Rondeaktual.com, Jakarta – Demianus Ahuluheluw, 56 tahun, lahir di Saparua, Maluku Tengah, 23 Desember 1962. Sekarang menetap di Puri Mutiara RT 004 RW 001, Cipete Selatan, Jakarta. Pada tahun 1985 dia merantau ke Ibu Kota sebagai petinju pro Arseto Boxing Camp Jakarta, milik Tourino Tidar.
Demianus Ahuluheluw mengikuti kompetisi kelas terbang ringan berbobot 48.988 kilogram. Karir tinjunya pernah mewarnai “hitamnya” pertandingan tinju pro Tanah Air. Demianus bertarung sepanjang hampir 12 ronde melawan juara Indonesia, Udin Baharuddin (Pirih Boxing Camp Surabaya) di Istora Senayan, Jakarta, 9 Agustus 1987.
Pertandingan ditangani promotor Kurnia Kartamuhari, dalam partai tambahan kejuaraan dunia IBF kelas terbang ringan antara juara Jum-hwan Choi (Korea) dengan penantang Azaddin Anhar (Indonesia), yang berakhir KO pada ronde ketiga untuk kemenangan Choi.
Menghadapi Udin, Demianus didampingi manajer Tourino Tidar dan pelatih Charles Thomas.
Menjelang menit terakhir ronde 12, Demianus jatuh. Wasit M. Junus (Probolinggo) memberikan hitungan. Demi tidak bangun dan KO.
Tidak terima, seorang sekondan yang berdiri di sudut biru, sudut Demianus, segera melompat ke dalam ring kemudian mengejar wasit. Bogem mentah mendarat di muka wasit dan berdarah.
Kacau. Wasit segera diamankan dan dipulangkan ke hotel terbesar yang terletak di Jalan M.H. Thamrin.
Di dalam kamarnya, wasit malah mendapat serangan ekstra. Digebukin tanpa ampun oleh seorang pria bertubuh kekar.
Tak lama seorang polisi datang ke halaman hotel tertua itu dan mencari seseorang. Tak seorangpun yang mau menyebut atau memberi informasi tentang si pelaku. Padahal salah satu pelakunya ada di sekitar kumpulan orang-orang di pekarangan hotel.
Demianus Ahuluheluw tidak tahu apa-apa dengan periswa tersebut. Banyak yang bertanya-tanya, apa si yang telah terjadi? Tak ada yang bisa menjawab. Tetapi, kuat dugaan ada kongkalikong di balik pertandingan.
“Beta su lupa tanggal kejadiannya,” kata Demianus Ahuluheluw melalui pesan WhatsApp. “Itu kejadian pas kejuaraan dunia Azaddin Anhar melawan petinju Korea Selatan, Jum-hwan Choi, di Istora Senayan, Jakarta. Itu bulan Februari 1987. Beta kalah disetop wasit. Udin pukul sambil dorong dan beta jatuh terduduk. Wasit kasih setop, bilang beta kalah TKO. Waktu sudah mau habis di ronde 12. Beta su menang angka. Itu beta bukan jatuh kena pukul. Jatuh didorong sampai kaki cidera dan tidak bisa bangun. Kawan-kawan buat keributan. Sampai di hotel, wasit dipukuli dan polisi datang cari si pemukul.”
“Peristiwa itu sulit untuk dilupakan. Selama tinju beta tidak pernah pukul wasit, yang pukul orang lain. Beta seng tahu apa-apa.”
Lelaki yang sekarang hidup bersama Nita Regar (istri kedua), sangat kecewa dengan hasil kejuaraan melawan Udin Baharudin. Itu merupakan salah satu gambaran “hitamnya” tinju pro Tanah Air.
Demianus tetap bersyukur bahwa hidupnya tidak sampai patah semangat. Ia meneruskan karirnya sampai menggantungkan sarung tinju pada tahun 1990.
HIDUP SEBAGAI PELATIH
Pensiun sebagai petinju, Demianus Ahuluheluw memilih profesi sebagai pelatih. Ia sekarang pelatih Kemang Fight Gym Jakarta. Sudah bertahun-tahun di sana, menangani para member dan banyak artis cantik. Itu pula yang membuatnya betah.
Demianus 100% hidup dari hasil kerjanya sebagai pelatih tinju. Ia sudah mengantar sejumlah petinju sampai juara. Tetapi, ia mengaku banyak petinju yang dilatihnya berhenti sebelum juara. Banyak yang gagal.
PETINJU YANG PERNAH DILATIH DEMIANUS AHULUHELUW:
1. Pulo Sugar Ray, juara Indonesia kelas ringan yunior, mengalahkan Gani Tala (Rajawali Surabaya) di Surabaya.
2. Dominggus Siwalette, merebut gelar juara IBF Intercontinental, menang KO di Bangkok.
3. Rino Ukru, juara Indonesia kelas terbang mini.
4. Nyong Manopo, juara Indonesia kelas ringan yunior, mengalahkan Leo Pasireron di Ambon.
5. John Manusiwa, juara Indonesia kelas bantam yunior, mengalahkan Terry Joe (Sawunggaling Surabaya) di Jakarta.
6. Alex Muaya, juara sabu kemas dan pernah mengalahkan Haris Pujono (Banteng Jakarta).
7. Angky Angkotta, juara Indonesia kelas terbang ringan, mengalahkan Paul Roger.
8. Andre Talabessy, juara Indonesia kelas bantam, merebut gelar di Bandung.
9. Anis Ceunvin, juara Indonesia kelas terbang mini.
10. Nco Thomas, juara Indonesia kelas terbang mini, mengalahkan Anis Ceunvin.
11. Simson Butarbutar, merebut gelar IBO.
12. M Rizal, juara IBO dan PABA.
13. Falazona Fidal, juara IBO kelas terbang ringan.
14. Jason Butarbutar, juara Indonesia kelas bulu.
15. Hendrik Barongsai, juara Indonesia kelas bantam.
16. Noldy Manakane, juara sejati kelas bantam.
17. Rusmin Kie Raha, juara Indonesia kelas ringan.
Demianus, oleh murid-muridnya diakui sebagai pelatih yang rendah hati. Suka bergurau. Murah senyum dan ketat dalam mempertahankan disiplin latihan.
Demianus menjadi pelatih sekaligus sebagai kawan, abang, dan orangtua bagi anak-anak muda yang hidup di rantau. Dia sangat dihormati karena Demianus juga sangat menghormati semua petinju yang pernah dilatihnya.
Pria dengan tangan penuh bulu halus ini selalu terbuka kepada siapa saja yang ingin mengadakan latihan bersama. Banyak petinju status mandiri (bebas tidak terikat sasana) datang untuk mendapat bimbingan tinju.
Demianus kerja setiap hari Senin hingga hari Sabtu. Pagi sebelum terik matahari menyengat kulit sudah pergi ke Kemang Fight Gym.
“Pukul sembilan malam tutup. Minggu libur. Beta pigi gereja, ajak istri dan anak,” Demianus Ahuluheluw menjelaskan.
Finon Manullang, menulis dari Desa Tridaya, Jawa Barat, [email protected]