekarang saya malah hidup dari pingpong. Saya pelatih tenis meja di Bandung. Saya dapat honor dapat bonus, ketika anak-anak berprestasi merebut medali emas. Uang dari tenis meja saya pakai untuk menghidupi keluarga,” ujarnya.
Soleh Sundava menyampaikan terima kasih kepada tenis meja. “Tinju juga,” ia menambahkan. “Sisa uang tinju lumayan, saya investasikan untuk anak. Sayaa belikan barang mati, barang tidak bergerak dan itu untuk anak. Kehidupan sehari-hari saya dari tenis meja.”
Selain pelatih tenis meja klub dan pribadi, Soleh juga pelatih tinju pribadi. “Alhamdulillah, rezeki ada saja. Kita tidak cukup berdoa saja, kita harus bekerja biar bisa hidup.”
SOLEH SUNDAVA: Kampung Cupu, Desa Rancamanyar, RT 04 RW 08, Kecamatan Bale Endah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Finon Manullang, menulis dari Desa Tridaya, Jawa Barat, [email protected]