Rondeaktual.com – Pekan lalu saya tiga malam berada di Kota Batu, Jawa Timur, 15 hingga 18 November 2019.
Sampai dekade 80-an, saya merasakan kota ini kota dingin. Tetapi sekarang lebih popular sebagai kota wisata. Luar biasa.
Saya ke sana untuk memenuhi undangan Mahkota Promotion, meliput pertandingan Daud Yordan (Indonesia) melawan Michael Mokoena (Afrika Selatan) dan Ongen Saknosiwi (Indonesia) melawan Marco Demecillo (Filipina).
Di Kota Batu, Daud dan Ongen mencatat sejarah baru. Daud merebut sabuk juara IBA kelas welter yunior. Ongen merebut sabuk juara IBA kelas bulu.
International Boxing Association (IBA) adalah badan tinju dunia yang berpusat di Ventnor City, New Jersey, Amerika Serikat. IBA berdiri tahun 1996, oleh Jean-Christophe Courreges.
Saya ingin menulis tidak tentang Daud Yordan atau Ongen Saknosiwi, tetapi tentang pengalaman pertama bersama Mahkota Promotion.
Sebelum menuju Kota Batu, saya memastikan berada dalam tim media tujuh. Seorang di antaranya sangat saya kenal. Dia wartawan lama yang sudah sering meliput kejuaraan dunia di luar negeri dan banyak tampil di layar televisi sebagai komentator. Itu prestasi yang bagus bagi dia.
Ditempatkan bersama siapa saja saya tidak pernah menolak. Saya orangnya tidak rewel, asal:
1. Harus dua bed. Saya tidak bisa tidur berdua di atas single bed.
2. Saya tidak bisa tidur bila teman di sebelah menghidupkan televisi dengan volume tinggi sampai tengah malam.
3. Saya tidak bisa tidur jika teman di sebelah ngorok dan (maaf) kentut berulang-ulang.
Panitia yang mengurus kamar menempatkan saya dengan wartawan senior tadi. Mungkinan dia sengaja memilih partner yang tuanya beda-beda tipis.
Saya langsung menguasai bed dekat toilet. Saya pikir aman. Ternyata tidak. Teman sebelah melakukan banyak “pelanggaran”.
1. Menyetel televisi sepanjang malam dengan volume yang sangat mengganggu, sementara dia tertidur lelap. Saya harus berulangkali bangun untuk merendahkan suara velevisi.
2. Setiap malam buang angin. Disengaja entah tidak, dia berkali-kali kentut. Dia tidak ngorok tetapi suara getaran giginya lebih kencang dari suara kapal pesiar. Sangat mengganggu.
Dia dan saya lebih suka di dalam kamar. Kalau tidak istirahat, menulis tentang Daud Yordan melalui hp. Kami sama-sama tidak membawa laptop dan itu tidak pernah mengurangi semangat. Selalu setia menulis untuk tinju.
Banyak yang bisa ditulis. Ruang konferensi pers yang terlihat mewah bagus untuk ditulis. Diatur tertib tetapi tidak kaku.
Hadir Leon Panoncillo (supervisor asal Amerika Serikat), Martino Redona (wasit/hakim asal Hawaii), Klaus Hagemann (wasit/hakim asal Jerman), Edward Legas (wasit/hakim asal Filipina), Stephane Cabrera (supervisor asal Jerman), Emil Irimia (wasit/hakim asal Rumania), dan dari Indonesia Adrian Ingratoeboen, Nus Ririhena, Djufrison Pontoh, dr. Fits Patty.
Konferensi pers tidak berbelit-belit dan dipisah dengan timbang badan. Tidak ada snack atau pembagian nasi bungkus. Bersih dan ini bagus jika ditiru oleh promotor lain.
Ketika pertandingan tinju berlangsung, saya dilarang berkeliaran di sekitar ring tinju. Berdasarkan registrasi, saya harus duduk di lokasi media, yang sudah sulit dibedakan mana wartawan dan mana yang pura-pura duduk manis sebagai wartawan.
Saya harus mengelilingi ring tinju dan ini persyaratan yang tidak boleh saya lepas. Ini tradisi, yang saya jaga dan saya pertahankan selama bertahun-tahun.
