Rondeaktual.com, Kota Batu – Saya tidak pernah punya rencana untuk bertemu dan menulis tentang Little Pono, salah satu legenda tinju Malang, Jawa Timur. Ia juga salah satu petinju kesayangan promotor Tinton Soeprapto.
Tetapi, Minggu pagi, 17 November 2019, saya melihat Little Pono masuk ke ruang makan Hotel Senyum World, Kota Batu, tempat saya dan tim media Mahkota Promotion dari Jakarta bermalam, saya langsung menyorongkan tangan agar langkahnya berhenti, yang ternyata disambut hangat Little Pono. Kami salaman dan saya sengaja menahan tangannya lebih lama.
Setelah bersalaman dia pergi menuju counter dan membalikkan langkahnya yang terburu-buru, seperti sedang mengejar sesuatu. Dia kembali ke tempat duduknya, di luar ruangan, tempat para perokok. Little Pono termasuk perokok berat.
Saya sangat yakin kalau Little Pono tidak tahu atau tidak mengenal orang yang baru saja menyalaminya. Saya yakin dia sudah lupa. Dia menyalami saya penuh semangat hanya untuk sok pd (percaya diri) saja.
Bisa dimengerti. Di antara kami sudah mati komunikasi. Sudah 30 tahun, sejak terakhir bertemu di Malang tahun 1989. Fisik juga sudah berubah. Sudah tua.
Saya bisa mengenal Little Pono karena para mantan petinju sering mengirim gambar reuni tinju Jawa Timur. Jika tidak karena gambar itu, saya juga tidak akan mengenali lagi Little Pono. Sekarang dia sudah pakai kacamata putih dan rambut memutih, yang membuatnya lebih tua dari usia 53 tahun.
Ketika Little Pono berdiri dan menghadap ke dalam, saya segera memanggilnya dan duduk satu meter dari posisi saya duduk.
“Kenal nggak sama ini?” saya menunjuk dada sendiri dengan jempol kiri.
Little Pono menunduk sambil mengetuk-ngetuk kepalanya dengan jari telunjuk dan jari ibu. Little Pono berusaha keras untuk mengingat-ingat siapa gerangan orang yang duduk di hadapannya.
Akhirnya saya memperkenalkan diri sebagai Finon Manullang. Dia langsung mengangkat wajahnya. “Mas Finon,” katanya tersenyum.
Terima kasih sudah ingat.
Little Pono adalah mantan petinju paling laris di Jawa Timur era GOR Pulosari Malang dan era Sawunggaling Promotion bersama promotor Setijadi Laksono. Ia juga salah satu Kera Ngalam kesayangan promotor Tinton Soeprapto, yang memberinya kesempatan tanding kejuaraan OPBF di Bengkulu dan kejuaraan WBC Intercontinental di Hotel Borobudur Jakarta.
Little Pono bertinju sejak tahun 1983 hingga 1988 di kelas terbang ringan. Ia berlatih di atas tanah kering tanpa ring tanpa fasilitas yang layak di Arema Malang bersama pelatih Tjipto Moerti dan Tan Hwa Swui. Di ujung karirnya ia bergabung dengan Rajawali BC Surabaya.
Little Pono adalah petinju era Joko Arter, Monod, Juhari. Little Pono tidak pernah juara, tetapi namanya sangat terkenal karena gaya bertinjunya enak dilihat. Jab-straight bagus. Hook dan uppercut cepat dan keras. Setiap penonton puas.
Little Pono seorang fighter sejati yang tidak mengenal rasa takut. Sayangnya dia tidak memiliki pertahanan atau dagu yang kuat. Little Pono banyak menyerang tetapi banyak terpukul. Rahangnya rapuh. Jika kena sentuh pukulan lawan tak ada ampun knock out, yang di dalam dunia tinju disebut sebagai dagu kaca.
LITTLE PONO KEJUARAAN
1. Kejuaraan Indonesia kelas terbang ringan 12 ronde, Gelanggang Remaja Jakarta Utara, 15 Desember 1985, KO ronde 10 atas juara Azaddin Anhar. Promotor Boy Bolang.
2. Kejuaraan OPBF kelas terbang ringan 12 ronde, Bengkulu, 19 Juli 1986, KO ronde 12 atas juara Mahasamuth Sitnaruepol (Thailand). Promotor Tinton Soeprapto.
3. Kejuaraan WBC Intercontinental kelas terbang ringan 12 ronde, Hotel Borobudur Jakarta, 21 Mei 1987, knockout ronde 9 atas Little Baguio (Filipina).
Seandainya badan tinju sebanyak sekarang, barangkali Little Pono sudah berkali-kali juara termasuk juara dunia. Tinju di era now tanpa peringkat bisa kejuaraan dan bisa diatur menang.
TENTANG LITTLE PONO
Nama: Supono.
Nama ring: Little Pono.
Lahir: Malang, Jawa Timur, 10 Juni 1966.
Usia: 53 tahun.
Pekerjaan: Petugas Parkir di Kawi atas, Malang.
Nama istri: Sarti Mintilasi.
