Rondeaktual.com, Jakarta, By Finon Manullang – Usman Tess, 61 tahun, nama yang sangat kuat dalam olahraga tinju. Jika menyebut nama Usman Tess, maka kita harus bersia-siap membicarakan tinju.
Perjalanan panjang Usman Tess bukan sekedar Bitung-Palembang. Tetapi sangat dalam dan luas dan sekarang menjadi salah satu pelatih tinju tertua yang ada di provinsi Sumatera Selatan. Orang seringkali memandangnya sebagai coach senior.
Tetapi, bagaimana sebenarnya perjalanan panjang Usman Tess? Berikut tentang dirinya.
Usman Tess lahir di Kota Bitung, Sulawesi Utara, 2 April 1957. Pada mulanya ia menekuni olahraga pencaksilat.
Pada tahun 1981 ia mengantar keponakannya, Rahman Kilikili, dari Kota Bitung ke Palembang. Ia menjadi pelatih bagi Rahman Kilikili, yang kemudian sangat terkenal ke mana-mana lantaran gaya bertinjunya sangat memukau. Teknik bertinjunya tinggi, bagaikan petinju kelas dunia. Rahman Kilikili di atas ring enak ditonton dan hampir saja menjadi juara dunia ketika ia terjun sebagai petinju professional.
Sayang, Rahman Kiliki harus mengakhiri masa hidupnya dengan sangat menyedihkan. Usman Tess adalah paman dari mendiang Rahman Kilikili.
Tahun 1982, Usman Tess menikah di Pendopo, yang sekarang menjadi Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI).
Tahun 1982, Usman Tess kembali ke Bitung, tetapi singgah di Bali dan bertemu ibundanya Rahman Kilikili, yang ketika itu berada di Bali.
Saat di Bali, Usman Tess melihat Francisco Lisboa latihan di tempat terbuka. Usman Tess langsung mendaftar dan ditangani pelatih Daniel Bahari bersama asisten pelatih Yulianus Leo Bunga.
Tahun 1984, Usman Tess kembali ke Palembang dan masuk tim Sumatera Selatan untuk mengikuti Kejurnas dan Pra PON. Main di kelas terbang, jumpa Alex Thomas dan kalah.
Tahun 1985, Usman Tess mengalami kecelakaan seminggu menjelang keberangkatan menuju PON Jakarta. “Nama saya harus diganti dengan M Nuryadi, yang sekarang pelatih di Jambi,” katanya.
Tahun 1986, Usman Tess ikut Kejurnas di Palembang. Sempat dua kali bertarung habis-habisan melawan Cakarmanto dari Lampung.
“Saya pernah di final menghadapi Hengky Silatang, yang sekarang Ketua Pengprov Pertina DKI Jakarta.”
MASUK TINJU PROFESIONAL
Nama Usman Tess cukup kuat di tinju profesional. Ia ditangani pelatih Legiman dan itu tahun 1988.
“Lawan pertama Said Iskandar. Saya bertanding lagi dan draw melawan Nixon Gabriel. Saya menang dalam partai 8 ronde melawan Nana Suhana.
Tahun 1989 ketika Usman Tess berusia 34 tahun, ia naik ring Kejuaraan Indonesia kelas terbang dan kalah TKO ronde 4 atas southpaw Yani Malhendo, yang ketika itu berusia 21 tahun.
“Itu pertarungan yang sangat dramatis. Sejak kekalahan dari Yani Malhendo, saya memlilih mengantungkan sarung tinju. Untuk apalagi, sudah tua. Tidak bagus memaksakan diri,” katanya.
“Saya mencoba bangkit, tetapi tidak di pertandingan melainkan sebagai pelatih amatir. Saya menangani petinju-petinju muda sampai yang sudah pengalaman. Sekarang saya fokus untuk menangani anak-anak yang masih sekolah di Kabupaten PALI.”
Di era tinju pro masa lalu, Usman Tess ikut menikmati uangnya. Ia terikat kontrak dengan PT Pusri, ditangani pelatih Firman Siregar dari Medan. Pertandingan banyak. Tidaka seperti sekarang, di mana tinju pro Tanah Air dianggap matisuri. Hidup segan mati tak mau.
Usman Tess pernah bertanding di Lampung sebagai partai tamabahan Ellyas Pical. Bertanding di Belitung, mengisi partai tambahan Nico Thomas.
Usman Tess sangat mengidolakaan Muhammad Ali. “Keinginan ikut tinju karena dulu idola saya Muhamad Ali.”
Tentang cita-cita, ternyata bukan tinju tujuan utama Usman Tess. Ia ingin masuk Tentara Nasional Indonesia. “Orangtua meninggal, akhirnya cita-cita itu tidak tercapai.”
Usman Tess sekarang menetap di Kabupaten PALI, Sumatera Selatan. Dari istri pertama, Rusnani, dikarunia 7 anak. Dari istri kedua, yang sekarang, Siti Sukmawaty, dikaruniai dua perempuan; Meirica Tess dan Ais Tess.
Rondeaktual.com bertanya: Bagaimana dengan tinju amatir? Mengapa tidak ada prestasi yang membanggakan?
“Kalau situasi tinju amatir sekarang, saya lihat mereka kurang jam terbang. Prestasi bisa besar kalau pertandingan banyak. Kalau jarang pertandingan, hasilnya akan seperti kejurnas terakhir. Banyak yang belum pernah juara di daerahnya sudah ikut kejurnas.”
Selain kurang jam terbang, menurut Usman Tess, peran pemerintah sangat perlu. “Tanpa dukungan dana, kita tidak akan berhasil. Begitu pun tinju pro, kurang pertandingan dan sekarang sudah tidak ada juara dunia. Sudah habis. Kasihan melihat tinju pro kita. Kalau mau masuk tinju pro, sebaiknya cari yang sudah juara nasional. Ellyas Pical dan Nico Thomas menjadi juara dunia karena di amatir sudah matang. Sudah kelihatan prestasi besarnya. Elly dan Nico juara nasional dan juara Piala Presiden. Itu fakta.”
Tentang tulisan Tess di belakang namanya, Usman menjelaskan bahwa Tess adalah nama keluarga. “Kita pe fam Tess. Orangtuaku Karim Tess. Harus dua huruf s, jangan dikurangi jangan pula ditambah.”
Perjalan hidup Usman Tess sangatlah panjang. Barangkali, satu yang belum tercapai. “Saya ingin umroh ke Tanah Suci. Ini cita-cita saya yang belum tercapai.”
Finon Manullang, Senin, 4 Maret 2019, menulis dari Desa Tridaya, Jawa Barat.