Rondeaktual.com – Alex Rabadeta, 63 tahun, adalah mantan petinju kelas terbang Satria Kinayungan Jakarta era Herman Sarens Soediro. Alex juga mantan pelatih sasana tinju BIN Jakarta era Hendropriyono. Salah satu pelatih yang mendampingi Alex Rabadeta adalah Adrianus Manopo.
Alex Rabadeta sudah lama memilih tinggal di Kota Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Alex Rabadeta di tempat usahanya di Waingapu.
Baca Juga
Advertisement
“Saya hidup di kampung, melupakan segala urusan tinju,” katanya ketika berbicara dengan Rondeaktual.com, baru saja. “Saya hidup dari hasil membuka toko kecil-kecilan. Jual sembako setiap hari. Uang tidak banyak tapi cukuplah kalau hanya untuk makan sehari-hari,” katanya.
“Saya memilih untuk menekuni bidang lain, yang mungkin bisa lebih menghasilkan di sisa hidup yang sudah kepala enam. Cukup lama saya bergelut di tinju dan meneruskan karier di bidang kepelatihan. Tidak ada hasil materi yang berarti yang saya dapatkan, selain nama karena sering muncul di layar televisi dalam tayangan siaran langsung Gelar Tinju Profesional Indosiar (GTPI) era promotor mendiang Daniel Bahari. Sementara bersama promotor A Seng, tinju Indonesia melambung melalui siaran langsung Sabuk Emas RCTI.”
“Saya tidak pungkuri kalau tinju pernah mengantar saya terbang ke beberapa negara, mengantar petinju bertanding. Untuk itu, saya harus mengatakan terima kasih kepada tinju.
Baca Juga
Advertisement
Tetapi, sekarang saya telah menghapus dan melupakan sekaligus menutup hobi saya, walau dengan berat hati.”
Beberapa tahun yang lalu, Alex Rabadeta rajin menulis untuk Rondeaktual.com. Tulisannya tajam dan selalu memberikan solusi. Tidak membuat ribet. Ia menulis dari kota tinggalnya, Waingapu. Ia berhenti menulis karena pertama, penglihatannya terganggu akibat bertinju. Dokter yang menangani dianggap salah dan hampir saja diperkarakan.
Ketika menjadi pelatih di BIN, Alex Rabadeta menangani petinju seperti Nico Touriri, Anis Ceunfin, Hero Katilli, dan masih banyak.
Baca Juga
Advertisement
“Petinju yang saya latih, rata-rata berhasil maju sebagai juara. Mereka menjadi favorit dalam tayangan siaran langsung Gelar Tinju Profesional Indosiar bersama Daniel Bahari dari DB Promotion Jakarta dan Sabuk Emas RCTI melalui A Seng Promotion Surabaya. Setelah kedua tokoh promotor itu tiada, perlahan-lahan tinju pro kita habis,” ujarnya.
Ketika ditanya, mengapa tidak turun lagi sebagai pelatih, agar tinju pro Indonesia bisa bangkit.
Alex Rabadeta menjawab eranya sudah beda. “Saya tidak mmungkin mengurus tinju. Saya harus buka warung setiap pagi sampai malam, agar ada uang masuk. Dulu sebagai pelatih, saya mendapat gaji. Mendapat potongan uang petinju (10% dari honor setiap bertanding). Kadang mendapat uang tambahan dari kemurahan hati Pak A Seng dan Pak Hendropriyono.”
Baca Juga
Advertisement
Ditanya lagi, bila ada kesempatan kembali sebagai pelatih, apakah mungkin lahir petinju bagus?
“Letakkan uang lima puluh juta di atas meja, saya siap menjadi pelatih. Saya jamin lahir juara dunia.”
Pertanyaan terakhir, bagaimana melahirkan seorang juara dunia?
Baca Juga
Advertisement
“Harus dilatih dengan baik,” jawab Alex Rabadeta. “Saya melihat banyak juga pelatih di Indonesia yang bisa mencetak juara dunia. Tetapi masalahnya, pelatih sering berada di bawah tekanan manajer. Pelatih sulit berkembang, karena selalu diganggu oleh gagasan manajer. Kalau ada yang meletakkan uang di atas meja, saya kira seorang pelatih akan mampu mencetak juara dunia. Kalau sekarang, uang pelatih datang dari 10% honor petinju. Tidak cukup buat hidup sebulan, kecuali menangani dua juara dunia. Pelatih kita yang ada sekarang rata-rata panggilan. Kalau bukan terpanggil tidak mungkin.”
Tinggalkan Komentar..