Rondeaktual.com, Jakarta, Oleh Finon Manullang – “Aku tadi malam jam dua masuk rumah sakit.”
Itu kalimat utuh Richard Engkeng, yang dikirim ke saya melalui SMS.
Saya membacanya pukul 9 pagi, lima hari yang lalu, hari Senin, 4 Februari 2019.
Saya ke sana. Ke kamar 1615, rumah sakit besar di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan.
Seorang profesor menangani luka yang tak sembuh-sembuh di bagian telapak kaki kiri Richard Engkeng. Saya harus memasukkan perban yang jatuh dari pembungkus luka. Ada bekas tetesan darah. Barangkali perawat atau orang yang mengurusnya semberono. Entahlah.
Menjelang pukul 8 malam, saya memilih pulang tanpa harus mengetahui apa sakit yang menyerang Richard Engkeng, yang tercatat sebagai Wakil Ketua Pengprov Pertina DKI Jakarta. Ia juga pendiri sasana RE Boxing Minahasa Utara, Sulawesi Utara, dan pendiri sasana Navy Boxing Camp Bitung.
Kemarin, Jumat (8/2/2019) pagi, saya ke sana lagi. Ada tamu ibu-ibu cantik. Saya menyalami mereka, termasuk Hollina Lahindo, istri Richard Engkeng.
Kamar 1615 terasa penuh. Tempat duduk habis. Saya harus berdiri dan menyandar ke tembok. Tiba-tiba saya memilih membuka HP dan pura-pura sibuk mencari sinyal, sebagai alasan agar bisa keluar dari ruangan.
Satu jam kemudian tamu pulang. Saya dan Richard Engkeng berdua di kamar.
Saya ditawari makan buah. Kue di meja. Minum dalam boks. Saya pilih roti setengah kering. Richard Engkeng menghabiskan pier yang dipotong-potong oleh perawat rumah sakit.
Suster harus mengontrol tensi Richard Engkeng tiga kali sehari. Suster juga memberikan vitamin untuk jantung dan obat mengencer dahak.
Rumah sakit melarang Richard Engkeng menghabiskan air mineral lebih dari satu botol besar, agar jantungnya tidak membengkak.
Tetapi, Richard Engkeng menjalani rawat inap bukan karena jantung melainkan luka yang tak sembuh-sembuh. Luka diabetes. Richard Engkeng dianjurkan agar terapi jalan kaki.
Sambil menikmati buah pier, yang akhirnya membuat tenggorokannya gatal, ia bilang begini: “Bagaimana kabarnya Pertina?”
Itulah Richard Engkeng, meski sedang sakit tak bisa jauh dari tinju. Sempat-sempatnya bertanya tentang Pertina.
Pertina yang dimaksud Richard Engkeng ada dua; Pertina Pusat dan Pertina DKI Jakarta.
Saya sempat sebut nama Hengky Silatang, Ketua Pengprov Pertina DKI Jakarta. Hengky, konon, sedang berpikir untuk mengadakan pertandingan latih tanding di GRJU, alias Gelanggang Remaja Jakarta Utara. Itu penting sebagai ajang try out tim pelatda DKI menuju Pra PON Wilayah Timur.
“Bagaimana Pelatnas?”
Ditanya Pelatnas, saya diam saja. Biarlah Pelatnas berjalan seperti yang sudah pikirkan. SEA Games Manila sudah dekat. Pasti sudah menyusun kekuatan berapa banyak medali emas yang akan direbut oleh petinju Indonesia. Bisa dua, bisa sepuluh. Tergantung angan-angan.
Sebetulnya saya ingin Richard Engkeng tidak bicara tentang tinju. Saya ingin dia bicara tentang sepakbola atau sinetron
Richard Engkeng paling semangat kalau sudah membahas Cristian Ronaldo atau Si Nomor 10 Lionel Messi, juga Brasil, yang dikenal sebagai salah satu negara sepakbola paling sering melahirkan pemain besar.
Kembali tentang sakitnya Richard Engkeng. Tidak sekali ini saja saya datang khusus melihatnya. Di tahun sebelumnya saya pernah melihat Richard Engkeng di rumah sakit dekat Airport Sam Ratulagi.
Saya juga pernah mengunjunginya di rumah sakit di Jalan Raden Saleh dan rumah sakit di Menteng.
Banyak dokter yang sudah menangani Richard Engkeng. Dari satu penyakit ke penyakit lain. Tetapi, ini hanya masalah disiplin saja. Tidak taat pantangan. Selalu remeh terhadap penyakit.
Kemarin di kamar 1615 cukup lengkap. Selain Richard Engkeng dan istri, ada kedua putri mereka (Cindy Engkeng dan Tasya Engkeng), dan Sony Gunawan. Sony adalah suami Cindy. Satu lagi seorang pemuda bernama Michael, yang sekantor dengan Erik van Ents (mantan petinju seangkatan Richard Engkeng). Sementara, Ricky Notty sudah pulang menuju Ragunan untuk menjalankan tugas sebagai pelatih tim DKI Jakarta menuju Popnas XV/2019 Papua.
Sebelum pukul 5 sore saya pulang, saat Richard Engkeng tidur enak. Saya sengaja tidak ingin mengambil gambarnya ketika sedang tertidur atau sedang bangun.
Richard Engkeng tidak ingin orang lain tahu kalau ia sedang berada di rumah sakit.
Mengapa? Karena ia tidak ingin membuat orang lain repot. Bisa jadi begitu.
Finon Manullang, Sabtu, 9 Februari 2019, menulis dari Desa Tridaya Jawa Barat.