Rondeaktual com
Ada sebelas kelas cabor tinju yang dipertandingkan pada Olimpiade Musim Panas 1976 di Montreal, Quebec, Kanada. Semua pria. Kompetisi diadakan pada tanggal 18 hingga 31 Juli 1976, dengan partisipasi 266 petinju dari 54 negara.
Berikut ada kisah pengalaman yang tak terlupakan dari dua legenda hidup Syamsul Anwar Harahap dan Frans van Bronckhorst, saat mengikuti Olimpiade Montreal. Keduanya bertanding untuk memenuhi jatah dua tiket yang disediakan pemerintah. Seharusnya bisa lebih dari dua petinju yang berangkat, tetapi sejak awal, melalui PB Pertina, sudah dibatasi. Syamsul Anwar dan Frans VB kembali ke Tanah Air tanpa medali.
DAFTAR JUARA OLIMPIADE MONTREAL 1976
1. Light flyweight, 48 kilogram
Emas: Jorge Hernandez (Kuba).
Perak: Ri Byong-uk (Korea Utara).
Perunggu: Orlando Maldonado (Puerto Rico) dan Payao Pooltarat (Thailand).
Lima tahun setelah Olimpiade Montreal, Payao Pooltarat memilih tinju profesional, yang mengantar namanya sebagai salah satu petinju terkenal dari Thailand.
Dua tahun kemudian, Pooltarat merebut gelar juara dunia WBC kelas bantam yunior, mengalahkan seorang juara yang kuat Rafael Orono melalui putusan angka 15 ronde di Pattaya, 27 November 1983. Pada era itu, nama Payao Pooltarat sangat popular di Thailand.
Flyweight, 51 kilogram
Emas: Leo Randolph (Amerika Serikat).
Perak: Ramon Duvalon (Kuba).
Perunggu: Leszek Blazynski (Polandia) dan David Torosyan (Uni Soviet).
Bantamweight, 54 kilogram
Emas: Gu Yong-Ju (Korea Utara).
Perak: Charles Mooney (Amerika Serikat).
Perunggu Patrick Cowdell (Britania Raya) dan Viktor Rybakov (Uni Soviet).
Featherweight, 57 kilogram
Emas: Angel Herrera (Kuba).
Perak: Richard Nowakowski (Jerman Timur).
Perunggu: Leszek Kosedowski (Polandia) dan Juan Paredes (Meksiko).
Lightweight, 60 kilogram
Emas: Howard Davis (Amerika Serikat).
Perak: Simion Cutov (Rumania).
Perunggu: Ace Rusevski (Yugoslavia) dan Vassily Solomin (Uni Soviet).
Tak sampai setahun setelah Olimpiade Montreal, Howard Davis memilih tinju pro dan entah mengapa tidak pernah menjadi juara dunia karena dia seorang dagu kaca. Davis kalah di tangan juara WBC Edwin Rosario, kalah di tangan juara IBF Buddy McGirt, kalah melawan Hector Camacho.
Light welterweight, 63,5 kilogram
Emas: Ray Leonard (Amerika Serikat).
Perak: Andres Aldama (Kuba).
Perunggu: Vladimir Kolev (Bulgaria) dan Kazimierz Szczerba (Polandia).
Ray Leonard masuk tinju pro dan dikenal sebagai Sugar Ray Leonard yang luar biasa. Leonard dijuluki seniman ring dan menjadi petinju pertama juara dunia di empat kelas berbeda. Leonard mengalahkan petinju besar lainnya antara lain; Wilfred Benitez, Roberto Duran, Thomas Hearns, Ayub Kalule, Marvin Hagler, Don La Londe.
Leonard mencapai popularitas tertinggi, setelah tidak disangka-sangka mengalahkan Hagler dalam pertarungan 15 ronde di Caesars Palace, 6 April 1987.
Welterweight, 67 kilogram
Emas: Jochen Bachfeld (Jerman Timur).
Perak: Pedro Gamarro (Venezuela).
Perunggu: Reinhard Skricek (Jerman Barat) dan Victor Zilberman (Rumania).
Light middleweight, 71 kilogram
Emas: Jerzy Rybicki (Polandia).
Perak: Tadija Kacar (Yugoslavia).
Perunggu: Rolando Garbey (Kuba) dan Viktor Savchenko (Uni Soviet).
Middleweight, 75 kilogram
Emas: Michael Spinks (Amerika Serikat).
Perak: Rufat Riskiyev (Uni Soviet).
Perunggu: Luis Martinez (Kuba) dan Alec Nastac (Rumania).
