Rondeaktual.com Jakarta – Maralli adalah seorang wasit tinju amatir Nasional dan Bintang 1 AIBA asal Surabaya, Jawa Timur. Sertifikat AIBA diambilnya melalui ujian di Batam, Kepulauan Riau, 17 tahun yang silam.
Maralli lahir di Surabaya, 12 September 1960. Di usia 58, Maralli selalu tampil sehat semangat. Terlihat lebih muda dari usia sekarang.
“Tidur malam yang cukup. Rajin olahraga pagi akan menolong kita hidup sehat dan awet muda,” kata Maralli. Ia suka bergurau. Suka tertawa, membuat setiap lawan bicaranya terhibur.
Karir wasit tinju amatir sudah dimulainya sejak tahun 1984, memimpin pertandingan Sodiq Pamungkas, Andrian Kaspari, Faisol Akbar. “Saya lupa siapa nama lawan mereka, tapi nama itu yang saya pimpin di awal penampilan saya sebagai wasit.”
Terjun sebagai wasit untuk menyalurkan hobi. “Karena besiknya memang sebagai mantan petinju,” Maralli menjelaskan.
Karir tinju amatirnya hanya sebentar. Maralli kemudian memilih profesi sebagai pelatih di sasana Bhayangkara Surabaya. Karir pelatihnya berhenti karena terjun sebagai wasit.
Harus diakui, Maralli memilik bakat spesial sebagai wasit, daripada sebagai petinju atau sebagai pelatih.
Maralli belajar wasit di Surabaya, tanah kelahirannya. “Dapat ilmu dari Bapak Tumbelaka, itu yang pertama. Paling akhir, saya dapat ilmu dari Bang Ferry Moniaga. Almarhum Bapak Tumbelaka dan Bang Ferry telah mendorong dan mengajari saya bagaimana menjadi seorang wasit. Saya selalu belajar, sebab ilmu tinju selalu ada yang baru. Perubahan atau peraturan baru harus kita kuasai.”
Maralli sudah menjalankan tugas wasit ke berbagai provinsi. Berbagai turnamen. Berbagai Kejuaraan Nasional, Sarung Tinju Emas, dan puncaknya Pekan Olahraga Nasional. Diawali sebagai wasit Kapolda Cup I di Polrestabes Surabaya, karir wasit Maralli terus melejit.
Maralli mencatat rekor lima kali berturut-turut wasit tinju PON, yang dimulai dari:
1. PON XV/2000 Jawa Timur.
2. PON XVI/2004 Sumatera Selatan, di Palembang.
3. PON XVII/2008 Kalimantan Timur, di Tenggarong.
4. PON XVIII/2012 Riau, di Pakalan Kerinci.
5. PON XIX/2016 Jawa Barat, di Pelabuhan Ratu..
Maralli menolak menjawab tentang honor wasit yang pernah diterimanya. “Itu menyangkut uang dan saya kira relatif saja, sesuai aturan AIBA. Paling penting adalah tugas wasit harus bisa menyelamatkan kedua petinju dari kemungkinan terjadi cidera yang lebih buruk. Di atas ring, seorang wasit harus berani tegas dan netral. Jangan ada keberpihakan, dan ini merupakan salah satu kunci yang harus kita pegang.”
Bagi Maralli, ia merasa terhormat jika pertandingan yang dipimpinnya berjalan lancar. “Ribut karena kelalaian wasit, itu akan menjadi beban,” kata Maralli, PNS Polri, yang sudah purna 1 Oktober 2018.
Hal tidak enak sebagai wasit, menurut Maralli, pas memimpin pertandingan petinju pemula antarpelajar. “Dimaki-maki supporter. Penonton berteriak sesuka hatinya.”
PON XX/2020 Papua sudah dekat. Maralli ingin meneruskan rekor enam kali berturut-turut wasit PON.
BEDA TINJU AMATIR DENGAN TINJU PROFESIONAL
Apa beda tinju amatir dan tinju profesional?
“Sudah pasti beda,” kata Maralli. “Kalau petinju amatir pakai kaos dan headguard (untuk petinju pemula dan tinju putri). Amatir tiga ronde.”
“Kalau tinju profesional tidak pakai kaos. Lepas headguard. Di celana terdapat huruf besar, nama atau logo perusahaan. Semua itu sponsor. Perusahaan kasih uang ke promotor atau ke petinju. Itulah yang disebut bisnis dalam tinju pro.”
Maralli meneruskan: “Panjang ronde tinju pro mulai dari empat ronde, meningkat enam ronde, terus delapan ronde, naik lagi sepuluh ronde, dan untuk setiap kejuaraan harus dua belas ronde lamanya. Tinju pro memungkinkan terjadi keputusan draw. Kalau tinju amatir itu tidak berlaku. Harus ada pemenang.”
SERING SAKIT: MARKASIM JADI MARALLI
Nama mempunyai arti tersendiri. Maralli, sekarang 58 tahun misalnya, mempunyai nama yang sering mengundang tanda tanya.
Tak sedikit yang bertanya, mengapa Maralli pakai dua l, mengapa tidak satu l.
“Soal itu saya tidak tahu,” kata Maralli, wasit Nasional dan Bintang 1 AIBA. “Nama saya dikasih orangtua. Waktu umur tiga tahun, bapak saya meninggal dunia. Ceritanya, saya dulu sering sakit. Akhirnya nama saya diganti dari Markasim menjadi Maralli. Sampai sekarang ya Maralli. Ngetopnya ya Maralli, bukan Markasim” ia tertawa.
Lelaki Arek Suroboyo ini memang terkenal suka gembira dan itulah salah satu yang membuat dirinya tampak awet muda.
Finon Manullang, Jumat, 22 Februari 2019, menulis dari Desa Tridaya, Jawa Barat.