Nama anak:
1. Litsa Desy Ayu Tias, lulus SMK dan akan menikah Jumat, 22 November 2019.
2. Sherly Fatma Novita Sari, lulus SMK dan sudah bekerja.
Alamat tinggal: Jalan Barumun Nomor 3 RT 7 RW 3, Kelurahan Rampal Celaket, Kecamatan Klojen, Kota Malang.
Berikut petikan percapakan Little Pono di Kota Batu, Jawa Timur, Minggu, 17 November 2019.
“Saya dulu pernah main sampai 10 ronde di Jambi, mengalahkan Tubagus Jaya. Manajernya Anton Sihotang,” kata Little Pono. Ada kesan bahwa dia tidak ingin dicap sebagai petinju pelupa. “Tanding ulang melawan Tubagus di Jembar, saya menang KO ronde keenam.”
Waktu di Jambi, Januari 1985 , Supriyo ikut main. Dia menang 12 ronde. Ingat siapa lawan Supriyo?
Setelah mengingat-ingat, Little Pono bicara: “Wiem Gommies.”
Bukan Wiem, tetapi Piet.
“Iya Piet Gommies, bukan Wiem Gommies,” balas Litte Pono. “Dulu kalau Setijadi bikin pertandingan di Surabaya, aku pasti dimainkan. Nginap di Hotel Pavyliun dekat pasar.”
Mengapa ikut tinju.
“Saya tidak punya orangtua laki. Sudah meninggal, jadi main tinju untuk bisa makan. Saya ikut bantu ibu untuk biaya sekolah adik.”
Punya WA?
“Tidak punya. Di rumah ada WA, punya anak.”
Mengapa sekarang kalau bicara agak berat. Akibat tinju juga.
“Bukan. Saya memang agak susah bicara. Agak cadel. Tapi ini gara-gara gigi patah (Little Pono memperlihatkan giginya yang ompong). Ini kena tangan Yunus Tiran dari Amsi Jakarta main di Pulosari Malang. Selain karena gigi patah, mungkin juga akibat dampak pukulan. Saya pernah hampir lumpuh. Kalau jalan seperti orang kena strok parah (Little Pono memperagakan jalan jinjit dengan tangan dan jari-jari tegang). Saya disuruh membersihkan diri. Saya solat dan wiritan. Alhamdulillah sembuh.”
You kerja di mana?
“Saya parkir. Satu minggu parkir, satu minggu libur. Sebulan cuma dapat dua minggu. Harus gantian sama orang.”
Kerja parkir di mana?
“Di Kawi atas. Sehari bisa dapat seratus ribu. Jaga parkir empat jam, mulai jam enam sore sampai jam sepuluh.”
Istri kerja?
“Istri saya pijat.”
Bagus itu. Ada uang masuk.
“Istri saya di rumah. Kalau ada yang panggil datang. Tapi istri saya mau kalau yang dipijat itu istrinya ada di rumah. Kalau dipanggil ke hotel istri saya tidak mau. Tidak enak. Nanti bisa jadi gunjingan orang. Bisa kena fitnah. Dibayar berapapun istri saya tidak mau. Sebelum sama saya, istri saya dulu kerja luar negeri. Uangnya habis diporotin. Sama saya sudah tidak punya uang, he he he.”
Anak?
“Anak saya dua, perempuan.”
Masih sekolah?
“Selesai SMK dan sudah kerja. Satu lagi mau menikah hari Jumat, 22 November. Kalau bisa supaya hadir.”
Maaf tidak bisa. Harus pulang besok. Tapi Mas Pono hebat. Anak bisa selesai sekolahnya.
“Anak saya sekolahnya gratis. Tidak bayar.”
Kok bisa.
“Saya dapat surat dari Pak Adhyaksa (Dault, Menpora sebelumnya yang dikenal paling banyak membantu para mantan atlet Indonesia, termasuk memberikan hadiah rumah kepada Little Pono). Anak saya boleh sekolah sampai perguruan tinggi tidak bayar. Tapi anak saya bilang kerja saja.”
Rumah masih ada.
“Saya tinggal di rumah istri. Rumah warisan. Rumah dari Pak Menteri akan ditempati anak yang mau menikah nanti.”
Tiba-tiba seorang pria datang membuat percakapan saya dengan Litllet Pono menjadi sangat tidak nyaman. Terganggu. Kalimat orang itu congkok dan memposisikan dirinya lebih tinggi dari orang lain. Saya memandang mukanya dan bauk. Orang itu berkali-kali menyebut KMPI (Kebersamaan Mantan Petinju Indonesia). Mengaku datang ke kantor KMPI Malang, yang dipimpin Ali Aswad.
Saya mual dibuatnya. Kalimatnya angkuh dan bau busuk. Saya memilih pergi ke kamar, meninggalkan Little Pono dan Agus Ekajaya.
Kepada Agus Ekajaya (mantan juara Indonesia kelas bantam) saya minta maaf. Sebab saya tahu, kemarin lalu, atau dua hari yang lalu, dia datang hanya untuk menjumpai saya, setelah hampir 15 tahun tidak pernah bertemu.
Finon Manullang, menulis dari Desa Tridaya. Jawa Barat, [email protected]