Coretan Finon Manullang: Mengenal Thomas Americo di Masa Hidupnya

THOMAS AMERICO VS TARA SINGH
Thomas Americo, promotor FK Sidabalok, Tara Singh, Dili, 15 Juli 1995. (Foto dari buku Memoar Tinju Profesional edisi 1995 diterbitkan oleh Non-M Promotion)

Rondeaktual.com – Boleh jadi penulis paling beruntung bisa mengenal Thomas Americo, baik di dalam ring maupun di luar ring, termasuk di rumah beliau, Gang Manggar, Lowokwaru, Malang, Jawa Timur.

Penulis senang bisa meliput pertandingan terakhir Thomas Americo di Stadion Municipal, Dili, Timor Timur (sekarang negara Timor Leste), Sabtu malam, 15 Juli 1995.

Selama bertahun-tahun hidup menulis untuk tinju, melihat pertandingan terakhir Thomas Americo menjadi salah satu liputan yang tidak terlupakan.

Advertisement

Pertandingan Thomas Americo melawan Tara Singh (Taman Tirta Surabaya) ditangani promotor Kol Hub FK Sidabalok. Thomas Americo dibayar Rp 750.000 dan Tara Singh Rp 250.000.

Sebetulnya partai ini tidak boleh terjadi, karena beda kelas. Thomas Americo 63,5 kilogram (kelas welter yunior). Tara Singh 55.5 kilogram (kelas bulu yunior).

Sebelum timbang, Tara Singh harus minum air putih lebih satu liter. Penulis menyelipkan empat batu bata sehingga bisa mencapai 61.5 kilogram (kelas welter yunior). Pertandingan sepakat untuk empat ronde sabuk PMTI, di bawah pengawasan Komisi Tinju Indonesia (KTI) Jawa Timur.

Advertisement

Enam jam sebelum menuju stadion, penulis sibuk mencari rumah makan sup kambing. Tara Singh menikmatinya sampai puas.

Setangkai Mawar Merah Palsu

Sebelum kembali ke Mahkota Hotel, tempat menginap bersama rombongan tinju Jawa Timur, kami pergi ke toko membeli setangkai mawar merah palsu, yang diberikan ketika Thomas Americo sudah berada di sudut merah. Ribuan penonton bersorak tepuk tangan.

Semua itu sudah diatur sejak awal, sebagai upaya menyemangati Tara Singh sekaligus mencuri perhatian.

Advertisement

Hasilnya, Tara Singh tidur di atas ring akibat straight Thomas Americo yang mendarat biasa-biasa saja di kepala Tara Singh. Sejak awal ada negosiasi jangan sampai “dilarikan ke rumah sakit”.

Bukan apa-apa, ini pertandingan beda kelas. Sementara, membatalkan pertandingan bisa diamuk orang sekampung.

Rupanya Tara Singh cukup pandai untuk menghapus kesan sandiwara. Ia mengejar lawan sambil melepaskan pukulan brutal. Penonton senang.

Advertisement

Memasuki ronde kedua, straight Thomas Americo melayang membuat Tara Singh memilih “tidur” di pinggir tali ring. Ia membiarkan wasit menghitungnya sampai habis.

Kalah Taruhan Melawan Petchiam Petchayarm

Pada tahun 1983, di GOR Pulosari Malang, penulis melihat Thomas Americo dipukuli Raja KO asal Thailand, Petchiam Petchayarm, terutama di dua ronde terakhir.

Thomas Americo kalah angka. Sebagian penonton pulang dengan muka pahit. Mereka kalah taruhan. Di sana, melihat tinju tanpa taruhan ibarat sayur tanpa garam. Hambar tidak ada rasa.

Advertisement

Malam itu, promotor meraup untung karena berhasil menjual 2.500 tiket masuk. Tidak ada orang datang memegang tiket gratis. Semua bayar dan itulah yang mengangkat tinju pro Malang menjadi hebat di era itu.

Thomas Americo Kalah melawan Australia

Orang-orang yang berdiri di tepi ring sambil memegang tustel, bersorak ketika Rocky Pirrottina (Australia) yang bertubuh gempal setinggi petinju kelas bulu memukuli Thomas Americo yang bersandar di tali agar tidak jatuh.

Harus diakui, hubungan Thomas Americo dengan wartawan peliput olahraga tinju kurang bagus. Sejak Thomas Americo menantang juara dunia WBC Saul Mamby di Senayan, 29 Agustus 1981, persahabatan itu sudah retak.

Advertisement

Thomas Americo Sengaja Ditebang

Keterlaluan memang oknum hakim tinju GOR Pulosari Malang. Pertandingan didominasi Thomas Amerco saat melawan Supriyo (Sawunggaling Surabaya), ditulis seri tanpa pemenang. Entah apa salah dan dosa Thomas Americo, sengaja ditebang.

Thomas Americo marah. Tidak mau turun dari atas ring dan berdiri selama lebih 30 menit. Ia  menuding dan berkata-kata kepada Inspektur Pertandingan, yang diduga kuat terlibat kongkalikong dengan hakim untuk memberikan nilai imbang.

