Rondeaktual.com – Saya tidak mau menyalahkan Ketua Pengprov Pertina DKI Jakarta, Hengky Silatang, ketika saya gagal mewawancarainya.
Kemarin lalu, Rabu, 24 Februari 2021, saya menjumpai Hengky Silatang di ruang kerjanya, Lantai 2, Hotel Atlet, Senayan, Jakarta.
Wawancara sengaja saya batalkan, setelah tiba-tiba berubah menjadi makan siang bersama.
Sekitar 30 menit makan siang di Hotel Atlet, versi Jepang. Saya order ikan salmon.
Kami bertiga. Selain saya dan Hengky Silatang, ada tamu bertubuh tinggi besar. Dari cara bicaranya bisa saya pastikan beliau sangat mengenal Kepala Devisi Hubungan Internasional Polri, Irjen Pol Johni Asadona dan mengenal Ketua Pengprov Pertina Papua Barat, Clinton Tallo, serta mengenal juara dunia bulutangkis 1983 Icuk Sugiarto.
Memang, saya tidak pernah membuat janji untuk tujuan wawancara. Saya ingin wawancara bagai air mengalir. Tidak diatur dan tidak direncanakan. Sama seperti ketika saya wawancara melalui telepon dengan Ketua Bidang Kepelatihan PP Pertina, Erzon.
Ketika menyusun janji untuk bertemu Rabu siang, saya tidak pernah menyampaikan rencana wawancara. Hengky Silatang pasti tidak mengira ada acara wawancara. Mendadak saja. Pertemuan hanya untuk membicarakan kemungkinan menyelenggarakan pertandingan tinju amatir dan profesional (ampro) di tengah pandemic COVID-19.
Rabu siang dan pada jam yang sudah kami sepakati, saya duduk di kursi tunggal ruang yang sejuk. Sementara, Hengky Silatang menyiapkan minuman dan menawari kopi panas atau teh dengan gula pasir. Saya pilih teh.
Ketika Hengky Silatang mengaduk air panas dalam gelas dengan sendok kecil, mendadak muncul gagasan untuk mengadakan wawancara eksklusif. seperti wawancara dengan Erzon, yang ternyata berhasil merebut rekor pembaca terbanyak.
Sambil mengurus telepon di tangan kirinya, Hengky Silatang menawari kue. Saya ambil lemper. Kue masih nyangkut di tenggorokan, tiba-tiba Hengky Silatang sudah berdiri dan mengajak makan siang.
Kami segera meninggalkan Lantai 2. Terburu-buru sekali dan di situlah saya kalah (baca kehilangan peluang untuk mengadakan wawancara eksklusif).
Setelah makan siang, kami berdua naik ke atas. Hengky Silatang mengambil sebuah bungkusan agak besar (sepertinya contoh atau logo pakaian olahraga). Dia tidak pernah tahu tentang rencana saya.
Kami turun. Tanpa bicara apa-apa. Hengky Silatang mengambil langkah ke kiri untuk menjumpai tamunya.
Saya ke kanan, arah toilet, kemudian memilih pulang.
Tiba di rumah, langit sudah mulai gelap dan baru sadar kalau saya tidak sempat menyentuh minuman yang disediakan Hengky Silatang. Bisa jadi minuman sudah dibuang.
Saya minta maaf, dan itu sudah saya sampaikan melalui rekan kantornya, Enrico Bahar, yang juga Bendahara Pengprov Pertina DKI Jakarta.
Sejak pisah di lobi hotel, saya belum pernah mengadakan komunikasi dengan Hengky Silatang. Saya juga tidak meneruskan pembicaraan tentang rencana menyelenggarakan pertandingan tinju di HS Boxing Camp Ciseeng. Lagipula masih COVID-19. Masih lama. Paling cepat Juni atau jangan-jangan pandemic ini semakin panjang. Kita semua berharap agar masalah Coronavirus Disease 2019 segera landai.
Tulisan ini saya kerjakan pada Jumat dini hari, 26 Februari 2021. Belum terpikir untuk melakukan wawancara eksklusif dengan Ketua Pengprov Pertina DKI Jakarta, Hengky Silatang. Dia sekarang sedang menikmati liburnya sampai Senin mendatang.
