Rondeaktual.com – Seandainya keluar pertanyaan; siapa petinju kelas bantam yunior Indonesia terbesar?
Tidak perlu cari kamus, sebab sudah pasti Ellyas Pical.
Mengapa Ellyas Pical?
Pertama, Ellyas Pical adalah juara Indonesia kelas bantam yunior tahun 1983. Elly, southpaw asli dari Saparua, Maluku, dan orbitan Garuda Jaya Jakarta, merebut gelarnya dari tangan juara bertahan Wongso Indrajit. Itu terjadi di Gedung Go Skate, Surabaya, 11 Desember 1983.
Kedua, Ellyas Pical adalah juara OPBF kelas bantam yunior tahun 1984. Elly dengan kepalan kidalnya yang perkasa merebut gelar lowong OPBF kelas bantam yunior di Seoul, Korea, 19 Mei 1984, menang angka atas petinju tuan rumah Hee-Yun Chun.
Ketiga (ini yang paling bersejarah), Ellyas Pical adalah juara dunia IBF kelas bantam yunior tahun 1985. Elly merebut gelarnya di Istora Senayan Jakarta, Jumat malam, 3 Mei 1985, menang KO ronde 8 dari rencana 15 ronde melawan juara bertahan Ju-Doo Chun (Korea).
Pertandingan Elly-Chun disaksikan sekitar 15.000 penonton dan itu rekor yang tak tersamai sampai sekarang.
Sehari setelah menjadi juara dunia, Ellyas Pical didampingi Mama Anna dan promotor Boy Bolang dan puluhan penyanyi Ibu Kota yang pimpin Melky Goeslaw dan Bob Tutupoli, diterima Menpora Abdul Gafur. Ketika itu hari Sabtu masih hari kerja setengah hari.
Supaya bisa meliput sang juara ke kantor Menpora, saya harus tidur di Garuda Jaya. Malam itu sepi. Tidak ada orang. Petinju Bristol Simangunsong yang biasa piket tidak kelihatan. Saya harus memanjat pintu besi agar bisa masuk.
Di sana ada meja panjang, yang bisa dipakai dokter untuk memeriksa kesehatan Ellyas Pical. Di sanalah saya tidur. Tanpa bantal tanpa selimut.
Ellyas Pical bukan saja petinju Indonesia pertama yang merebut gelar juara dunia, tetapi membuat prestasi 8 kali memenangkan kejuaraan dunia.
Elly dua kali kalah angka di kejuaraan dunia IBF ketika hendak mempertahankan gelarnya melawan Cesar Polanco (Republik Dominika) di Jakarta dan melawan Juan Polo Perez (Kolombia) di Roanoke, Virginia, AS.
Elly sekali kalah dalam kejuaraan dunia WBA di lapangan sepakbola Stadion Utama Senayan, TKO ronde 14 di tangan Kaosai Galaxy (Thailand).
Ellyas Pical membuat rekor tiga kali merebut sabuk IBF kelas bantam yunior.
Meski Ellyas Pical yang paling super, tetapi masih banyak nama yang pernah meramaikan pertandingan kelas bantam yunior di Tanah Air.
Wongso Indrajit tentu juara yang harus dihormati dan paling tua disusul Ellyas Pical dan yang lain.
Almarhum Indrajit dua kali merebut sabuk juara Indonesia kelas bantam yunior. Setelah kehilangan gelar yang direbut Elly, Indrajit merebut kembali gelarnya melalui pertarungan gelar lowong 12 ronde melawan Dodi Tabalubun dari Jember.
Siapa saja petinju kelas bantam yunior Indonesia lainnya? Mungkin masih ingat dengan southpaw Lamhot Simamora dari Torpana Boxing Camp Medan. Lamhot seperti Elly, memulainya dari amatir, kemudian masuk pro merebut gelar juara Indonesia dan merebut gelar OPBF.
Lamhot empat kali memenangkan pertandingan kejuaraan OPBF dengan mengalahkan petinju Australia, Filipina, dan Thailand dua kali dengan orang yang berbeda. Sayangnya Lamhot tidak sempat mengikuti jejak Elly di kejuaraan dunia.
