Rondeaktual.com, Jakarta – Mintohadi, petinju profesional yang buta akibat pertandingan tinju, mengaku sangat terharu dengan tulisan tentang dirinya, dimuat Rondeaktual.com, lima hari yang lalu.
“Anak aku moco (berita yang dimuat Rondeaktual.com). Terus de`e nelpon aku. Ngobrol lah. De`e bilang ayah keren loh. Ayah hebat. Sehat kan. Dibilang begitu aku terharu. Sedih.”
Mintohadi buta murni akibat pertandingan tinju. Kemudian salah penanganan membuat kedua matanya tidak dapat melihat.
“Waktu itu main di Go Skate (Jalan Embong Malang, Surabaya). Promotor Pak A Seng Herry Sugiarto. Bola mata kanan terasa bergeser, setelah kena upper cut Jack Siahaya. Agak aneh, upper cut nyasar ke mata. Aku operasi. Tiga bulan di rumah sakit mata di Surabaya. Dokter suruh jangan banyak gerak. Tapi aku coba latihan lagi di Probolinggo sambil mencari pengobatan alternative. Aku ditangani tabib. Bukannya sembuh, eh mata kiri ikut buta. Aku operasi mata lagi yang kedua di Surabaya. Tidak ada kemajuan. Sudah salah penanganan. Semua biaya operasi ditanggung bos (Akas Boxing Camp Probolinggo). Itulah nasibku, buta karena tinju.”
“Sekarang gelap. Aku ga bisa lihat. Tapi orang bilang anak aku ganteng,” katanya tentang anaknya. “Aku juga ganteng loh. Cuma buta. Ha ha ha,” ia tertawa panjang.
Mintohadi suka bergurau. Tetapi, ia juga serius dalam mempromosikan usaha pijat. “Kalau Pak Jokowi atau para menteri butuh, saya siap datang. Pasti beliau-beliau sehat dan senang dengan pijat seorang mantan petinju,” katanya.
Mintohadi, 50 tahun, ayah dua anak dari tiga istri, merasa bangga dengan kedua anaknya yang sudah bekerja dan sudah berkeluarga.
“Istri pertama (di Banyuwangi) dapat satu anak. Istri kedua (di Jember) dapat satu anak. Itu namanya anak tunggal. Istri ketiga (di Malang) belum dapat anak,” kata Mintohadi, kakek dari tiga cucu. Anak Mintohadi ada yang bekerja di bank di Banyuwangi (anak mantu), di Pertanian, dan di PMI Probolinggo sambil hidup sebagai pesulap.
Di rumah, Mintohadi sudah lepas tongkat. “Sudah hapal. Sudah tahu mana tempat tidur. Mana kamar mandi. Mana dapur. Sudah tidak pakai tongkat lagi. Begitu juga kalau ada panggilan pijat ke hotel atau ke rumah orang. Aku tidak pakai tongkat lagi. Sudah modern. Ada gojek. Tinggal pesan lewat hp. Nanti dijemput dan diantar sampai depan hotel. Pulang tinggal order gojek.”
Mintohadi menjelaskan, di sekolah tunanetra diajarkan hidup mandiri. “Aku tiga tahun ikut sekolah tunanetra (Panti Rehabilitasi Sosial Bina Cacat Netra, Jalan Beringin Nomor 13, Canti, Sukun, Malang). Kita diajarkan mandiri. Kalau tersesat tanya orang, itu kuncinya.”
Mintohadi sudah 20 tahun menjalankan usaha pijat melalui Klinik Pijat Puspita. “Aku dibantu Mas Dharma, teman dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan.”
Mintohadi dan Dharman bisa menangani 10 pasien sehari. Menangani masalah urat dan keseleo. Konon lewat pijatannya bisa menyembuhkan lelaki yang kurang perkasa kembali macho. Menyediakan obat herbal alami untuk diabetes, asma, mag, kolesterol tinggi, hiper tensi, asam urat, dan lainnya. Kalau dipanggil kena biaya Rp 100 ribu. Datang ke Klinik Pijat Puspita Rp 50 ribu.
“Murah. Sangat murah sekali. Tetapi, yang namanya rezeki tak bisa kita duga. Ada saja tamu yang memberi dua samai tiga ratus ribu. Teman-teman tinju (Nurhuda, Juhari, Agus Ekajaya, Harry Effendy, dan yang lain) kalau diterapi ada yang ngasih lima puluh dan ada yang ngasih sampai tiga ratus.”
Disinggung tentang daya ingatnya yang kuat, Mintohadi merasa bersyukur. “Tidak semua mantan petinju pelupa. Mata tidak bisa melihat, tapi otak harus pintar. Bersyukur masih bisa mikir. Di sekolah tunanetra diajari, kalau tidak tau tanya orang.”
Di awal kebutaannya, Mintohadi sempat stres berat. Semua perlengkapan tinju diberikan ke orang. “Jubah bagus-bagus aku kasih ke Anis Roga. Faisol Akbar, Bugiarso, dan yang lain kebagian. Gumsil, skiping, semua aku kasih. Lama-lama aku bisa menerima keadaan. Kita harus gembira. Kita punya Tuhan. Kita harus bersukur. Jauhi neraka, Insyah Allah kita akan mendapat jalan terbaik.”
Mintohadi tidak bisa membayangkan seandainya ia tidak berusaha untuk masa depan. “Sambil main gitar, kadang aku mikir seandainya aku tidak punya keahlian pijat, aku akan hidup dari belas kasihan orang. Jadi peminta-minta. Pengemis. Kasihan kan. Dan seandainya tida buta, aku barangkali sudah PNS di Probolinggo. Teman aku PNS di sana. Pemerintah Probolinggo bagus, mau memperhatikan nasib mantan atlet.”
KLINIK PIJAT PUSPITA
Jalan Mayjen Sungkono, Gang 2, Nomor 63
Buring Kedung Kandang
Malang, Jawa Timur.
Telepon: 0813 3456 3921 – 0851 0179 5574.
(rondeaktual.com / finon manullang)