Seandainya bertemu lagi, barangkali gagasan untuk wawancara sudah basi. Sudah lewat. Tetapi, seandainya terjadi wawancara, saya juga tidak tahu apa saja yang akan saya tanyakan.
Mau bicara tentang kehidupan barunya, barangkali tidak menarik.
“Kehiduan baru” yang saya maksud adalah kebiasaan Hengky Silatang setiap bangun pagi (tanpa cuci muka dan sikat gigi) langsung berdiri di pinggir empang. Kemudian mencampakan butir-butir pakan ikan ke dalam air. Mulut ikan menganga menelan pakan dan itu tak ternilai bahagianya.
Bicara piara ikan mungkin tidak menarik. Tetapi, kalau bicara tentang Pertina era Ketua Umum 2016-2020 Johni Asadoma atau bicara tentang Pertina era Ketua Umum 2020-2024 Komaruddin Simanjuntak, pasti menarik.
Kalau itu yang harus saya angkat, mungkin Hengky Silatang akan bicara ketika Johni Asadoma, jenderal polisi dua bintang, datang mengunjungi sasana miliknya, yaitu HS Boxing camp Ciseeng.
Sasana itu jauh dari pusat keramaian. Sulit ditempuh dan kebanyakan orang yang pernah datang ke sana selalu nyasar. HS Boxing Camp Ciseeng terletak tak jauh dari Kota Parung.
Jalan ke sana sempit dan mulai banyak rintangan (polisi tidur), sebagai upaya untuk menekan tingkat kebisingan para pengendara sepeda motor. Tetapi sesempit apa pun jalan menuju HS Boxing Camp Ciseeng, saya telah mencatat sejumlah nama besar dalam dunia olahraga Indonesia pernah singgah ke sana.
Saya di sana. Makan siang di sana. Di sebelah kanan saya duduk seorang juara Asia kelas welter 1973 Bangkok, Frans van Bronchkorst.
Tidak hanya Frans VB yang datang. Nama besar lainnya antara lain; juara dunia bulutangkis 1983 Icuk Sugiarto, Ketua Umum Komite Olimpiade Indonesia (KOI) Raja Sapta Oktohari, judoka top Krina Bayu, juara dunia IBF kelas bantam yunior 1985 Ellyas Pical, juara dunia IBF kelas minimum 1989 Nico Thomas, juara IBA World kelas welter yunior Daud Yordan.
Masih banyak, termasuk sejumlah personalia Pengprov Pertina DKI Jakarta. Peristiwa itu merupakan bagian dari peresmian HS Boxing Camp Ciseeng, Sabtu, 29 Agustus 2020. Sasana diresmikan oleh Ketua Umum PP Pertina Irjen Pol Johni Asadoma.
Saya percaya, Hengky Silatang akan memberikan sejumlah jawaban menarik termasuk “menjewer” orang-orang tinju yang berkuasa, seandainya wawancara eksklusif terjadi pada Rabu siang.
Saya tidak akan bertanya tentang prediksi tinju dunia, misalnya begini: ”Menurut Anda, berapa persen peluang Canelo untuk menghabisi petinju Turki Avni Yildirim dalam pertarungan mereka Sabtu malam di Florida, atau Minggu pagi WIB.”
Semua orang tahu, Hengky Silatang merupakan salah satu komentator favorit World Boxing.
Tetapi, saya tidak suka bertanya seperti itu. Itu berbau komersial. Unsur bisnisnya kental. Saya –dari dulu sampai sekarang—entah mengapa lebih suka bicara atau bertanya tentang tinju Indonesia. Tentang Pertina. Tentang tinju pro, yang “gila-gilaan” mendirikan sampai lima badan tinju Tanah Air.
Kisah tentang tinju Indonesia tak akan habis, meski ditulis setiap hari. Namun, kebanyakan orang merasa “besar” jika dia menulis tinju dunia.
Menulis tentang Mike Tyson atau Manny Pacquiao dianggap sebagai prestasi. Padahal menulis tentang tinju Indonesia jauh lebih bermanfaat.
Suatu ketika nanti, saya ingin bertanya begini kepada Hengky Silatang: ”Mengapa Anda paling suka mengatakan “taigigi”. Sedikit-sedikit taigigi. Apa maksud di balik ucapan khas taigigi?”
Itu sesuatu yang belum terungkap. (Finon Manullang, dari Desa Tridayasakti, Jawa Barat)