LAMHOT KEHILANGAN GELAR
Lamhot Simamora kehilangan gelar OPBF di Pekan Raya Jakarta, kalah angka melalui pertarungan 12 ronde yang dilakoninya dengan setengah hati melawan Marianus Penmaley (Pirih Surabaya).
Marianus yang ditangani pelatih asal Filipina, Mario Lumacad, kurang terkenal karena hanya sebentar menjadi juara Indonesia dan juara OPBF.
Setelah Marianus datang Kid Samora, harapan dari Trisula Malang. Kid Samora, asuhan pelatih Fighting Chung Soenaryo dan manajer Anthonius Moehartono, tidak terlalu menyengat.
Gelar juara Indonesia kelas bantam yunior yang disandang Kid Samora (sekarang ayah dari empat anak, tiga kembar) hanya pernah memberinya kontrak kejuaraan OPBF melawan Marianus, yang berlangsung di Hotel Kartina Prince Malang. Dihentikan wasit pada ronde kedua karena luka parah di bagian mata Marianus.
Seharusnya Kid Samora juara OPBF. Tetapi sngat mengecewakan karena wasit kita (sudah meninggal dunia) seenaknya beranggapan luka Marianus akibat benturan.
Bila benturan terjadi di bawah tiga ronde, maka keputusannya technical draw. Tanpa pemenang.
PINANG MERAH YOSSY AMNIFU
Di luar nama tadi masih ada Yossy Amnifu, si kidal asal Nusa Tenggara Timur, yang meneruskan karir tinju pronya di Jakarta. Si kidal Jack Siahaya dari kelas terbang masuk ke kelas bantam yunior.
Jack yang memiliki tangan kuat gagal merebut gelar juara dunia WBA kelas bantam yunior di Bangkok, 10 November 1996. Jack kalah KO di tangan Yokthai Sithoar.
Yossy, pengunyah pinang merah, mencopot gelar juara kelas bantam yunior dari tangan Wongso Indrajit melalui pertarungan 12 ronde yang mengejutkan di Pekanbaru, Riau, 4 Juli 1987, yang dipromotori Anthon Sihotang.
Meski gagal merebut sabuk juara OPBF, tetapi saya mempunyai catatan panjang tentang perjalanan karir tinju Yossy Amnifu di kelas bantam yunior.
Yossy bertarung 12 ronde dengan Michaer Arthur (Surya Malang) di GOR Manahan Solo, 18 Februari 1989, yang berakhir draw kemudian rusuh.
Kursi lipat merah dan benda lain dilempar ke dalam ring, berkali-kali. Kubu Arthur marah dan menjadi teror bagi penonton lain yang tidak tahu apa-apa.
Pelatih dan suporter Michael Arthur yang sengaja diangkut dari Malang tak bisa dikendalikan. Kera Ngalam marah. Amarah mereka ke mana-mana. Keputusan draw dianggap telah merampok kemenangan Arthur. Di mata mereka Yossy kalah.
Di mata saya, malam itu, Michael Arthur seharusnya menang.
Wasit merangkap hakim Jopie Limahelu (Surabaya) menilai 115-114 untuk Arthur. Sunaryo (Surabaya) 115-115. M Junus (Probolinggo) 115-115. Itu artinya majoriy draw. Juara tetap juara. Yossy tetap juara.
Untuk menghindari keributan lebih buruk, Yossy disuruh meninggalkan ring tanpa menerima sabuk kejuaraan.
Yossy aman tidak kena sentuh. Seorang hakim yang tidak memenangkan Arthur, dilempar termos yang sengaja dicuri dari kamar hotel.
Dalam catatan saya, setidaknya ada enam orang yang sengaja menyulut terjadinya kerusuhan di sekitar ring. Sengaja membakar situasi. Provokasi berjalan dengan cepat.
Siapa saja mereka? Jangan ah. Sebab empat dari enam tokoh yang menjadi “kompor” sudah mendahului kita untuk selama-lamanya. Sudah meninggal dunia. Rest in peace.
Finon Manullang, menulis dari Desa Tridaya Tamsel, Jawa Barat, [email protected]