Michael Spinks memilih kelas berat ringan dan menjadi juara dunia tidak terkalahkan. Ia naik ke kelas berat dan kali mengalahkan salah satu kelas berat terbaik Larry Holmes. Karir Spinks ditutup ketika Mike Tyson menghajarnya hanya dalam 91 detik dan gagal menjadi juara dunia kelas berat, di Convention Hall, Atlantic City, 27 Juni 1988.
Light heavyweight, 81 kilogram
Emas: Leon Spikns (Amerika Serikat).
Perak: Sixto Sorio (Kuba).
Perunggu: Kostica Dafinoiu (Rumania) dan Janusz Gortat (Polandia).
Leon Spinks adalah abang dari Michael Spinks. Spikns memilih kelas berat dan membuat sejarah menjadi juara dunia kelas berat mengalahkan Muhammad Ali.
Heavyweight, 81 kilogram ke atas
Emas: Teofilo Stevenson (Kuba).
Perak: Mircea Simon (Rumania).
Perunggu: Clarence Hill (Bermuda) dan John Tate (Amerika Serikat).
Ini menjadi emas kedua bagi Teofilo Stevenson, yang tetap setia di amatir. Sementara, peraih medali perunggu, John Tate, memilih tinju pro dan sukses menjadi juara dunia kelas berat. Tate mengalahkan kulit putih Afrika Selatan Gerrie Coetze unanimous decision lima belas ronde di Pretoria, Afrika Selatan, 20 Oktober 1979.
Olimpiade Montreal 1977 didominasi petinju Amerika Serikat dengan merebut emas-perak-perunggu 5-1-1, disusul Kuba 3-3-2, Jerman Timur 1-1-0, Korea Utara 1-1-0, Polandia 1-0-4, Rumania 0-2-3, Uni Soviet 0-1-4, Yugoslavia 0-1-1, Venezuela 0-1-0, Bermuda 0-0-1, Bulgaria 0-0-1, Britania Raya 0-0-1, Meksiko 0-0-1, Puerto Rico 0-0-1, Thailand 0-0-1, Jerman Barat 0-0-1. Total 16 negara degan emas-perak-perunggu 11-11-22.
SYAMSUL ANWAR HARAHAP
Syamsul Anwar Harahap lahir di kota Pematang Siantar, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, 1 Agustus 1952. Syamsul anak dari pasangan Bisman Harahap dan Nauly Siregar.
Syamsul Anwar Harahap tampil di Olimpiade Montreal dalam kelas welter yunior. Tanpa medali.
“Olimpiade begitu sakral,” kata Syamsul Anwar Harahap, dalam tulisan Wawancara Olympian Indonesia di Rondeaktual.com. “Karena di sana seluruh dunia berkumpul. Petinjunya banyak. Rasanya ingin membawa olahraga tinju Indonesia lebih jauh lagi. Ingin memenangkan medali olimpiade. Ingin berjalan kaki dengan kepala botak dari Halim ke Senayan dan. Tidak memperoleh medali emas.”
“Di situ aku menangis. Hanya sedikit saja salahnya. Paling tidak perunggu aku bisa dapat. Tapi sudahlah. Semuanya sudah berlalu.
Kesalahan kita terjadi waktu latihan di Pintu VI (Stadion Utama Gelora Bung Karno). Kanvas ring tidak ada busanya. Keras sehingga kaki bisa bergerak enteng. Footwork lincah. Pas main di olimpiade beda. Ring lapis busa satu inci, jadi lembut. Aku hanya bisa menang satu ronde dari tiga ronde. Kakiku seperi di padang pasir. Aku kalah, itu aku akui.”
FRANS VAN BRONCKHORST
Selain Syamsul Anwar Harahap, Indonesia juga mengirim Frans van Bronckhorst untuk kelas welter dan gagal medali.
“Saya ikut Olimpiade Montreal karena menyandang gelar juara Asia. Dulu belum ada pra kualifikasi, seperti sekarang. Sekarang untuk bisa tampil di olimpiade dia harus melewati pertandingan pra olympic.”
“Petinju kita sangat sulit bisa tampil di olimpiade. Sudah dua tahun tidak ada petinju Indonesia yang bertanding di olimpiade. Cukup lama. Jenjangnya terlalu jauh. Kita tidak memiliki pelatnas jangka panjang dan ini kurang tepat.”
“Saya kira, setiap petinju harus memiliki cita-cita olimpiade. Tidak ada kebanggaan yang lebih besar selain olimpiade. Saya pernah di sana, di Olimpiade Montreal. Rasa bangga itu terasa.”
“Kalau ditanya kepada saya, mungkinkah petinju Indonesia bertanding di olimpiade mendatang? Ya mungkin saja. Harus dicoba. Jangan saya yang mencobanya. Sekarang banyak yang muda-muda (baca pelatih). Pelatnas membutuhkan perubahan,” kata Frans VB, yang menetap di Kalibata, Jakarta.