Padahal, kalau saja hati para hakim bersih, malam itu pemenangnya adalah Thomas Americo.

Advertisement

Jumpa di Rumah Promotor di Banyuwangi

Meski hubungan penulis dengan Thomas Americo tidak baik-baik amat dan pernah bertengkar, penulis selalu berusaha untuk bisa dekat. Penulis selalu menyapanya dan ini berlaku sama dengan petinju lain.

Sehari sebelum Thomas Americo mengalahkan Jimmy Sinantan di GOR Mojopanggung, Banyuwangi, 6 Oktober 1984, penulis bertemu Thomas Americo di rumah dinas promotor Kapten CHB FK Sidablok, di Banyuwangi, tak jauh dari rumah mendiang penyanyi Emilia Contessa.

Sidabalok adalah ayah angkat Thomas Americo, yang menyelundupkan Thomas Americo agar bisa lolos dari pemeriksaan di pelabuhan. Sedangkan penulis, dekat dengan FK Sidabalok hanya karena istri beliau marga Simanjuntak dan ibunda penulis marga Simanjuntak.

Advertisement

Di ruang tamu, Sidabalok secara spesial mengenalkan anak angkatnya Thomas Americo kepada penulis.

Sejak pertemuan Banyuwangi, hubungan penulis dengan Thomas Americo ibarat saudara kembar.

Thomas Americo Banting Kursi

Penulis lupa, pertanyaan apa yang membuat Thomas Americo tersinggung kemudian membanting kursi yang didudukinya. Kami bersebelahan, berjarak tak sampai satu meter.

Advertisement

Penulis ke rumah Thomas Americo di Gang Manggar, Lowokwaru, Malang, setelah pertemuan di Banyuwangi.

Sebelum marah, atau awal kedatangan penulis, Thomas Americo baiknya minta ampun . Ramah dan dan halus. Tidak menyisahkan kesan brutal seperti saat menghadapi lawan di dalam ring.

Disuguhi secangkir teh manis panas plus kue dalam kemasan toples plastik. Ditawari rokok. Penulis tolak, karena memang tidak suka rokok. Waktu itu, meski masih atlet, Thomas Americo sudah terbiasa merokok dan tidak menggangu pernapas di dalam ring.

Advertisement

Setelah wawancara lebih satu jam, penulis permisi pulang. Thomas Americo mengantar sampai ujung pintu. Kami salaman dan berpisah.

Seingat penulis, sampai sekarang di antara kami tidak pernah meminta maaf atas kasus banting kursi di rumah Gang Manggar Malang.

Mengalahkan Agus Sabara di Jember

Penulis terus berhubungan dengan Thomas Americo, termasuk menjelang kemenangannya hanya dua ronde melawan Agus Sabara di Stadion Noto Hadinegoro Jember, tahun 1986.

Advertisement

Dalam partai tambahan, muncul Gill Roberto Santos, kidal asal Ainaro, Timor Timur, yang juga didatangkan Sidabalok ke Jawa Timur untuk tujuan bertinju. Gill sekarang menetap di Dili dan baru saja menyelesaikan S1 di usia 55.

Thomas Americo Kalah Melawan Bongguk Kendy

Setelah melewati 12 ronde, Thomas Americo kalah angka melawan Bongguk Kendy (Garuda Jaya Jakarta). Thomas kehilangan sabuk juara Indonesia kelas welter yunior.

Di kamar ganti, penulis sengaja menyalami Thomas Americo, sebagai upaya untuk menyemangatinya. Kami tidak bicara apa-apa. Tetapi bersalaman saja sudah lebih dari cukup.

Advertisement

Jumpa Terakhir Thomas Americo di Dili

Pada awal tulisan, penulis sudah menyampaikan kisah pertandingan terakhir Thomas Americo melawan Tara Singh.

Ketika tiba di Dili, promotor FK Sidabalok mengajak penulis untuk menjumpai Thomas Americo di halaman gedung tinju. Hanya berjalan kaki dari hotel menginap.

Kami salaman. Thomas Americo mengenalkan istri keduanya yang sedang mengandung tujuh bulan. Ketika Thomas Americo memutuskan kembali ke Timor Timur, istrinya yang berasal dari perkebunan Apel di Batu, tidak ikut.

Advertisement

Pada tahun 2016, ketika penulis memberikan penghormatan terakhir kepada FK Sidabalok di Taman Makam Pahlawan Bandung, secara tidak disangka-sangka bertemu pemuda gagah bernama Thomas Americo Jr, yang ketika ibunya dikenalkan Thomas Americo, masih dalam kandung tujuh bulan.

Berdasarkan Kartu Keluarga, Thomas Americo bernama Jimmy Kelton Sidabalok (Sidabalok diambil dari nama ayah angkatnya FK Sidabalok). Thomas Americo lahir di Bobonaro, 24 Desember 1958.

Beberapa tahun setelah meliput pertandingan terakhir Thomas Americo melawan Tara Singh di Stadion Municipal Dili, beredar kabar duka bahwa Thomas Americo telah gugur dalam perang saudara, 7 September 1990.

Advertisement

Finon Manullang, menulis dari Desa Tridayasakti, Jawa Barat