Sekecil apapun event yang saya kunjungi, saya harus mengelilingi ring tinju untuk melihat dari dekat siapa saja yang ada di sana. Apalagi ini tinju dunia. Saya akan menyesal jika tradisi mengelilingi ring tinju saya hentikan.
Seandainya saya disiplin duduk di ruang media, barangkali saya tidak akan pernah menyalami legenda Wongso Suseno, yang duduk tak jauh dari belakang meja dewan juri.
Sangat menyenangkan punya pengalaman pertama bersama Mahkota Promotion. Senang menulis dari kamar hotel yang bagus. Tetapi, saya setengah menyesal karena tidak bisa melihat Kota Batu. Saya tidak ke mana-mana. Saya 100% di dalam kamar.
Sampai meninggalkan Kota Batu, saya tidak pernah mengunjungi perkebunan apel yang terkenal itu. Tidak pula singgah ke hotel yang dulu saya tempati bersama Ellyas Pical.
Ketika itu, tahun 1983, Ellyas Pical belum juara dunia, bahkan belum juara Indonesia. Elly sendiri menempati kamar depan sambil memetik gitar menyanyikan lagu-lagu daerah Maluku dan lagu-lagu rohani. Itu kesukaan Ellyas Pical.
Saya tidak singgah ke rumah Ervan Husein, mantan petinju kelas welter dan mantan promotor dan tokoh Pemuda Pancasila. Ervan kini berjuang melawan strok yang menyerangnya sejak 12 tahun silam.
Saya tidak singgah ke rumah Yani Hagler di Desa Pujon. Yani adalah petinju kidal buatan yang dulu pernah diorbitkan promotor Boy Bolang. Sayang Yani yang ketika itu masih berusia 18 tahun harus KO ronde ketiga di tangan Dodie Penalosa, juara dunia IBF kelas terbang ringan asal Filipina, yang bergaya kidal akibat polio di masa kecilnya. Yani Hagler enam kali jatuh bangun dan tragedi itu terjadi di Istora Senayan, Jakarta, Sabtu, 12 Oktober 1985.
Banyak kenangan di kota ini, yang sekarang berkembang menjadi kota wisata. Saya tidak sempat mengunjungi hotel yang dulu dijadikan markas operasi para wanita pekerja short time. Mereka diajari berbohong sebagai “orang kampung”. Padahal mereka murni profesional, yang sengaja disimpan di sekitar rumah penduduk.
Bagaimanapun kota ini pernah menjadi salah satu pusat kegiatan bisnis seks terselubung. Di awal dekade 80-an sempat dianggap sebagai lokasi paling murah, paling sehat, paling aman, dan paling laris. Pria pemburu seks paling suka datang berlayar sampai kandas di atas perut wanita short time.
Sistem pelacuran era tahun 80-an yang sengaja ditawarkan dari mulut ke mulut sudah tertinggal. Cara orang jualan sekarang sudah beda. Sudah maju. Sudah mahir menjalankan seks onlie dan ini akan sulit untuk dihentikan.
Tetapi, seperti kata pepatah, sepandai-pandainya tupai melompat suatu saat akan jatuh juga. Sehebat-hebatnya artis PA menjalankan dugaan bisnis prostitusi, akhirnya ditangkap di Kota Batu, pertengahan Oktober 2019.
Tidak hanya PA. Awal November polisi berhasil menggulung praktik prostitusi Kota Batu, yang melibatkan seorang wanita berinisial R, 18 tahun. R, yang merupakan mucikari ditangkap Polres Batu. R menawarkan jasa pemuas nafsu ke pria hidung belang melalui aplikasi WhatsApp.
Pihak yang memeriksa orang-orang yang ditangkap menyimpan tumpukan tisu basah sebagai barang bukti.
Dulu seks ”orang kampung” di Batu belum mengenal tisu. Mereka datang sambil menenteng tas mini, yang di dalamnya tersedia handuk kecil, sabun, dan odol.
Bagi mereka odol diyakini bisa membunuh kuman.
Finon Manullang, menulis dari Desa Tridaya, Jawa Barat, [email protected]