Rondeaktual.com, Jakarta – Pendiri dan pelatih Notorius Boxing Camp Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Dudi Cahyono menjelaskan secara panjang lebar mengapa dirinya menolak penggilan pelatnas.
“Saya memang dipanggil untuk membantu pelatnas tahun ini, tetapi saya tolak. Mengapa? Karena saya punya alasan,” kata Dudi, yang dalam tiga tahun terakhir berhasil mengantar petinju-petinju muda Notorius sampai juara.
Hampir semua elite women`s yang dilatih Dugi tak bisa dikalahkan. Di mana-mana selalu juara. Bahkan membuat sejarah. Melalui Huswatun Hasanah, yang berhasil merebut medali perunggu kelas ringan Asian Games XVIII/2018 Jakarta. Seorang pengurus provinsi sibuk seolah dia yang menghasilkan prestasi itu.
5 LASAN DUGI CAHYONO:
PERTAMA:
“Saya introspeksi diri karena saya orang baru. Saya amat yunior di dunia tinju. Jangan sampai terjadi kecemburuan sosial sehingga pelatnas tidak bisa berjalan dengan baik.”
KEDUA:
“Saya bilang saya belum mampu untuk melatih yang bukan atlet dari tangan saya, atau yang berasal dari daerah asal saya, yaitu Nusa Tenggara Barat, karena faktor keikhlasan akan membuat ikatan bathin antara pelatih dan atlet lebih baik dan pelatih tidak pilih kasih dalam memberikan motivasi atau teknik. Jangan sampai seorang pelatih pelatnas kerjanya hanya mengintip kekurangan atau kelebihan atlet daerah lain untuk konsumsi atlet daerahnya kelak pada suatu event nasional.”
KETIGA:
“Saya seorang Notaris/PPAT (Jalan Sutan Syahrir nomor 10 X, Taliwang). Rasanya sulit meninggalkan kantor dalam waktu yang lama. Kita harus berhitung juga dari segi faktor ekonomi.”
KEEMPAT:
“Saya juga punya tanggung jawab untuk melatih,.membina, mendidik, dan mengayomi serta melayani anak-anak asuh saya di sasana Notorius Taliwang.”
KELIMA:
“Walaupun kesempatan itu tidak datang dua kali, tetapi saya lebih punya kesempatan untuk mencetak sang juara dari sasana Notorius Taliwang. Karena di Notorius masih ada Sinta, Ainun Azizah, Karmila, serta yunior-yunior yang lain.”
Dugi menambahkan: “Jika ingin dapat medali di level internasional, tolong pelatihnya dari luar yang punya reputasi dan talen yang baik.”
“Kalau saya analisa, pelatih di pelatnas harus mengaca pada sasana atau provinsi yang dibina, ada tidak petinju yang sudah dihasilkannya. Itu cerminan kecil saja,” ujar Dugi, mantan atlet dan pembina tae kwon do. (rondeaktual.com / finon)